KPU minta poin-poin ini jadi prioritas revisi UU Pilkada
Persoalan dana dan hingga fasilitas bisa menjadi faktor utama tidak maksimalnya pilkada.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) berharap revisi Undang-undang nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) bisa rampung dalam waktu dekat. Mengingat Pilkada serentak gelombang kedua akan berlangsung pada 5 Februari 2017.
Komisioner KPU Hadar Nafiz Gumay mengatakan, dalam revisi UU Nomor 8 Tahun 2015 ada beberapa poin yang harus diprioritaskan untuk mengefektifkan terlaksananya pilkada. Berkaca dari Pilkada sebelumnya, persoalan dana dan hingga fasilitas bisa menjadi faktor utama tidak maksimalnya pilkada.
"Ada beberapa, misalnya terkait pendanaan. Itu kami sangat berharap dana (dicairkan) jauh waktu sejak awal, jangan dana itu bertahap-tahap dan kemudian yang sudah bertahap itu pun masih ditunda-tunda," kata Hadar usai Launching Penetapan Hari dan Tanggal Pelaksanaan Pilkada 2017 di Hotel Aryaduta, Tugu Tani, Jakarta, Senin (15/2).
Hadar mengambil contoh Pilkada Manado yang akan berlangsung pada 17 Februari 2016 besok. Hingga saat ini, Naskah Hibah Perjanjian Daerah (NHPD) belum menggelontorkan dana kepada KPU untuk penyelenggaraan Pilkada tersebut.
"Melaksanakan Rabu 2 hari lagi, itu pendanaan belum jelas padahal dijanjikan akan beres. Terkiat itu NPHDd segera turunkan dana tepat waktu sesuai yang kami butuhkan, kalau tidak kan tidak bisa dilaksanakan," lanjut Hadar.
Selain pendanaan, Hadar menegaskan kendala berikutnya yaitu terkait sengketa pencalonan. Hadar mengaku KPU cukup kewalahan dengan sengketa tersebut.
"Itu kami cukup repot karena ada sejumlah sengketa-sengketa yang masih bisa berjalan terus padahal seharusnya sudah stop, udah final. Sehingga ada beberapa daerah yang pilkadanya harus ditunda dan jadi pilkada susulan," papar dia.
Lebih lanjut, kata Hadar terkait Daftar Pemilih Tetap (DPT). DPT dianggap terlalu bercabang dan terlalu kaku sehingga KPU harus kerja lebih ekstra untuk melakukan pengecekan kebenarannya.
"Kami berpandangan bahwa DPTb 1 penyusunannya juga sangat pendek akhirnya jumlahnya kalau terjaring tidak banyak. Kami berpandangan dijadikan satu saja dengan DPTb 2 yang memang bisa memilih langsung di hari pelaksanaan," jelasnya.
Masih terkait DPT, Hadar berharap pemerintah memberikan data perubahan dari data sebelumnya. Jadi pemerintah tidak perlu memberikan data keseluruhan pemilih pada tahun-tahun sebelumnya.
Kendala yang terakhir yaitu, pelayanan pemilih yang tengah mengalami gangguan kesehatan sehingga harus dirawat di rumah sakit. Tim pelaksana pilkada terpaksa harus mencari cara agar pasien tersebut menggunakan hak pilihnya. Tentu ini membutuhkan teknis di luar rencana.
"Kami tidak bisa membangun Tempat Pemungutan Suara (TPS) sendiri karena pengaturannya tidak ada. Selalu saja kami berusaha keras tapi selalu tidak sanggup untuk melayani semua pasien-pasien di rumah sakit. Oleh karena itu, kami ingin sekali ada pengaturan kami bisa membuat TPS2 secara khusus," tutup dia.