Limbah batik dominasi pencemaran sungai di Solo
Merujuk hasil kajian, jelas dia, Kali Pepe, Kali Anyar dan Gajahputih masuk dalam kategori klasifikasi kelas III pencemaran air sungai. Kendati tercemar limbah namun masih dapat dimanfaatkan untuk pertanian dan perikanan.
Limbah industri batik masih mendominasi pencemaran sejumlah sungai di Kota Solo. Buangan limbah industri batik melebihi ambang batas baku mutu ditemukan di sungai Premulung dan Jenes Laweyan. Pencemaran di kedua sungai itu bahkan masuk kategori pencemaran berat.
Kepala Bidang (Kabid) Pengendalian dan Pengelolaan Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Luluk Nurhayati mengatakan, pencemaran lingkungan akibat limbah industri batik semakin mengkhawatirkan. Bahkan sudah menyebabkan kondisi anak sungai Bengawan Solo tersebut tercemar logam berat.
"Sesuai kajian daya dukung dan daya tampung sungai yang dilakukan DLH, pencemaran air kedua sungai sudah melebihi ambang batas," ujar Luluk, Senin (2/10).
Dia mengungkapkan, pihaknya rutin melakukan uji laboratorium kualitas air sungai di Solo. Menurutnya, paling tidak digunakan 7 komponen parameter untuk menilai kondisi air. Diantaranya mengukur kadar biological oxygen demand (BOD), chemical oxygen demand (COD), kandungan logam berat, warna, bau, dan rasa, seng dan lainnya.
Menurut Luluk, perilaku warga dan masih adanya industri rumah tangga yang membuang limbah langsung ke sungai, membuat kondisi air di sekitar sungai buruk.
"Memang penyumbang terbesar pencemaran sungai adalah limbah batik serta rumah tangga," katanya.
Merujuk hasil kajian, jelas dia, Kali Pepe, Kali Anyar dan Gajahputih masuk dalam kategori klasifikasi kelas III pencemaran air sungai. Kendati tercemar limbah namun masih dapat dimanfaatkan untuk pertanian dan perikanan.
Sementara dua sungai yang kondisinya tercemar logam berat, yakni Sungai Premulung dan Jenes. Air di dua sungai tersebut tidak layak untuk pengairan pertanian ataupun perikanan.
"Kandungan zat kimia yang disebabkan dari limbah batik di dua sungai itu sudah terlampau tinggi, sudah masuk kategori kelas empat. Jadi tidak layak untuk pertanian dan perikanan," jelasnya.
Penanganan pencemaran sungai dikerjakan bersama dengan daerah lain di sekitar Solo. Diantaranya Pemkot telah membangun instalasi pengolahan air limbah (IPAL) komunal.
Anggota Staf Seksi Pengendalian Pencemaran Edi Suparmanto menambahkan, keberadaan IPAL tidak mampu menampung limbah dari seluruh perajin batik.
"IPAL komunal kita terbatas, di Laweyan misalnya hanya mampu menampung sembilan pelaku usaha dari 25-an mikro kecil dan menengah (UMKM)," katanya.
Sedangkan di Sondakan, dari sekitar 10 UMKM hanya 6 yang limbahnya dikelola IPAL tersebut. Pemkot Solo berencana membangun IPAL komunal di Pasar Kliwon, namun sampai saat ini masih terkendala lahan.