Mendagri hingga muslim Tionghoa marah Gubernur NTB dimaki kata SARA
Merasa haknya diinjak-injak, doktor lulusan Universitas Al Azhar, Kairo ini pun melaporkan Steven ke Polres Bandara Soekarno-Hatta. Meski terus memaki dan marah-marah, akhirnya Steven membuat surat permintaan maaf. Zainul pun memaafkan Steven.
Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) Tuan Guru Bajang (TGB) Muhammad Zainul Majdi mendapat perlakuan tak mengenakkan dari WNI bernama Steven Hadisurya Sulistyo (SHS) saat berada di Bandara Changi, Singapura. Steven mengumpat Zainul dan istrinya, Erica dengan kata-kata SARA.
"Dasar Indo, dasar Indonesia, dasar pribumi, tiko," umpat Steven.
Zainul yang merupakan cucu ulama besar NTB TGH KH Zainuddin Abdul Majid ini sempat mencoba meredam kemarahan Steven. Namun umpatan Steven makin menjadi-jadi hingga tiba di Jakarta.
Merasa haknya diinjak-injak, doktor lulusan Universitas Al Azhar, Kairo ini pun melaporkan Steven ke Polres Bandara Soekarno-Hatta. Meski terus memaki dan marah-marah, akhirnya Steven membuat surat permintaan maaf. Zainul pun memaafkan Steven.
Namun, tak sedikit masyarakat sudah keburu tak terima atas perlakuan Steven terhadap Zainul.
Mendagri Tjahjo Kumolo
Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tjahjo Kumolo prihatin melihat kasus ini. Dia menyebut, hal itu menunjukkan moral bangsa semakin buruk.
Menurut Tjahjo, kejadian itu tak perlu terjadi, apalagi sama-sama anak bangsa yang berkewarganegaraan Indonesia. Sebutan rakyat pribumi adalah sikap dan moral yang tidak menunjukkan kebhinekaan.
"Itu menunjukkan moral kita semakin buruk," ungkap Tjahjo di Palembang, Senin (17/4).
Mendagri mengapresiasi sikap Gubernur NTB yang berbesar hati untuk memaafkan pengumpan tersebut. Meski demikian, kejadian ini perlu dideteksi agar tak terulang lagi.
"Memang harus jadi perhatian bersama. Saya minta tidak terjadi lagi," ujarnya.
Masyarakat Muslim Tionghoa (Musti)
Masyarakat Muslim Tionghoa (Musti) melaporkan Steven Hadisurya Sulistiyo ke Polda Metro Jaya. Ketua Umum Musti, Mohamad Jusuf Hamka menjelaskan laporan dilayangkan pada Jumat (14/6) malam melalui Kuasa Hukumnya, Farhat Abbas dan Elza Syarief.
Jusuf menjelaskan, melaporkan Steven karena sakit hati terhadap sikap Steven yang menghina Gubernur NTB. Hal ini, kata dia, sama saja mencoreng perjuangan sejumlah pihak termasuk dirinya yang terus berjuang memperkuat kebhinekaan di Tanah Air.
"Sejak tahun 70-an, 80an saya merajut kebhinekaan ini dengan susah payah. Tapi ada orang sombong memperlakukan Gubernur saja seperti itu, apalagi dia memperlakukan pembantunya," kata Jusuf di Jakarta, Minggu (16/4).
Jusuf meminta kepolisian segera mengambil tindakan. Sebab, hal ini, patut untuk diseriusi karena telah mencoreng kebhinekaan. "Gubernur NTB bisa memaafkan. Tapi saya nggak. Saya bangun kebhinekaan ini sejak tahun 70-an," ujarnya.
Nahdlathul Wathan (PBNW)
Ratusan warga Nusa Tenggara Barat menggelar aksi damai di Mataram. Mereka menuntut penegak hukum memproses orang bernama Steven Hadisurya Yulistyo yang menghina Gubernur NTB Muhammad Zainul Madji dengan kata-kata SARA di Bandara Changi, Singapura.
Warga yang berasal dari berbagai macam organisasi masyarakat (ormas) di NTB, menggelar aksinya pada Senin (17/4), pukul 10.00 WITA. Mereka berjalan kaki dari halaman parkir Masjid Islamic Centre melewati Jalan Langko, Mataram, hingga berujung di depan Mapolda NTB. Demikian dikutip dari Antara.
Dalam aksi tersebut, sejumlah perwakilan dari berbagai ormas Islam besar di NTB menyampaikan aspirasinya. Salah satunya, disampaikan oleh Sekjen Pengurus Besar Nahdlathul Wathan (PBNW) Tuan Guru Hasanain.
Hasanain menyampaikan harapan Gubernur NTB Zainul Majdi yang diterimanya dalam bentuk pesan singkat. "Saya berharap kepada semua pihak agar menjadikan peristiwa ini sebagai pelajaran untuk membangun Negara Kesatuan Republik Indonesia yang kita cintai ini," kata Hasanain, membacakan pesan singkat Gubernur NTB itu.
Majelis Adat Sasak
Majelis Adat Sasak yang diwakilkan dalam orasinya, juga menyampaikan pernyataan sikap yang menilai tutur kata Steven, tidak hanya menyinggung orang nomor satu yang duduk di kursi pemerintahan NTB. Namun juga dinilai sebagai perbuatan yang telah menciderai rasa kesatuan dan persatuan bangsa.
Untuk itu, Majelis Adat Sasak beserta seluruh peserta aksi, meminta pihak aparat penegak hukum agar segera memproses Steven sesuai dengan aturan hukum yang berlaku. Karena jika persoalan ini tidak segera ditindaklanjuti, maka dikhawatirkan akan menjadi preseden buruk bagi kelangsungan pembangunan sosial dan demokrasi di Indonesia.