Korupsi dana hibah, eks Ketua PMI Kota Bandung divonis 4 tahun bui
Vonis itu lebih rendah dari tuntutan jaksa dari Kejaksaan Agung.
Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Jawa Barat menjatuhkan hukuman empat tahun penjara, kepada Nadi Sastrakusumah. Mantan Ketua Palang Merah Indonesia (PMI) Kota Bandung itu terbukti bersalah, karena telah mengkorupsi dana hibah Pemkot Bandung tahun anggaran 2007-2008, dengan modus membuat nota fiktif.
"Mengadili, menyatakan terdakwa bersalah dan menghukum dengan pidana empat tahun penjara, dan terbukti sebagaimana diatur dalam dakwaan primair," kata Ketua Majelis Hakim, Marudut Bakara, saat membacakan amar putusan, di Ruang I Pengadilan Negeri Tipikor Jabar, Senin (2/5).
Akibat perbuatan Nadi, negara mengalami kerugian Rp 1,8 miliar. Hakim menyatakan, perbuatan Nadi terbukti dalam dakwaan primair, yakni pasal 2 ayat 1 juncto pasal 18 ayat 1 Undang-Undang nomor 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 Kitab Undang Undang Hukum Pidana.
Vonis itu lebih rendah ketimbang dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Agung. Sebelumnya jaksa menuntut Nadi supaya dibui 7,5 tahun penjara.
Sebelum memvonis Nadi, hakim mempertimbangkan hal meringankan dan memberatkan. Untuk keadaan meringankan, Nadi mengakui perbuatannya, sudah lanjut usia, dan belum pernah dihukum.
"Sedangkan untuk memberatkan, terdakwa tidak berperan aktif mendukung program pemerintah dalam memberantas korupsi," ujar Hakim Marudut.
Atas putusan itu, baik jaksa maupun terdakwa menyatakan pikir-pikir. Nadi membikin nota fiktif buat pembangunan gedung PMI Kota Bandung dan Biaya Pengelolaan Pembangunan Daerah (BPPD). Total dana hibah didapatkan PMI Kota Bandung mencapai Rp 5 miliar, dan pembangunan gedung menghabiskan dana Rp 8 miliar.
Kemudian, Nadi menggunakan dana BPPD buat pribadi. Dari hasil audit BPKP pada Juli 2015, Nadi diduga telah menggunakan dana BPPD buat keperluan di luar operasional PMI sebesar Rp 313 juta. Sedangkan dalam pembangunan gedung, ditemukan selisih cukup besar.
Berdasarkan audit, ditemukan selisih pembelian besi mencapai Rp 432,7 juta, tidak digunakan sesuai peruntukan Rp 144,1 juta, dipakai buat keperluan eksternal Rp 546,6 juta, dan adanya nilai kontrak manajemen tidak sesuai aturan sebesar Rp 421,3 juta. Alhasil, jumlah total kerugian negara mencapai Rp 1,8 miliar.