Mendoan diklaim pribadi, budayawan minta aturan hak paten diperjelas
"Masa itu misalnya sate diklaim itu hak saya, punya saya, siapa yang membuat sate harus minta izin saya, itu konyol."
Polemik nama Mendoan menjadi hak eksklusif perorangan yang terdaftar sebagai merek dagang di Kementerian Hukum dan HAM, membuat Budayawan Banyumas, Ahmad Tohari angkat bicara. Saat dihubungi, penulis Novel Ronggeng Dukuh Paruk ini menilai pemerintah dan legislatif perlu merancang undang-undang yang melarang mematenkan barang-barang ciptaan bersama diklaim menjadi hak pribadi.
"Tidak boleh. Misalkan sate, masa itu misalnya sate diklaim itu hak saya, punya saya, siapa yang membuat sate harus minta izin saya, itu konyol. Mestinya pemerintah yang mengambil tindakan, melarang nama-nama makanan, atau nama apa pun yang merupakan produk kebudayaan kita, diambil menjadi hak pribadi," kata Tohari, Rabu (4/11).
Ia mengemukakan, persoalan hak paten untuk merek dagang atau hak cipta sebenarnya sudah mulai menjadi polemik pada tahun 1990-an. Saat itu, ia mencontohkan banyak kalangan mempertanyakan kebijakan lisensi yang terkait dengan hak paten. "Dulu kan pernah digelisahkan, bagaimana nanti kalau jenis-jenis padi misalnya, harus kita beli lisensinya. Itu sudah dibicarakan tahun 1990-an," paparnya.
Ahmad Tohari menyebutkan, persoalan ini merupakan risiko yang harus dihadapi masyarakat Indonesia secara luas.
"Nah ini risiko yang dihadapi masyarakat dalam pindahan tradisi. Saya kira dalam hal ini, pemerintah harus tegas melindungi hak-hak budaya kelompok masyarakat tertentu. Misalnya, ada aturan yang melarang nama. Nama getuk, misalnya, atau nama srondol menjadi nama dagang. Padahal itu nama jenis, dan nama jenis itu milik semua seperti, air, udara, angin itu nama jenis," jelasnya.
Ia juga menyebut contoh lain, dalam kasus serupa dengan hak paten mendoan yang saat ini mulai hangat di masyarakat setelah lima tahun terdaftar hak paten mereknya di Kemenkum HAM. Ia memperkirakan akan banyak terjadi hal yang serupa.
"Ketika zaman sudah beralih ke zaman modern atau zaman industri, maka hak cipta mendapat perlindungan dari hukum yang didapatkan. Maka, akan banyak sekali hal-hal seperti itu, ketika kita memasuki meninggalkan alam tradisional ke alam modern," paparnya.
Untuk itu, ia mengimbau agar pemerintah melindungi hak-hak budaya masyarakat. "Sehingga, kejadian ini tidak akan berulang seperti yang terjadi pada paten merek air minum dalam kemasan di tahun 1990-an," tuturnya.