Mengurai Persoalan Jenjang Karier PNS di Setjen DPR RI, Begini Solusinya
Menurutnya, prinsip keadilan tidak bisa diterapkan karena masih terdapat unsur budaya politik.
Pengembangan karier PNS di lingkungan Setjen DPR RI dengan penerapan sistem merit belum berjalan dengan baik. Hal itu disebabkan karena masih terdapat unsur budaya politik.Sedangkan dalam sistem merit tidak bisa dicampuri budaya politik seperti korupsi, kolusi dan nepotisme(KKN).
"Agar berjalan penerapan sistem merit dalam pengembangan karier maka unsur budaya politik harus dihapuskan," ujar Tenaga Ahli DPR RI, Eriko Silaban, dalam keterangan pers, Selasa(1/10).
Menurut Eriko dalam disertasi ‘Pengembangan Karier Pegawai Negeri Sipil Dengan Penerapan Sistem Merit di Sekretariat Jenderal Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia’, sistem pengembangan karier PNS di Sekjen DPR RI mendasarkan pada beberapa hal yang diperlukan atau disyaratkan.
Di antaranya, kualifikasi-kualifikasi yang telah ditetapkan dalam berbagai peraturan kepegawaian, kompetensi yang dimiliki oleh masing-masing PNS, kinerja yang dihasilkan oleh masing-masing PNS dan prinsip keadilan yang diberlakukan terhadap semua PNS.
"Akan tetapi terkait prinsip keadilan masih belum berjalan dengan baik dikarenakan belum adanya sistem yang mendukungnya," ujar Eriko.
Menurutnya, prinsip keadilan tidak bisa diterapkan karena masih terdapat unsur budaya politik, seperti budaya politik, hubungan PNS dengan politisi, motivasi dan komitmen PNS dengan para politisi.
Oleh karena itu, untuk mewujudkan pengembangan karier PNS yang sistematis, transparan dan objektif di lingkungan Sekretariat Jenderal DPR RI, maka perlu disusun metode yang mendasarkan pada metode manajemen talenta.
Apa Solusinya?
Dalam hal ini yakni mendesain model pengembangan karier PNS model SIMANTAP TIMBO (Sistem Informasi Manajemen Talenta berasaskan Teknik, Integritas, Manajerial, Benchmark, Outstanding of Degree).
Sebagai suatu metode yang memiliki keunggulan-keunggulan dalam proses pengembangan karier PNS.
"Model ini akan menghasilkan kotak talenta (talent pool) dan rencana suksesi talenta (succession chart), untuk pengisian jabatan-jabatan di lingkup jabatan struktural maupun jabatan fungsional," ujarnya.
Model ini juga kata Eriko dapat menghasilkan kotak talenta (talent pool) dan rencana suksesi talenta (succession chart) untuk pengisian jabatan-jabatan di lingkup jabatan struktural maupun jabatan fungsional.
Unsur 'political culture' sebagai tantangan dalam pengembangan karier PNS di Setjen DPR RI, seperti hubungan PNS dengan politisi, hubungan baik PNS dengan politisi, motivasi dan komitmen PNS terhadap politisi, hal tersebut menjadi dasar pertimbangan untuk menemukan, melengkapi, dan menyempurnakan model baru secara konseptual.
Model SIMANTAP TIMBO relevan dengan pengembangan karir PNS Setjen DPR RI, dimana untuk menghilangkan aspek 'political culture' yang tidak terakomodir dalam model Woodard, 2000.
PNS yang Efektif dan Efisien
Menurut Eriko, spek SIMANTAP TIMBO ini penting sekali dimana seorang birokrat yang bertanggung jawab secara kinerja kepada atasan sebagai politisi di lingkungan Setjen DPR RI.
Model SIMANTAP TIMBO, lanjut Eriko, sebagai suatu metode atau sistem yang memiliki keunggulan-keunggulan yang dapat dilihat dari dua sisi, yakni segi efektifitas dan segi efisiensi.
Segi efektifitas, dengan menggunakan metode atau sistem ini waktu yang dibutuhkan dalam proses pengembangan karier PNS lebih singkat.
"Sedangkan dari segi efisiensi, biaya yang dikeluarkan dalam proses pengembangan karier PNS lebih hemat. Model ini akan lebih tepat jika digunakan di lembaga legislatif seperti DPR RI, DPD RI, MPR RI, DPRD Provinsi, DPRD Kab/Kota di Indonesia, dimana lembaga ini secara kultur berbeda dengan kementerian dan lembaga lainnya maupun pemerintah provinsi dan kabupaten/kota," ujar Eriko.