Kopi Aroma di Banceuy, jual kopi tidak semata cari uang
"Saya tidak mau orang minum kopi menjadi kembung, atau sakit."
Aroma kopi yang begitu nikmat sungguh terasa saat baru menjajaki pintu masuk toko Kopi Aroma yang ada di Jalan Banceuy, Bandung. Saat mendekat dan mencari sumber aroma tersebut, ternyata kopi arabica dan robusta yang sungguh menggoda bagi siapa saja yang melintas.
Si pemilik yang merupakan generasi kedua, Widyapratama menyambut baik kedatangan merdeka.com. Pria yang akrab disapa Pak Widya ini tak sungkan mengajak ke tempat pengolahan bahkan gudang, dimana bahan dasar arabica dan robusta ditimbun.
Di sebuah tempat yang sama sekali tidak berubah sejak 1920 inilah yang menjadi sumber penikmat kopi di seluruh Indonesia. Bagaimana tidak proses alamiah yang masih dipegang, membuat penikmat kopi tidak mau berpaling dari setiap serbuk kopi aroma di tangan Pak Widya ini. Biji kopi di dapat dari hasil panen terbaik.
Untuk Arabica dia dapat di Aceh, Medan, dan Toraja. Sedangkan Robusta biji terbaik diambil di Jawa Barat, dan Jawa Tengah.
Untuk menghasilkan kopi berkualitas, Widya juga tidak mau main-main dalam mengelola. Mendapatkan biji terbaik, dia langsung jemur di bawah terik matahari selama dua jam. Setelah itu arabica disimpan selama delapan tahun, dan robusta lima tahun.
"Inilah yang membuat cita rasa berbeda, kita tidak mau membohongi, prinsipnya jujur. Kopi yang ditimbun akan menghasilkan kualitas terbaik yang mengurangi kadar asam hingga menyebabkan orang menjadi tidak akan kembung," kata Widya yang sesekali melihat kopi yang tengah digarang dalam tungku besi.
Penggarangan yang dilakukan disebuah benda bulat pabrikan Jerman tahun 1930 ini menjadikan kopi aroma berbeda.
"Kami menggiling selama dua jam, sedangkan alat sekarang sudah modern yang bisa dilakukan selama sepuluh menit. Itu pun masih menggunakan api, sedangkan proses penggarangan kami menggunakan arang," ungkap Widya.
Setelah penggarangan, dia pun memperlihatkan benda penggilingan yang diwaris orang tuanya sejak 1930. "Melalui alat ini, biji kopi bisa menjadi serbuk," ungkapnya dengan wajah yang berhambur serbuk kopi.
Pak Widya seperti ingin memperlihatkan bahwa kualitas kopi yang dibuatnya dengan rasa kecintaan, keahlian, kesederhanaan, kejujuran sehingga semua hanya untuk kepuasan konsumen.
"Saya menjual kopi bukan semata mencari uang saja, saya ingin apa yang saya perbuat bisa berguna buat orang banyak. Saya tidak mau orang minum kopi menjadi kembung, atau sakit," ujarnya. Prinsip yang telah ditanamkan orang tuanya Tan How Sian dan Tjia Kiok Keng adalah kejujuran.
Disinggung produksi berapa banyak dan omset, pria ramah tamah ini tak menjawabnya. Widya pun berdalih bahwa uang yang didapat diperoleh dengan cara baik dan dikeluarkan dengan baik juga. Ketimbang membicarakan uang dirinya lebih berminat menceritakan soal proses kopi yang dihasilkannya.
Artis, pejabat, diakui sering datang ke tokonya. Namun Widya tak membeda-bedakan orang. "Semua orang yang beli kesini kami perlakukan sama, saya cuma ingin orang bisa menikmati apa yang telah dirintis oleh orang tua saya," ungkapnya.
Pak Widya yang sehari-harinya mengajar di Fakultas Ekonomi Unpad itu ingin kopi yang ditawarkannya itu bukan sekadar kualitas, "Yang penting kami bisa hidup, dan apa yang didapat menjadi berguna dan barokah," tutur pria sederhana ini.