Mahfud MD: Kalau MK Putuskan UU Cipta Kerja Salah, Nanti Ada Legislative Review
Menko Polhukam Mahfud MD mengatakan, pemerintah akan bicara dengan DPR terkait kesalahan redaksional dalam UU Cipta Kerja. Menurut Mahfud, jika hanya kesalahan pengetikan, bisa diperbaiki.
Menko Polhukam Mahfud MD mengatakan, pemerintah akan bicara dengan DPR terkait kesalahan redaksional dalam UU Cipta Kerja. Menurut Mahfud, jika hanya kesalahan pengetikan, bisa diperbaiki.
"Yang sifatnya clerical itu nanti diselesaikan jalurnya kita akan bicara dengan DPR RI kenapa yang dikirim seperti itu? Mana dokumen yang benar? Lalu nanti bisa diselesaikan Mahkamah Konstitusi itu kalau yang clerical," kata Mahfud dalam siaran YouTube, Kamis (5/10).
-
Siapa yang membantah pernyataan Mahfud MD? Hal ini pun dibantah langsung oleh Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Hadi Tjahjanto.
-
Kapan Mahfud MD menerima Gubernur Rusdy Mastura di kantornya? Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD menerima Gubernur Sulteng Rusdy Mastura di Kantor Menko Polhukam RI, Selasa (22/8).
-
Siapa yang mengonfirmasi soal kabar pengunduran diri Mahfud MD? Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia mengaku belum mendapatkan informasi resmi terkait hal tersebut. Namun, dia mengaku mendengar kabar burung soal pengunduran diri Mahfud MD.
-
Kapan Mahfud MD melanjutkan kampanye di Semarang? Cawapres Mahfud MD melanjutkan kampanye di Semarang, Jawa Tengah, Selasa 23 Januari 2024.
-
Apa pesan Mahfud MD kepada Pangdam, Bupati, dan Wali Kota? Untuk itu Mahfud berpesan kepada Pangdam, Bupati, Wali Kota agar tidak menjemput dan menjamunya setiap ke daerah.
-
Bagaimana Mahfud MD ingin menularkan ketegasannya? Justru saya akan semakin tegas dan membuat jaringan-jaringan agar ketegasan itu akan menular ke birokrasi di mana saya memimpin. Itu saja sebenarnya,” pungkas Mahfud MD.
Mengenai masalah substansi perlu gugatan ke Mahkamah Konstitusi. Jika diputuskan bersalah bisa dilakukan legislative review.
"Kalau MK memutuskan sesuatu ini salah, kita nanti ada legislative reviewnya, tidak menutup kemungkinan untuk legislative review, perubahan UU untuk pasal-pasal tertentu sesudah nanti MK memutuskan tentang apa yang harus diubah," kata mantan Ketua MK ini.
Sebelumnya Ketua Baleg DPR RI Supratman Andi Agtas mengatakan kesalahan redaksional UU Cipta Kerja bisa diperbaiki. DPR dan pemerintah perlu koordinasi.
"Kalau hanya perbaikan redaksional, saya sependapat dengan Prof Yusril. Bahwa itu sebenarnya tidak apa-apa langsung koordinasi saja antara pemerintah dan DPR untuk memperbaiki pasal rujukan," ujar Supratman kepada wartawan, Rabu (4/10).
Murni Kesalahan
Supratman mengatakan, perbaikan tersebut dapat dilakukan karena tidak mengubah substansi. Menurut politikus Gerindra itu, kesalahan redaksional tersebut sepenuhnya kesalahan pengetikan.
"Itu murni hanya karena kesalahan, karena dulunya ada redundan. Itu murni kesalahan tim dapur," kata Supratman.
Berikut kesalahan redaksional yang ditemukan dalam UU Cipta Kerja.
Pertama, pada halaman 6 rumusan Pasal 6 yang salah merujuk Pasal 5 ayat (1) huruf a. Padahal Pasal 5 tidak memiliki ayat.
Bunyi pasal 6 UU Cipta dalam UU Cipta Kerja:
Peningkatan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a meliputi:
a. penerapan Perizinan Berusaha berbasis risiko;
b. penyederhanaan persyaratan dasar Perizinan Berusaha;
c. penyederhanaan Perizinan Berusaha sektor; dan
d. penyederhanaan persyaratan investasi
Bunyi pasal 5 yang dirujuk:
Ruang lingkup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 meliputi bidang hukum yang diatur dalam undang-undang terkait.
Tidak ada ayat 1 dalam Pasal 5 di UU Cipta Kerja.
Kedua, pasal 53 ayat (5) tertulis merujuk ayat (3). Seharusnya dalam ayat tersebut merujuk pada ayat (4).
Pasal 53
(1) Batas waktu kewajiban untuk menetapkan dan/atau melakukan Keputusan dan/atau Tindakan diberikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Jika ketentuan peraturan perundang-undangan tidak menentukan batas waktu kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan wajib menetapkan dan/atau melakukan Keputusan dan/atau Tindakan dalam waktu paling lama 5 (lima) hari kerja setelah permohonan diterima secara lengkap oleh Badan dan/ atau Pejabat Pemerintahan.
(3) Dalam hal permohonan diproses melalui sistem elektronik dan seluruh persyaratan dalam sistem elektronik telah terpenuhi, sistem elektronik menetapkan Keputusan dan/atau Tindakan sebagai Keputusan atau Tindakan Badan atau Pejabat Pemerintahan yang berwenang.
(4) Apabila dalam batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2)', Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan tidak menetapkan dan/atau melakukan Keputusan dan/atau Tindakan, permohonan dianggap dikabulkan secara hukum.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk penetapan Keputusan dan/atau Tindakan yang dianggap dikabulkan secara hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam Peraturan Presiden.
(mdk/rnd)