KPI harap RUU Penyiaran segera diselesaikan
KPI harap RUU Penyiaran segera diselesaikan. Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat Agung Suprio berharap Revisi Undang-Undang (RUU) Penyiaran Nomor 32 Tahun 2002 bisa segera diselesaikan. Hal itu dilakukan untuk mencegah kerugian pada kualitas penyiaran Indonesia.
Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat Agung Suprio berharap Revisi Undang-Undang (RUU) Penyiaran Nomor 32 Tahun 2002 bisa segera diselesaikan. Hal itu dilakukan untuk mencegah kerugian pada kualitas penyiaran Indonesia.
"Kami berharap RUU Penyiaran segera diselesaikan jika berbicara penyiaran yang lebih berkualitas. Jangan sampai perdebatan merugikan kewenangan KPI, merugikan kualitas penyiaran," kata Agung dalam diskusi bertema RUU Penyiaran, Demokrasi dan Masa Depan Media di Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (21/10).
Agung menyadari bahwa pembahasan RUU ini masih mandek. Namun dia menyerahkan semua keputusan terkait pemilihan operator single mux (satu operator penyelenggara bagi seluruh stasiun televisi) ataupun multi mux (pihak swasta bisa mengelola infrastruktur penyiaran sendiri) pada DPR.
"KPI dalam posisi menyerahkan ke DPR, kalau single, konsekuensi dari misalnya televisi sudah membangun tower di 32 provinsi, maka harga sewa dikurangi. Multi atau single kekuatan KPI harus diperluas, kalau multi atau single condong ke penguatan pemilik modal sama saja," ungkapnya.
Selain itu, kata Agung, KPI juga harus memiliki aturan yang jelas terkait dengan single mux dan juga multi mux yang akan segera ditentukan oleh DPR. Namun, jika nanti ya DPR memilih single mux, KPI berharap pemerintah tidak dengan sengaja menutup konten siaran yang memberitakan hal negatif tentang pemerintah Indonesia.
"Memang dalam KPI itu harus dibuat semacam regulasi yang jelas, kalau single jangan sampai negara menutup siaran karena memberitakan negatif tentang pemerintah. Semakin banyak televisi dalam era digital maka demokrasi akan semakin berkualitas," ucapnya.
Sebelumnya, Agung mengatakan pembahasan RUU penyiaran ini alot di parlemen karena siapa pengelola multiplekser (mux) masih belum mencapai kata sepakat di DPR. Selain itu polemik antara single mux dan multi mux masih terus menjadi perdebatan yang membuat RUU ini tak kunjung rampung.
"Mandeknya di DPR karena satu hal, siapa pengelola mux di era digital ini. Ada pendapat single mux sudah seharusnya sebagaimana UUD1945 Pasal 33," katanya.