KPK minta BPKP hitung kerugian dari korupsi tambang Gubernur Sultra
KPK juga menelisik perusahaan tambang apa saja yang telah diterbitkan SK atas izin penambangan di wilayah Sultra.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) belum memastikan berapa kisaran kerugian negara atas perbuatan tindak pidana korupsi Gubernur Sulawesi Tenggara, Nur Alam terkait penerbitan Surat Keputusan perizinan pencadangan tambang. Guna menaksir kerugian negara KPK pun telah meminta bantuan kalkulasi kepada Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
"Penyidik sedang meminta ahli ke BPKP untuk lakukan perhitungan," ujar Kepala Bagian Pemberitaan dan Informasi KPK, Priharsa Nugraha, Selasa (30/8).
KPK juga menelisik perusahaan tambang apa saja yang telah diterbitkan SK atas izin penambangan di wilayah Sulawesi Tenggara oleh Nur Alam. Pasalnya, selain PT Anugrah Harisma Barakah yang diterbitkan SK atas izin penambangannya, KPK juga mendalami lebih jauh lagi terhadap PT Billy Indonesia, perusahaan tambang yang melakukan penambangan nikel di Bombana, Sulawesi Tenggara.
Seperti diketahui, Nur Alam Gubernur Sulawesi Tenggara sekaligus kader PAN itu ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK atas dugaan penyalahgunaan wewenang dalam menerbitkan SK perizinan pencadangan tambang terhadap PT Anugrah Harisma Barakah. Perusahaan tambang tersebut melakukan penambangan nikel di dua kabupaten, Buton dan Bombana.
Atas penerbitan SK tersebut Nur Alam disinyalir telah menerima puluhan miliar rupiah sebagai timbal balik. Penerbitan SK diketahui sudah lama, sejak tahun 2009.
Akibat perbuatannya Nur Alam disangkakan melanggar Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.