Megawati Minta Pemerintah Waspada Krisis Pangan: Negara yang Impor Beras Ketar-Ketir
Megawati mengingatkan pemerintah mengenai ancaman krisis pangan ke depan.
Ketua Umum PDI Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri meminta pemerintah fokus menangani ancaman krisis pangan. Hal ini disampaikan Megawati saat berpidato kebangsaan di acara Mukernas Perindo, Jakarta, Selasa (30/7).
Pesan Megawati ini sejalan dengan ramainya skandal demurrage impor beras sebesar Rp294, 5 miliar yang menyeret nama Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi dan Direktur Utama Perum Bulog Bayu Krisnamurthi.
“Pangan o (makan tuh) tambang iku (itu) nanti kalau sudah enggak ada beras terus piye (gimana),” kata Megawati.
Megawati mengingatkan pemerintah mengenai ancaman krisis pangan ke depan. Dia menyebut, banyak negara mulai mempersiapkan diri menghadapi krisis pangan.
Upaya negara tersebut menghadapi ancaman krisis pangan mempengaruhi Indonesia. Misalnya, negara-negara tersebut membatasi ekspor beras. Sementara Indonesia masih mengandalkan impor beras.
“Negara-negara sekarang kalau enggak percaya sama saya, negara-negara yang impornya atau ekspor beras itu juga ketar-ketir. Jadi mereka kemungkinan mungkin tahan karena buat negara mereka. Nah kita terus mencarinya ke mana,” ujar Megawati.
Megawati meminta kepada semua pihak agar dapat fokus mewujudkan kedaulatan pangan dan menjadi lumbung beras.
Sejalan dengan Megawati, Direktur lembaga kajian Next Policy, Yusuf Wibisono mengkritisi impor beras besar-besaran yang digaungkan-gaungkan oleh pemerintah.
Yusuf menyoroti menurunnya produksi nasional beras dari Januari - Juli 2024 yang diperkirakan anjlok hingga 13,3% atau setara 2,47 juta ton dibandingkan periode yang sama tahun 2023.
“Jatuhnya produksi beras nasional di semester pertama 2024 ini menguatkan kecenderungan penurunan kapasitas produksi beras nasional dalam enam tahun terakhir,” ujar Yusuf.
Yusuf menjelaskan bahwa sejak 2018, produksi beras nasional menunjukkan kecenderungan penurunan yang persisten. Yusuf mengungkapkan, pada 2018 produksi beras nasional masih mencapai 33,9 juta ton namun di tahun 2023 turun menjadi hanya 30,9 juta ton.
“Jatuhnya produksi beras nasional banyak diklaim karena faktor iklim akibat el-nino yang bermula sejak Juni 2023 dan berlanjut hingga pertengahan tahun 2024 ini, yang menciptakan kekeringan di sebagian besar wilayah sentra padi,” ungkap Yusuf.
Meski demikian, Yusuf menilai, tendensi kenaikan harga beras yang telah terjadi sejak 2022 membantah klaim bahwa kenaikan harga beras semata karena faktor el-nino. Yusuf meyakini, kenaikan harga beras yang persisten terjadi dalam 3 tahun belakangan memperlihatkan adanya masalah struktural yang serius.
“Bila di awal 2022 rata-rata harga beras tercatat hanya di kisaran Rp 11.750 per kg, maka di awal 2023 merangkak naik di kisaran Rp 12.650 per kg, di awal 2024 mencapai di Rp 14.550 per kg, dan kini di pertengahan 2024 telah mencapai kisaran Rp15.350 per kg,” tandas Yusuf.
Sekadar mengingatkan, kritik dari Megawati agar negara tidak lagi mengandalkan impor beras, sejalan dengan mencuatnya dokumen hasil riviu sementara Tim Riviu Kegiatan Pengadaan Beras Luar Negeri.
Dalam penjelasannya Tim Riviu menyebutkan bahwa ada masalah dalam dokumen impor yang tidak proper dan komplit sehingga menyebabkan biaya demurrage atau denda beras impor Bapanas-Bulog yang terjadi di wilayah pabean/pelabuhan Sumut, DKI Jakarta, Banten dan Jatim.
Akibat tidak proper dan komplitnya dokumen impor dan masalah lainya telah menyebabkan biaya demurrage atau denda beras impor Bulog-Bapanas senilai Rp294,5 miliar. Dengan rincian wilayah Sumut sebesar Rp22 miliar, DKI Jakarta Rp94 miliar, dan Jawa Timur Rp 177 miliar.
Studi Demokrasi Rakyat (SDR) melaporkan Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi dan Direktur Utama Perum Bulog Bayu Krisnamurthi terkait dugaan mark up (selisih harga) impor 2,2 juta ton beras senilai Rp2,7 triliun dan kerugian negara akibat demurrage impor beras senilai Rp294,5 miliar ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI, Jakarta, Rabu (3/7).
Direktur Eksekutif Studi Demokrasi Rakyat (SDR) Hari Purwanto meminta KPK dapat segera memeriksa Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi dan Direktur Utama Perum Bulog Bayu Krisnamurthi sebagai pihak yang paling bertanggung jawab terkait dua masalah tersebut.
"Kami berharap laporan kami dapat menjadi masukan dan bahan pertimbangan untuk Bapak Ketua KPK RI dalam menangani kasus yang kami laporkan," kata Hari di depan Gedung KPK, Jakarta.