Mengenal Kuang, Kearifan Lokal Masyarakat Toraja dalam Menjaga dan Mengelola Air
Masyarakat Toraja mempunyai cara unik dalam mengelola air yang digunakan untuk menjaga lahan pertanian dan sumber air minum bagi hewan ternak.
Kekayaan alam Indonesia salah satunya berasal dari bidang pertanian. Hampir segala jenis pangan bisa tumbuh subur di tanah Nusantara. Aktivitas di sektor pertanian ini kerap menciptakan berbagai kearifan lokal yang dipertahankan secara turun temurun.
Salah satunya pengolahan sawah masyarakat Toraja di Sulawesi Selatan. Mereka memiliki cara tersendiri dalam mengeolah lahannya termasuk mengatur aliran air.
-
Apa yang terjadi di Tana Toraja? Bencana tanah longsor terjadi di Dusun Palangka, Kecamatan Makale, dan Dusun Putu, Lembang Randang Batu, Kecamatan Makale Selatan, Kabupaten Tana Toraja pada Sabtu (13/4) malam.
-
Bagaimana cara warga Kampung Tongkol mendapatkan air bersih? Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari warga mengandalkan sebuah sumur resapan ala kadarnya. Kondisi airnya keruh tak layak.Bukan satu minggu atau dua minggu kampung ini kesulitan air, melainkan sudah tiga bulan lamanya warga menggunakan air sumur resapan yang keruh.
-
Apa yang menarik dari Toraja? Toraja adalah sebuah daerah di Sulawesi Selatan, Indonesia, terkenal dengan kekayaan budaya dan pemandangan alamnya yang indah.
-
Bagaimana cara warga Tulungagung menjaga air Telaga Buret? Pada tahun 1995, masyarakat dari empat desa yang mendapatkan manfaat langsung Telaga Buret membantuk organisasi sosial kesepuhan yang bernama paguyuban Sendang Tirtomulyo. Paguyuban ini dibentuk dengan tujuan melestarikan budaya Ulur-Ulur, sumber air, dan kelestarian hutan di sekitar Telaga Buret.
-
Bagaimana cara Dayak Tomun menjaga alam? Cara menjaga alam ala masyarakat Dayak Tomun adalah dengan tidak sembarangan menggunakan lahan pertanian. Mereka harus menggunakan sistem tanam dan panen yang alami, tanpa menggunakan teknologi yang merusak.
-
Kenapa Toek penting bagi suku Mentawai? Bagi masyarakat Suku Mentawai, Toek sudah menjadi kudapan sehari-hari dan menjadi sebuah simbol dari kekompakan antar penduduk.
Cara tersebut dikenal dengan nama Kuang, yaitu sistem pengolahan lahan persawahan dengan tadah hujan dengan cara membangun sumur-sumur kecil di tengah sawah. Nantinya, air-air ini akan menjadi sumber utama untuk air minum ternak serta budidaya ikan.
Kuang yang tidak jauh berbeda dengan sumur ini digunakan pula untuk sumber irigasi untuk lahan persawahan. Dengan adanya Kuang, padi akan terus dialiri air meskipun saat musim kemarau melanda sehingga tidak menurunkan kualitas hasil panennya kelak.
Model Kuang
Dikutip dari situs indonesia.go.id, masyarakat Toraja pada umumnya membangun Kuang dengan bentuk permukaan bulat atau persegi. Sebagai penanda dan memperkuat strukturnya, biasa petani menambah tepian dari bahan kayu, bambu, atau tumbuhan berakar serabut yang kuat.
Dalam sepetak lahan kurang lebih dua hektare, para petani umumnya akan menggali tiga lubang untuk dijadikan Kuang agar bisa optimal. Ketiga lubang ini nantinya akan digunakan untuk membuat Kuang yang diisi dengan aneka jenis ikan.
Umumnya masyarakat Toraja akan mengisi Kuang pertama dengan ikan untuk konsumsi harian, kemudian Kuang kedua diisi jenis ikan untuk upacara adat, dan terakhir biasanya untuk ikan yang digunakan sebagai lauk jika ada tamu.
Kedepankan Prinsip Gotong Royong
Setiap petak sawah nantinya memiliki saluran pintu air yang disebut dengan Patta'darran. Pada umumnya masyarakat Toraja sangat mengedepankan prinsip gotong royong dan kebersamaan ketika menggarap lahan persawahan.
Dilansir dari beberapa sumber, dalam satu areal sawah terdapat lahan yang berada di dataran tinggi yang jumlahnya puluhan hingga ratusan petak. Sawah yang berada di dataran paling tinggi akan mendistribusikan air ke lahan sawah yang ada di dataran yang lebih rendah.
Maka dari itu, setiap petak sawah memiliki pintu air atau yang disebut dengan Patta'darran tadi. Masyarakat Toraja sampai sekarang masih terus merawat tradisi tersebut.