KPK sebut DPR tak kompeten untuk revisi KUHP
"Adakah ahli hukum di DPR, atau sebutkan 10 nama ahli hukum yang kompeten di DPR? Kalau nggak ada 3 nama saja?" ujar BW.
Wakil ketua KPK Bambang Widjojanto menilai pembahasan RUU KUHP sebaiknya ditunda terlebih dahulu. Hal tersebut disampaikannya saat menjadi pembicara dalam diskusi 'Prospek Politik Hukum Pemberantasan Korupsi Pasca Pemilu 2014' di Balai Senat UGM, Rabu (20/08).
Menurutnya banyak faktor yang harus dipertimbangkan sebelum membahas RUU KUHP. Salah satunya soal pemahaman dan kemampuan DPR RI untuk membahas RUU KUHP.
"Saya tanya, adakah ahli hukum di DPR, atau sebutkan sepuluh nama ahli hukum yang kompeten di DPR? Kalau nggak ada tiga nama saja?" kata Bambang dalam forum diskusi.
Selain itu, semangat perubahan UU KUHP warisan kolonial menjadi KUHP karya bangsa sendiri juga menjadi pertanyaan. Dari penelusuran Bambang, dia menemukan referensi daftar pustaka RUU KUHP diambil dari buku abad 17.
"Semangatnya kita mau membuat KUHP sendiri, meninggalkan warisan kolonial. Tapi kalau lihat daftar pustaka buku abad 17 masih dijadikan rujukan. Buku di atas 2005 hanya sepuluh biji. Rujukannya kolonial apanya yang membebaskan dari warisan kolonial?" sambungnya.
Menanggapi hal tersebut, guru besar hukum pidana UGM, Edwar OS Hiariej menegaskan seharusnya RUU KUHP dibuatkan komisi khusus untuk membahasnya. Komisi tersebut nantinya berisi akademisi-akademisi bukan politisi.
"Sebaiknya dibuat komisi sendiri, nanti bisa dari MPR yang isinya adalah akademisi, ahli hukum, jangan diisi politisi, karena nanti yang kita takutkan akan muncul, yaitu transaksi," ujarnya.
Dia menambahkan secara tata negara, komisi khusus untuk membahas RUU KUHP dimungkinkan untuk dibentuk.
"Belanda, dulu butuh 70 tahun untuk membuat undang-undang sendiri, kita ini merdeka baru 69 tahun, RUU ini dibahas baru kemarin-kemarin. Nah komisi itu secara tata negara dimungkinkan untuk dibentuk," tambahnya.