Masih satu keluarga, 7 penjudi di Aceh dihukum cambuk
Mereka melanggar Qanun Nomor 13 Tahun 2003 tentang Maisir.
Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Aceh Besar mengeksekusi 7 pelaku judi, Jumat (5/12) di halaman Masjid Al Munawarah, kota Jantho. Pelaksanaan eksekusi berlangsung di tempat umum setelah usai pelaksanaan salat Jumat.
Terpidana judi yang dicambuk tersebut mendapatkan hukuman cambuk antara 6 sampai 9 kali setelah dikurangi masa tahanan masing-masing satu kali. Mereka melanggar Qanun Nomor 13 Tahun 2003 tentang Maisir.
Ketujuh terpidana penjudi yang dihukum cambuk itu adalah Bukhari dihukum cambuk 8 kali, Zamzami, Nasrul, Marzuki, Wahyudi dan Putra Ardiansyah mereka masing-masing dicambuk sebanyak 5 kali.
Kepala Dinas Syariat Islam (DSI) Kabupaten Aceh Besar, T Hasbi mengatakan, perjudian bukan peradaban umat muslim. Karena perjudian perbuatan ria dan hanya bersenang-senang yang banyak mudaratnya sehingga Islam sangat melarang perbuatan itu.
"Perjudian itu perbuatan bersenang-senang, dapat keuntungan tanpa berusaha dan perjudian itu menimbulkan kemiskinan serta bisa membawa malapetaka bagi siapapun yang melakukannya,” kata T Hasbi, Jumat (5/12) di Jantho, Aceh Besar.
Bahkan efek buruk perjudian lainnya, kata T Hasbi, bisa menimbulkan keretakan rumah tangga dan bahkan banyak kasus didapatkan bisa berujung perceraian.
"Jadi dengan ada yang dihukum ini bisa menjadi pelajaran untuk pelaku agar kembali pada jalan Islam maupun lainnya bisa mengambil pelajaran,” ujarnya.
Sementara itu seorang ibu terpidana Putra Ardiansyah, Rina Zainabon mengaku sangat kecewa dengan hukum yang terjadi di Aceh. pasalnya hukum berlaku hanya untuk orang miskin, tetapi pejabat yang melanggar dibiarkan dan bahkan tidak dihukum sama sekali.
"Itu pejabat gak dihukum cambuk, seperti H Bakri, kenapa tidak dicambuk, padahal jelas dia melanggar," ungkap Rina Zainabon pada awak media.
Bahka Rina Zainabon mengaku semua yang dicambuk itu adalah masih keluarganya dan dia tidak mempermasalahkan semua keluarganya yang dicambuk jauh lebih berat. Akan tetapi dia menegaskan tidak bisa terima ketika penegakan hukum tidak adil.
“Semua itu kami masih satu nenek, jadi hukum saja anak saya itu kalau memang bersalah, tetapi harus adil, jangan karena kami miskin gak bisa bayar di tempat, dihukum,” imbuhnya.