Konsulat Amerika Berbagi Tips Tangkal Hoaks di Media Sosial
"Anda harus menguasai medium anda, baik itu WhatsApp, Line, website, Twitter," kata Jessica dalam Seminar dan Workshop 'Peace Stories for Peace Islamic Society' di Universitas Muhammadiyah Riau.
Pertumbuhan media sosial yang pesat membuat pembaca menjadi bingung dengan informasi yang tersedia dengan mudah. Bahkan, bukan satu atau dua kasus saja tersebar berita hoaks atau bohong.
Deputi Konsulat Amerika Serikat untuk Sumatera, Jessica Panchatha mengajak masyarakat terutama anak muda untuk menelaah informasi yang diterima dan membentuk pandangan berdasarkan informasi yang benar.
-
Kenapa berita hoaks ini beredar? Beredar sebuah tangkapan layar judul berita yang berisi Menteri Amerika Serikat menyebut Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) bodoh usai Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) 2 diserang hacker beredar di media sosial.
-
Siapa yang diklaim sebagai tersangka yang dilepaskan dalam berita hoaks? Berita yang beredar mengenai kepolisian yang membebaskan tersangka pembunuhan Vina Cirebon bernama Pegi karena salah tangkap adalah berita bohong.
-
Bagaimana cara mengecek kebenaran berita hoaks tersebut? Penelusuran Mula-mula dilakukan dengan memasukkan kata kunci "Menteri Amerika klaim: Kominfo Indonesia sangat bodoh, Databesa Negaranya dihacker tidak tau, karena terlalu sibuk ngurus Palestina" di situs Liputan6.com.Hasilnya tidak ditemukan artikel dengan judul yang sama.
-
Apa yang Soeharto katakan tentang berita hoaks yang mengarah ke Tapos? Memberitakan dengan tujuan negatif, karena mereka tidak mengetahui keadaan yang sebenarnya dari Tapos ini," jelas Soeharto dikutip dari akun Instagram @jejaksoeharto. Karena memikirkan ini peternakan dari Presiden, padahal bukan peternakan Presiden, ini sebenarnya punya anak-anak saya yang saya mbonceng untuk mengadakan riset dan penelitian," kata Soeharto menambahkan.
-
Apa yang dikatakan Menteri AS tentang Kominfo dalam berita hoaks yang beredar? Judul berita itu mencatut situs berita Liputan6.com, berjudul; "Menteri Amerika klaim: Kominfo Indonesia sangat bodoh, Databesa Negaranya dihacker tidak tau, karena terlalu sibuk ngurus Palestina."
-
Siapa yang diharuskan bertanggung jawab atas konten hoax di media digital? Dalam peraturan itu dijelaskan bahwa apabila ada konten hoaks, yang pertama kali bertanggung jawab adalah platformnya, bukan si pembuat konten tersebut.
Menurut Jessica, ada tiga elemen penting yang harus diperhatikan sebelum menyebarkan informasi, terutama melalui media sosial untuk menangkal hoaks. Dia menyebutkan, tiga hal tersebut di antaranya medium, konten, dan jaringan.
"Anda harus menguasai medium anda, baik itu WhatsApp, Line, website, Twitter," kata Jessica dalam Seminar dan Workshop 'Peace Stories for Peace Islamic Society' di Universitas Muhammadiyah Riau.
Disampaikan dalam siaran pers, Rabu (27/2), Jessica mengajak peserta seminar dan masyarakat yang menggunakan internet untuk menguasai kanal komunikasi atau teknologi di era sekarang. "Saat ini adalah era sosial media. Presiden Kennedy terkenal menguasai televisi, Presiden Trump menguasai Twitter," kata Jessica.
Terkait dengan konten, ia pun juga menekankan agar memperhatikan isi atau konten dari informasi yang dibagikan kepada publik. Informasi yang dibagikan melalui media sosial akan sangat cepat menyebar kepada pengguna lain.
"Ini sama seperti Anda memilih foto apa saja yang ingin dibagikan di media sosial, Anda hanya membagikan yang menurut Anda bagus. Begitu juga informasi harus yang kredibel," ujarnya.
Bagi Kedutaan AS, membangun jaringan dengan media massa sangat dibutuhkan. Kedutaan AS membutuhkan informasi dari media, sebaliknya, media juga membutuhkan informasi dari kedutaan untuk menyebarkan informasi kepada masyarakat luas.
Dengan adanya pertukaran informasi yang tentunya didapat dari sumber yang terpercaya, maka hal itu dapat menangkal informasi hoaks beredar di masyarakat. Dahulu, lanjut Jessica, masyarakat mengandalkan pernyataan dari sumber resmi dari pejabat negara.
"Namun sekarang kita lebih percaya dengan jaringan kita. Kita berbagi konten dengan jaringan kita dan mereka mengamplifikasi ide jaringan kita. Jaringan kita dapat berbicara untuk kita. Ini adalah salah satu alasan kita berkumpul di sini untuk membangun jaringan yang solid," ujarnya.
Melalui seminar dan workshop ini, Jessica berharap dapat membantu satu sama lain menghadirkan konten multimedia positif dan membangun jaringan untuk memerangi konten terorisme dan hoaks.
"Hari ini dan besok Anda akan menyadari bahwa jaringan Anda lebih besar dari yang Anda sadari," katanya.
Madrasah Digital didukung Kedubes Amerika Serikat mengadakan Seminar Peace Stories for Peace Islamic Society bertajuk 'Generating Positive Islamic Content In Internet Trough Millenial Generation To Eradicate Terorism Content' di Universitas Muhammadiyah Riau, Sabtu-Minggu, 23-24 Februari 2019.
Acara ini turut dihadiri oleh beberapa narasumber lain, yakni Dekan Fikom Universitas Muhammadiyah Riau (Umri) Jayus, penulis sekaligus akademisi Unkris Jakarta Abdullah Sumrahadi, redaktur Republika Muhammad Fakhruddin, dan broadcaster AnTV Reza Elrasi.
Dekan Fikom Umri Jayus mengatakan, sangat mendukung anak muda untuk menjadi konten kreator. "Bentuk dukungan tersebut sudah diimplementasikan Fikom Umri dengan membuat program Studi Hubungan Masyarakat," katanya.
Baca juga:
Jokowi Soal Fitnah Tak Ada Azan: Logikanya Tidak Masuk Tapi 9 Juta Orang Percaya
Bah Parjo Menghilang Usai Didatangi Tiga Perempuan Kampanye Hitam Jokowi
Mahfud MD Sebut Kampanye Hitam 3 Ibu-ibu Masuk Pidana Umum Karena Bukan Timses
Mengenal Bah Parjo, Pria Didatangi Trio Emak-Emak Penyebar Fitnah di Karawang
Keluarga Tersangka Kampanye Hitam Jokowi Minta Tanggung Jawab Prabowo-Sandi
Moeldoko Yakin Aksi Kampanye Hitam 3 Ibu-ibu ke Jokowi Terstruktur