Melirik cerita mitos ikan larangan di Pariaman
Disebut ikan larangan, karena konon ceritanya siapa yang memakan ikan tersebut akan terkena musibah.
Menyinggahi Pariaman, pelancong akan terkenang dengan gulai kepala ikannya yang terkenal nikmat atau suasana pantainya. Namun lupakan sejenak soal itu, cobalah menengok lebih jauh dari wilayah Pariaman lainnya.
Singgahilah objek wisata yang terletak di Kecamatan IV Koto Aur Malintang, Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat, tepatnya berada di bawah Jembatan Jalan Raya Sijanih. Lokasinya sekitar 50 KM arah utara Pariaman terdapat objek wisata yang dinamakan Ikan Larangan.
Disebut ikan larangan, karena konon ceritanya siapa yang memakan ikan tersebut akan terkena musibah, entah itu sakit aneh, perut menjadi buncit, ataupun musibah lainnya. Tapi sebenarnya ikan ini bisa dimakan, dengan syarat saat hari-hari tertentu saja seperti pada hari acara adat ataupun hari besar keagamaan.
Menurut informasi yang dihimpun, dulunya di sungai tempat ikan larangan itu berada, ada seseorang yang sakti memberi ilmu teluh kepada bibit-bibit ikan yang ada di sini. Hal itu dilakukannya agar tidak ada yang berani mencurinya. Namun orang yang menaruh teluh pada ikan-ikan tersebut meninggal tanpa mencabut teluh itu terlebih dahulu. Ceritanya selalu ada kejadian aneh yang kerap kali terjadi di sana seperti ada yang kesurupan karena membuang sampah di sungai tersebut.
Menurut cerita salah satu warga sekitar, Anya (49), saat dihubungi melalui telepon, mengatakan, ikan tersebut tak boleh diambil. Ada batas-batas di mana ikan itu boleh diambil. Kalau sudah lewat dari area larangan, ikan itu baru boleh di ambil.
Namun, beberapa orang tetua di daerah sana mengatakan bahwa sebenarnya itu hanya mitos, alasan supaya ekosistem yang ada di dalam sungai tersebut dapat terjaga kelestariannya. Buktinya, dengan ada larangan tersebut, sungai tempat ikan larangan itu jernih tanpa ada sampah yang mengotori permukaan sungai tersebut. Tentunya ikan-ikan di dalam sana berjumlah banyak dan besar-besar.
Tentu ikan-ikan ini tidak dibiarkan hidup selama ratusan tahun atau dibiarkan mati begitu saja, setidaknya dengan membuka kesempatan di hari-hari tertentu, ikan dapat di pancing dan dimakan. Pihak pemangku adat dan aparat nagari biasanya melaksanakan ritual membuka larangan bersama-sama masyarakat di mana hasil yang diperoleh digunakan untuk kepentingan masyarakat.
Objek wisata ikan larangan ini banyak dimanfaatkan oleh pelancong melakukan terapi ikan atau sekadar memberi makan untuk ikan. Selain itu pengunjung juga tidak dipungut biaya alias gratis.
Sampai saat ini orang-orang sekitar percaya jika komitmen untuk tidak menangkap ikan itu dilanggar, mereka akan tertimpa musibah. Kecuali di hari-hari yang telah ditentukan. Tak percaya dengan mitos ini? silakan buktikan dan kunjungi objek wisata ikan larangan di Sungai Geringging.