KPK akui ada fakta baru di kasus pencucian uang Nazaruddin
KPK akan membeberkan detail kasus ini pada awal Februari.
Kasus dugaan gratifikasi proyek-proyek PT Duta Graha Indah dan tindak pidana pencucian uang pembelian saham PT Garuda Indonesia disangkakan kepada mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin, mulai mengarah ke tahap lanjut. Komisi Pemberantasan Korupsi mengaku saat ini sudah menemukan fakta baru tentang dugaan keterlibatan pihak lain dalam perkara itu.
Hal itu diungkap oleh Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto kepada para pewarta hari ini di Gedung Ombudsman, Kamis (29/1). Tetapi dia masih merahasiakan perkembangan itu. "Dari hasil penyidikan ada beberapa temuan baru," kata Bambang.
Bambang hanya menjanjikan bakal mengungkap temuan baru itu akhir Januari atau awal Februari. "Mudah-mudahan di akhir bulan ini atau awal bulan depan ada keputusan mengenai itu," ujar Bambang.
Kabarnya, KPK mulai menelusuri keterlibatan mantan Direktur Utama PT Mandiri Sekuritas, Harry Supoyo, dalam kasus itu. Sebabnya adalah Nazaruddin membeli saham PT Garuda Indonesia seharga Rp 300,85 miliar melalui PT Mandiri Sekuritas. Herry disebut-sebut kecipratan Rp 850 juta karena membantu pembelian itu. Nazaruddin kabarnya bisa membeli saham Garuda melalui Mandiri Sekuritas karena bantuan rekannya sesama kader Partai Demokrat, Munadi Herlambang. Sebab saat itu, ayah Munadi, (Almarhum) Muchayat, menjadi Komisaris Bank Mandiri.
Nazaruddin diduga melakukan pencucian uang dengan membeli saham PT Garuda Indonesia menggunakan uang hasil tindak pidana korupsi terkait pemenangan PT Duta Graha Indah sebagai pelaksana proyek Wisma Atlet SEA Games pada 2011. Perusahaan itu kini berganti nama menjadi PT Nusa Bakti Engineering. Nazaruddin sebelumnya didakwa menerima suap terkait pemenangan PT DGI dalam proyek Wisma Atlet berupa cek senilai Rp 4,6 miliar.
Nama PT DGI muncul sejak pengungkapan kasus suap dan korupsi pembangunan proyek Pusat Pendidikan Pelatihan serta Sekolah Olahraga Nasional di Bukit Hambalang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, dan Wisma Atlet SEA Games XXVI Jakabaring, Palembang, Sumatera Selatan. Awalnya, Nazaruddin mengincar proyek Hambalang dan Wisma Atlet. Karena perusahaannya tidak mampu mengerjakan proyek, akhirnya suami Neneng Sri Wahyuni itu menggandeng PT Duta Graha Indah, sebagai salah satu kontraktor dikenal memiliki reputasi baik, dan bermitra dengan Grup Permai miliknya.
Cara Nazaruddin berusaha mendapatkan proyek itu adalah dengan menggelontorkan duit sogokan kepada Sekretaris Kementerian Pemuda dan Olahraga, Wafid Muharram, dan sejumlah anggota dewan. Tetapi, impian Nazaruddin meraup untung dari dua proyek itu kandas lantaran PT DGI cuma kebagian menggarap Wisma Atlet.
Amis rasuah itu terungkap saat tim penyidik KPK menangkap Wafid Muharram usai menerima suap dari staf Pemasaran Grup Permai, Mindo Rosalina Manulang, dan Direktur Pemasaran PT Duta Graha Indah, Muhammad El Idris.
Indikasi tindak pidana pencucian uang oleh Nazaruddin ini terungkap dalam persidangan kasus dugaan suap wisma atlet. Hal itu dipaparkan oleh mantan Wakil Direktur Keuangan Grup Permai, Yulianis, saat bersaksi dalam persidangan Nazaruddin. Dia menyatakan Grup Permai memborong saham PT Garuda Indonesia senilai total Rp 300,8 miliar pada 2010. Pembelian saham perdana PT Garuda Indonesia itu dilakukan oleh lima perusahaan yang merupakan anak perusahaan Grup Permai.
Atas kasus itu, Nazaruddin disangka melanggar pasal 3 atau pasal 4 juncto pasal 6 Undang-Undang nomor 8 tahun 2010 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.