Mahfud Nilai Kalau Kementerian Ditambah Area Korupsi Makin Banyak
Dia mengingatkan, saat ini dengan jumlah 34 kementerian, hampir tidak ada kementerian yang tidak memiliki kasus korupsi.
Dia menilai wajar jika masyarakat sipil mulai banyak menyuarakan penolakan
Mahfud Nilai Kalau Kementerian Ditambah Area Korupsi Makin Banyak
- Galaknya Mahfud Kirim Dua Jenderal & Telepon Dua Menteri Babat Habis Mafia Tambang
- Mahfud Nilai Wajar MK Tolak Permohonan, Tetap Panggil 4 Menteri
- Mahfud: Kalau Korupsi Tambang Diberantas, Setiap Rakyat Bisa Dapat Rp20 Juta per Bulan
- Mahfud MD Jelaskan Pernyataan 'Banyak Suami Terjerat Korupsi Gara-Gara Tuntutan Istri'
Mantan Menko Polhukam Mahfud MD menilai, area-area korupsi akan semakin bertambah seiring bertambahnya jumlah kementerian-kementerian di Indonesia.
Sebab, dia mengingatkan, saat ini dengan jumlah 34 kementerian, hampir tidak ada kementerian yang tidak memiliki kasus korupsi.
"Hampir semua kementerian itu punya kasus korupsi, sehingga kalau ditambah lagi, bertambah lagi area korupsi karena kementerian itu ada anggarannya, ada pejabatnya," kata Mahfud, dalam keterangan resmi, Rabu (22/5).
Menurutnya, kehadiran inspektorat jenderal atau irjen di kementerian-kementerian selama ini terbukti tidak memberikan dampak berarti mencegah korupsi.
Tidak terkecuali, lembaga-lembaga yang disebut Badan Pengawas Keuangan (BPK) sudah Wajar Tanpa Pengecualian.
"Itu lembaga-lembaga yang kata BPK sudah WTP, itu justru korupsinya di lembaga-lembaga WTP itu, pemberi WTP-pun sekarang masuk," ujar Mahfud.
Oleh sebab itu, dia menilai wajar jika masyarakat sipil mulai banyak menyuarakan penolakan terhadap penambahan jumlah kementerian menjadi 40 maupun Rancangan UU Kementerian Negara.
"Tapi, ini dicatat saja bahwa area korupsi akan semakin banyak karena hampir tidak ada kementerian yang tidak ada korupsinya," kata Mahfud.
Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) periode 2008-2013 itu melihat, momentum revisi UU Kementerian Negara turut memancing kecurigaan kalau ini hanya untuk bagi-bagi kue politik sesuai pemenangan kontestasi politik. Apalagi, banyak kementerian-kementerian yang sebenarnya malah bisa dijadikan satu.
Dulu, dia mengingatkan, ketika belum ada UU Kementerian Negara pada zaman Presiden Soeharto, ada kementerian-kementerian yang digabung dalam rangka efisiensi. Sesudah reformasi, Mahfud menerangkan, memang mulai terbuka kecenderungan untuk membuat kementerian-kementerian baru.
Selain itu, Presiden Gus Dur pernah pula membubarkan Kementerian Sosial maupun Kementerian Penerangan (dulu disebut Departemen Sosial dan Departemen Penerangan). Setelah itu, timbul pemikiran agar kementerian tidak mudah dimekarkan atau dibubarkan, sehingga dibuat Undang-Undang (UU).
UU Dibuat sesudah dianalisis panjang. Hasilnya, ada menteri yang tetap dengan nomenklatur, ada menteri yang disebut hanya substansinya, nama kementerian terserah Presiden, ada menteri yang dibentuk boleh dan tidak dibentuk boleh seperti kemenko, tapi dari keseluruhan itu jumlahnya 34.
"Itu sudah dimaksimalkan. Sekarang, mau jadi 40, saya khawatir nanti Pemilu 2029 karena dukungan juga sudah semakin bervariasi dan semuanya merasa berperan tambah lagi menterinya jadi 45, besok jadi 50 dan seterusnya, tinggal mengubah Undang-Undang," ujar Mahfud.
Dia menyebut, ada kementerian-kementerian yang bisa digabung, lalu diperkuat dirjen-dirjen yang ada. Misalnya, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional.
Selama ini, dia menekankan, banyak persoalan-persoalan agraria yang tidak bisa diselesaikan karena masing-masing menteri memiliki peraturan sendiri.
Padahal, Mahfud menilai, lebih mudah jika kementerian-kementerian itu dijadikan satu, diperkuat dirjennya, sehingga lebih mudah mengambil keputusan.
"Itu teorinya mudah karena dalam ilmu agraria itu ada teori, dulu pernah dikembangkan di tahun 80an saat kita ramai-ramai mengalami soal hukum agraria. Agraria itu mencakup tanah benda-benda di bawah tanah, air dan tanah yang ada di bawah air serta udara yang ada di atasnya, itu bisa diatur dalam satu kelompok pengaduan, sekarang dipisah pisah banyak sekali," imbuh Mahfud.