KPK makin gencar ungkap pertemuan DPRD DKI dengan bos Sedayu Group
Para staf anggota DPRD DKI pun turut dihadirkan KPK untuk dimintai keterangannya
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) gencar memanggil sejumlah anggota DPRD DKI Jakarta guna mendalami pertemuan dengan pengembang yang menggarap proyek reklamasi Jakarta. Para staf anggota DPRD DKI pun turut dihadirkan untuk dimintai keterangannya sebagai saksi.
"Dikonfirmasi tentang informasi yang dimiliki terkait dengan pertemuan-pertemuan antara DPRD DKI dengan sejumlah pengusaha properti," ujar Yuyuk, Kamis (9/6).
Pemeriksaan anggota DPRD DKI Jakarta yang diagendakan dimintai keterangannya adalah Prasetyo Edi Marsudi, Achmad Zairofi, Selamat Nurdin, dan Heru staf pribadi anggota DPRD DKI Jakarta Inggard Joshua. Keempat saksi tersebut sekiranya akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka penerima Mohamad Sanusi yang sebelumnya menjabat sebagai ketua komisi D DPRD DKI sekaligus anggota Badan Legislasi Daerah (Balegda).
Diketahui pada awal tahun beberapa anggota DPRD DKI Jakarta seperti Mohamad Taufik, Mohamad Sangaji, Mohamad Sanusi, Prasetyo Edi Marsudi melakukan pertemuan di kediaman CEO Agung Sedayu Group, Sugianto Kusuma alias Aguan. Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land Ariesman Widjaja pun hadir dalam pertemuan tersebut.
Diduga kuat dalam pertemuan tersebut membahas soal kontribusi yang semestinya dibayar oleh para pengembang ke Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Hal ini lantaran Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama, Ahok, bersikeras menetapkan kewajiban kontribusi tambahan pengembang sebesar 15 persen, sedangkan pengembang menginginkan 5 persen saja.
Hal inilah yang masih didalami oleh penyidik KPK terkait pertemuan tersebut. Sanusi sendiri merupakan tersangka hasil operasi tangkap tangan KPK pada Kamis (31/3) di sebuah pusat perbelanjaan Jakarta Selatan. Dengan barang bukti uang pecahan 1.000 USD sebanyak 80 lembar dan 100 ribu USD sebanyak 11.400 lembar. Transaksi tersebut merupakan kali kedua setelah pemberian pertama pada 28 Maret sebesar Rp 1 Miliar.
Sanusi pun disangkakan melanggar pasal 12 a atau pasal 12 b atau pasal 11 UU Tipikor No 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU No 20 Tahun 2001 jo Pasal 64 (1) KUHP.