Mahfud Minta Polri Periksa Penyidik Kasus Pemerkosaan Pegawai Kemenkop UKM
Ada dua alasan Mahfud MD sehingga meminta penyidik kasus pemerkosaan pegawai Kemenkop UKM diperiksa.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD meminta Polri memeriksa personel penyidik Polresta Bogor yang menangani perkara kekerasan seksual dialami pegawai Kementerian Koperasi, Usaha Kecil, dan menengah (Kemenkop UKM). Permintaan ini berdasarkan hasil Rapat Koordinasi (Rakor) Kemenko Polhukam.
"Rakor tadi meminta Divisi Propam Polri untuk melakukan pemeriksaan terhadap penyidik Polresta Bogor yang menangani perkara ini yang sejak awal sangat tidak profesional," kata Mahfud dalam video pernyataan pers yang dirilis Rabu (18/1) malam.
-
Mengapa Mahfud MD dikabarkan mundur dari Menko Polhukam? Dia menilai, mundurnya Mahfud dari kabinet lantaran ingin fokus berkampanye dan mengikuti kontestasi di Pilpres 2024.
-
Apa yang dilakukan Mahfud Md selama menjadi Menko Polhukam? Selama menjabat sebagai Menko Polhukam, ada sejumlah gebrakan yang pernah dilakukan oleh Mahfud Md. Salah satunya, Menko Polhukam Mahfud Md membentuk tim gabungan pencari fakta (TGPF) untuk mengusut kasus Intan Jaya, Papua yang menewaskan empat orang, yakni warga sipil dan pendeta serta dua anggota TNI.
-
Apa alasan Mahfud Md memutuskan untuk mundur dari jabatan Menko Polhukam? Hari ini saya sudah membawa surat untuk presiden, untuk disampaikan ke presiden langsung tentang masa depan politik saya, yang belakangan ini menjadi perbincangan publik. Dan surat ini akan disampaikan begitu saya mendapat jadwal ketemu presiden. Tapi saya bawa terus karena memang surat ini begitu saya diberi waktu langsung saya ketemu langsung saya sampaikan surat ini," kata Mahfud dalam pernyataannya di Lampung, Rabu.
-
Siapa yang membantah pernyataan Mahfud MD? Hal ini pun dibantah langsung oleh Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Hadi Tjahjanto.
-
Apa pesan Mahfud MD kepada Pangdam, Bupati, dan Wali Kota? Untuk itu Mahfud berpesan kepada Pangdam, Bupati, Wali Kota agar tidak menjemput dan menjamunya setiap ke daerah.
-
Siapa yang mengonfirmasi soal kabar pengunduran diri Mahfud MD? Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia mengaku belum mendapatkan informasi resmi terkait hal tersebut. Namun, dia mengaku mendengar kabar burung soal pengunduran diri Mahfud MD.
Mahfud menjelaskan setidaknya ada dua alasan mengapa Rakor Kemenko Polhukam meminta pemeriksaan terhadap penyidik Polresta Bogor tersebut. Pertama karena telah mengeluarkan surat penghentian penyelidikan perkara (SP3) dengan dua surat yang berbeda ke alamat berbeda disertai alasan berbeda.
"Surat pemberitahuan SP3 kepada jaksa menyatakan perkara di-SP3 karena restorative justice, tetapi surat pemberitahuan kepada korban menyatakan SP3 dikeluarkan karena tidak cukup bukti. Satu kasus yang sama diberi alasan yang berbeda kepada pihak yang berbeda," katanya.
Padahal, lanjut Mahfud, pernyataan bahwa restorative justice atau keadilan restoratif telah dilaksanakan sekalipun sudah menyalahi aturan yang berlaku saat kasus terjadi, yakni Peraturan Kapolri Nomor 6 Tahun 2019.
"Menurut Peraturan Kapolri Nomor 6 Tahun 2019, yakni di dalam pasal 12 yang berlaku ketika kasus ini diproses bahwa kasus-kasus yang bisa diberi restorative justice adalah kasus yang kalau diberi restorative justice tidak menimbulkan kehebohan, tidak meresahkan di tengah-tengah masyarakat, dan tidak mendapat penolakan dari masyarakat. Syarat ini tidak dipenuhi," jelas Mahfud.
Alasan kedua, penyidik memberikan keterangan di Pengadilan Negeri (PN) Kota Bogor bahwa pencabutan SP3 berdasarkan hasil rakor di Kemenko Polhukam. Padahal, rakor Kemenko Polhukam hanya menyamakan persepsi penanganan perkara yang salah.
"Sedangkan projustitia-nya dibicarakan melalui gelar perkara internal di Polresta Bogor itu dilakukan," katanya.
Mahfud mengaku bahwa Kemenko Polhukam mendapatkan informasi proses di internal Polresta Bogor untuk melaksanakan keputusan rakor tersebut sudah dilakukan.
"Sehingga pencabutan SP3 itu tidak langsung karena ada keputusan rakor di Kemenko Polhukam melainkan hasil rakor itu sudah dituangkan di dalam proses-proses yang formal di internal Polresta Bogor," ujar Mahfud.
Minta Kasus Diproses Lagi
Mahfud sebelumnya menyatakan Rakor Kemenko Polhukam menghormati putusan Hakim PN Kota Bogor yang menerima gugatan tiga dari empat tersangka kasus kekerasan seksual terhadap pegawai Kemenkop UKM tersebut.
Meski demikian, kata dia, pihaknya mendorong agar proses perkara yang disangkakan dengan Pasal 286 KUHP tetap dilanjutkan karena asas 'Ne Bis In Idem' tidak bisa dianggap berlaku lantaran pokok perkara utama belum mendapat putusan.
Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Bogor menerima gugatan dan mengabulkan permohonan praperadilan yang diajukan tiga orang tersangka kasus kekerasan seksual pegawai perempuan Kemenkop UKM.
Gugatan praperadilan yang terdaftar dalam Sistem Informasi Penanganan Pengadilan (SIPP) Negeri Kota Bogor dengan Nomor Perkara 5/Pid.Pra/2022/PN Bgr dan putusannya ditetapkan pada Kamis (12/1). Dengan putusan tersebut, maka status tersangka kasus kekerasan seksual terhadap ketiganya menjadi gugur.
Kasus kekerasan seksual terhadap pegawai perempuan Kemenkop UKM berinisial ND oleh empat rekan kerjanya terjadi pada 6 Desember 2019 yang sempat diusut Polresta Bogor tapi terhenti sebelum hasil penyidikan dinyatakan lengkap atau P21. Kondisi ini terjadi setelah keluarga pelaku yang merupakan pejabat Kemenkop UKM mendatangi orang tua korban meminta berdamai, menikahkan korban dengan salah satu pelaku, dan mencabut laporan.
Akan tetapi kasus kembali mengemuka setelah pelaku yang dinikahkan dengan korban NB meminta bercerai dan menjadi viral hingga mendapat perhatian dari Kemenko Polhukam.
Kemenko Polhukam kemudian menggelar rapat bersama Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Kabareskrim Komjen Pol. Agus Andrianto, Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), kejaksaan, dan Kemenkop UKM.
Hasil rapat tersebut berujung kepada keputusan Polresta Bogor mencabut SP3 kasus yang belakangan digugat melalui praperadilan oleh tiga dari empat orang tersangka.
(mdk/tin)