Luhut tegaskan Indonesia tak akui klaim China di Laut China Selatan
Sengketa Laut China Selatan akan diputuskan pada Mahkamah Arbitrase Internasional yang akan digelar bulan depan.
Menko Polhukam Luhut Binsar Panjaitan menegaskan pemerintah tidak mengakui nine dashed line atau garis putus-putus menunjukkan klaim China terkait wilayah traditional fishing area nelayannya. Pernyataan ini terkait sengketa Laut China Selatan.
"Kita tidak akui nine Dash Line itu," kata Luhut di DPP Perindo, Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat, Senin (13/6).
Luhut juga memastikan pemerintah mengupayakan adanya kebebasan bernavigasi di kawasan yang dianggap sebagai area pencarian ikan tradisional oleh China. "(Kita) tidak mau power projection di situ. Kita juga harus ada freedom of navigation," ucap dia.
Sengketa Laut China Selatan akan diputuskan pada Mahkamah Arbitrase Internasional yang akan digelar di Den Haag, Belanda bulan depan. Filipina mengajukan tuntutan ini setelah ada wilayahnya yang diklaim Beijing. Indonesia sebagai bagian dari ASEAN menyatakan sikap untuk mendukung putusan Arbitrase International tersebut.
Pada nine dashed line Indonesia memang tidak terlibat langsung. Namun, jelas Indonesia tidak tinggal diam seiring ditemukannya banyak nelayan China kepergok menangkap ikan wilayah di Natuna.
"Menurut saya indikasi pertama ketika diproses memang ada protes pemerintah China dan bilang nelayan mereka berhak melaut di sana karena masih di wilayah tradisional mereka," kata Hikmahanto Juwana, Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia dalam Seminar Nasional tentang klaim 9 dashed line China di Jakarta.
Hikmahanto juga melihat adanya tumpang tindih di sembilan garis tersebut. "Ini menunjukkan seolah-olah ada tumpang tindih 9 garis itu dengan ZEE kita, ada peta yang menandakan tempat-tempat yang boleh dipancing ikannya. Natuna masuk ke dalam, ini yang jadi masalah dengan kita," tuturnya.
Menurutnya, masalah ini bisa diselesaikan dengan menunggu Arbitrase Internasional, sebagai langkah yang bisa diambil oleh pemerintah.
"Pemerintah harus menunggu putusan Abritase Internasional dari Filipina. Ini akan berdampak pada Indonesia. Pemerintah harus tegas terhadap ZEE di Natuna, ini bukan masalah kedaulatan, namun lebih kepada hak berdaulat yang bermasalah," pungkasnya.