Mengapa orangtua berpendidikan berperilaku sadis ke anak?
Bukan kasih sayang yang mereka berikan ke anak, melainkan perlakuan kasar.
Anak merupakan karunia dan juga titipan Tuhan. Bahkan ada orang yang rela berbuat apa saja untuk memiliki seorang anak. Namun, pasangan Utomo Purnomo dan Nurindria Sari tidak memiliki pandangan serupa.
Kedua pasangan ini mendapatkan karunia lima orang anak. Tetapi bukan kasih sayang yang mereka berikan ke anak melainkan perlakuan kasar.
Sekretaris Jenderal Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Erlinda Iswanto mengatakan, perlakuan paling kasar dialami oleh anak laki-laki satu-satunya, Dani. Dani tidak diperkenankan masuk sudah semenjak enam bulan lalu.
"Dia tidak boleh masuk ke rumah orangtuanya makanya sering tidur di pos sekuriti. Terus warga negur, akhirnya diperbolehkan masuk. Tapi dua bulan lalu terus dilakukan hal yang sama seperti enam bulan lalu," ujarnya saat dihubungi merdeka.com, Kamis (14/5).
Ternyata, Dani bukan hanya tidak diurus, dia juga putus sekolah sehingga menyebabkan komunikasi sosialnya aneh. Hal tersebut yang menyebabkan warga minta bantuan kepada KPAI.
"Mendapatkan informasi tersebut, kami bersama Kemensos, bersama warga, aparat penegak hukum, Polsek Pondok Gede dan Polda Metro Jaya segera merespon informasi tersebut," terang Erlinda.
Dia mengungkapkan, belum dapat menyimpulkan mengapa sikap pasangan Utomo dan Nurindria seperti itu. Kesimpulan sementaranya, mereka tidak dapat mendidik dan memiliki cara pandang yang keliru.
"Ini cara pandang orangtua yang salah dalam mendidik anak jadi hal ini terjadi semacam ini. Kemungkinan besar dari cara pandang pandang orangtua ini, anak adalah benda makanya terjadinya seperti ini. Sementara baru itu yang kita tahu, dan sedang kami gali," katanya.
Sementara itu, ahli Psikologforensik Reza Indragiri Amriel mengungkapkan, sikap kedua orangtua ini membuktikan satu hal, pendidikan yang tinggi tidak menjamin akan jadi orangtua baik. Apalagi, Utomo mengklaim dirinya adalah dosen dan pembantu rektor di salah satu perguruan tinggi di Cileungsi.
"Ini merupakan bukti nyata pendidikan orangtua yang tinggi tidak serta merta bisa menjalankan peran mereka secara efektif. Orangtua yang tidak bisa memenuhi kebutuhan terbaik anak. Rumah dan lingkungan sedemikian kotor ini menandakan orangtua ini tidak bisa memenuhi kebutuhan anak," jelasnya.
Penegakan hukum sangat perlu dilakukan. Namun, Reza menyarankan, dalam persidangan majelis hakim memutuskan agar pasangan Utomo dan Nurindria diberikan pendampingan terlebih dahulu. Harapannya, kata dia, agar mereka dapat berubah dan kembali mengurus kelima anaknya.
"Jadi Hakim mewajibkan kedua orangtua untuk menjadi orangtua efektif. Nanti dari Menteri Sosial bisa masuk untuk memberikan pendidikan kepada mereka. Kalau ternyata bukan murid yang baik (tidak kooperatif), baru ancaman pindana baru diterapkan," tegasnya.
Reza menambahkan ancaman hukuman pidana tidak terlalu memberatkan mereka. Karena ancaman bagi keduanya paling lama sekitar lima tahun dengan denda Rp 100 juta.
"Kalau ke proses hukum selain memberikan pidana kepada orangtua tersebut, berdasar hak perlindungan anak, hak mengasuh anak bisa dicabut. bisa diberikan kepada orang tua yang mampu, bisa juga keluarga sendiri," tutupnya.