Komnas HAM Temukan Indikasi Obstruction of Justice di Kasus Mutilasi Warga Papua
Selain menghilangkan barang bukti, Komnas HAM menemukan adanya pembagian uang terhadap para pelaku.
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menemukan adanya indikasi Obstruction Of Justice atau menghalangi proses hukum kasus pembunuhan dan mutilasi empat warga Mimika, Papua. Sejumlah Anggota TNI dan warga sipil diduga terlibat dalam kasus tersebut.
"Komunikasi antar pelaku setelah peristiwa dan juga adanya berbagai upaya obstruction of justice. Jadi ini ada upaya OOJ untuk menghilangkan barang bukti dan lain sebagai," kata Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara kepada wartawan, Selasa (20/9).
-
Kenapa gudang amunisi TNI dianggap rahasia? Sehingga, tidak bisa sembarang orang bisa mengetahui terkait gudang amunisi tersebut.“Kan orang juga nggak tahu di situ ada gedung munisi. Nggak tahu (orang), karena gudang munisi kan sifatnya rahasia tertutup dia,” ujarnya.
-
Kenapa prajurit TNI mengamankan 'penyusup' tersebut? Salah satu tugas prajurit TNI adalah menjaga segala macam bentuk ancaman demi kedaulatan dan keselamatan bangsa Indonesia.
-
Kapan prajurit TNI tersebut mengalami kecelakaan? Kecelakaan tersebut berlangsung sangat parah, sehingga prajurit itu mengira akan meninggal dalam peristiwa tersebut.
-
Siapa sosok penemu ransum TNI? Pencipta ransum TNI ternyata bukanlah seorang tentara, melainkan seorang dokter.
-
Apa yang dilakukan prajurit TNI kepada anggota KKB? Peristiwa penyiksaan yang dilakukan sejumlah prajurit TNI terhadap seorang warga Papua diduga merupakan anggota Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) viral di media sosial.
-
Bagaimana polisi menangani kasus pencabulan ini? Adapun barang bukti yang berhasil diamankan oleh polisi antara lain hasil "visum et repertum", satu helai celana panjang jenis kargo warna hitam, dan satu buah jepit berwarna pink. Akibat perbuatan tersebut, pelaku dijerat Pasal 82 Ayat (1) Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Juncto Pasal 76 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman 15 tahun penjara dan atau Pasal 6 C Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Kekerasan Seksual dengan ancaman maksimal pidana penjara paling lama 12 tahun.
Bahkan, Beka mendapatkan hasil pemeriksaan saksi ditemukan contoh upaya obstruction of justice. Selain menghilangkan barang bukti, Komnas HAM menemukan adanya pembagian uang terhadap para pelaku.
"Kemudian adanya pembagian uang bagi para pelaku dari hasil tindakan kejahatan yang dilakukan," sebutnya.
Berdasarkan pengakuan keluarga korban, Beka menyebut ada rumor simpatisan dari Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB).
"Kemudian latar belakang keempat korban dan keluarga menolak adanya pelabelan korban sebagai simpatisan atau anggota KKB, kelompok kriminal bersenjata. Jadi keluarga korban menolak kemudian pelabelan korban sebagai simpatisan atau Anggota KKB," sebutnya.
Di samping itu, Komisioner Komnas HAM Choirul Anam menjelaskan tindakan Obstruction Of Justice ditemukan untuk menutup-nutupi peristiwa pidana setelah kejadian.
"Kalau obstruction of justice itu kan biasanya terjadi setelah peristiwa ya kan, terus untuk menutupi peristiwa bukan bagian dari peristiwa itu sendiri," sebutnya.
"Nah mutilasi itu bagian dari peristiwanya itu sendiri. Kalau menghapus komunikasi itu kan setelah peristiwa setelah ini naik terus ada penghapusan komunikasi itu," tambah Anam.
Duduk Perkara Kejahatan
Kasus pembunuhan sadis disertai mutilasi terjadi pada Senin 22 Agustus 2022 di Jalan Budi Utomo ujung, Kota Timika, Papua. Para korban dihabisi nyawanya oleh pelaku kemudian tubuhnya dipotong.
Setelah itu potongan tubuh korban dimasukkan ke dalam 6 karung yang berisi batu sebagai pemberat dan dibuang di jembatan sungai Pigapu. Saat ini polisi sudah menemukan potongan tubuh dari empat korban pembunuhan sadis itu.
Total pelaku sejauh ini terdapat 12 orang. Di antaranya 8 dari unsur TNI dan 4 dari sipil. Terbaru terdapat panembahan 2 dari 8 tersangka kluster anggota TNI.
6 Orang jadi Tersangka
6 orang dijadikan tersangka pembunuhan dan mutilasi. Mereka adalah perwira infanteri berinisial Mayor Inf HF dan Kapten Inf DK. Sementara sisanya berinisial Praka PR, Pratu RAS, Pratu RPC dan Pratu R.
Sedangkan, empat tersangka dari kalangan sipil yakni APL alias J, DU, R, dan RMH. Untuk tersangka kalangan sipil ditangani pihak kepolisian.
"Ada dua tersangka baru yang merupakan oknum anggota TNI diduga ikut terlibat dalam kasus pembunuhan ini," ujar Kapolres Mimika AKBP I Gede Putra, Sabtu (3/9).
Dalam kasus ini, para tersangka dijerat dengan pasal 340 KUHP subsider pasal 338 KUHP juncto pasal 55, 56 KUHP dan atau pasal 365 KUHP dengan ancaman hukuman mati, penjara seumur hidup atau paling lama 20 tahun.
(mdk/ray)