Menko Puan ajak masyarakat revitalisasi sungai di Indonesia
Menurut dia, sejarah membuktikan sungai menjadi pusat peradaban bangsa-bangsa besar.
Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Puan Maharani mengajak masyarakat untuk merevitalisasi sungai-sungai di Indonesia. Menurut dia, sejarah membuktikan sungai menjadi pusat peradaban bangsa-bangsa besar.
"Sungai menjadi tempat terbentuknya kota-kota bersejarah, sejak dulu," kata Puan saat membuka Festival Serayu 2015 dan Kongres Sungai Indonesia (KSI) di Banjarnegara, Jawa Tengah, Rabu (26/8).
Puan mencontohkan, beberapa peradaban berkembang di sekitar daerah aliran sungai seperti masyarakat Sungai Tigris di Irak, Sungai Brahmaputra di Delhi (India), Sungai Nil di Mesir dan Sungai Ciliwung di Jakarta. Untuk itu, Puan berharap melalui Festival Serayu dan KSI dapat ikut mempromosikan pelestarian sungai ke tengah masyarakat.
Menurut dia, sungai-sungai di Indonesia pada umumnya mengalami penurunan kualitas karena pencemaran lingkungan dan kerusakan alam yang banyak disebabkan ulah tangan manusia. Beberapa ulah tangan manusia itu, kata dia, ditandai dengan sejumlah pencemaran limbah rumah tangga yang dibuang setiap hari ke sungai.
"Di banyak tempat, sungai justru menjadi tempat yang bau dengan sampahnya yang menggunung," kata dia.
Puan pun mengajak kepada masyarakat untuk gotong royong merevitalisasi sungai sebagai sumber air bersih dan menjadi unsur penting dalam menopang kehidupan. "Bangsa ini akan besar jika kita melakukannya dengan gotong royong," kata dia.
Senada, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mengatakan sungai perlu dikembalikan kepada fungsinya sebagai sumber air bersih masyarakat.
Dia mengajak masyarakat agar menerapkan 3 M yaitu mundur, munggah dan madep (mundur, naik dan menghadap).
"Pertama kita harus 'mundur' dari sepadan sungai jangan terlalu dekat, 'munggah' yaitu membangun rumah secara vertikal sehingga tidak menghabiskan lahan, kemudian rumah agar 'madep' ke sungai atau agar tidak membelakangi sungai. Dengan tidak membelakangi sungai, berarti tidak akan menjadikannya sebagai tempat membuang sampah, tapi sebagai halaman depan yang selalu kita jaga kebersihannya," tutur Ganjar.
Dalam kesempatan itu, Puan juga meresmikan hunian tetap bagi korban longsor di Desa Pandansari Kecamatan Wanayasa. Hunian tetap tersebut diberikan kepada 22 keluarga yang menjadi korban longsor di wilayah tersebut pada Desember tahun lalu.
Puan mengaku prihatin dengan kejadian longsor yang mendominasi bencana alam pada tahun lalu. "Kejadian yang terjadi pada tahun 2013 membuat kami ikut berduka dan prihatin. Kami berharap, ke depan jangan sampai terulang kembali," ucapnya.
Ia juga mengimbau kepada masyarakat yang berada di sekitar wilayah rawan longsor untuk ikut menjaga lingkungan. "Jangan menebang pohon sembarangan, selain itu juga jangan sampai memapras bukit yang sebenarnya berfungsi melindungi wilayah," ujarnya.
Hunian tetap yang dibangun di Desa Pandansari sendiri berasal dari dana CSR Bank Rakyat Indonesia (BRI). Dalam membangun hunian tetap serta beberapa fasilitas umum, BRI menggelontorkan dana sekitar Rp 2,6 Miliar. "Dana untuk setiap unit rumah senilai Rp 100 juta. Hunian ini adalah bagian dari pascabencana, karena sebelumnya kami sudah memberikan bantuan yang disalurkan sebagai tanggap bencana," tuturnya.