Mensos heran korban penggandaan uang dari kalangan menengah atas
Yang lebih mengherankan lagi, kata dia, fenomena yang menawarkan kekayaan secara instan tanpa kerja keras itu justru lebih banyak menarik korban dari warga kelas menengah ke atas. Menurutnya, ini fenomena baru karena masyarakat menengah bawah lebih berpikir rasional.
Fenomena penipuan dengan modus penggandaan uang makin marak terjadi di masyarakat. Ironisnya di era modern seperti saat ini, justru korbannya tak pernah habis.
Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa pun mengaku heran dengan fenomena tersebut.
"Saya heran kasus itu terus ada dan tidak ada habisnya. Korbannya pun terus bermunculan," kata Menteri Khofifah, Kamis (20/10).
Yang lebih mengherankan lagi, kata dia, fenomena yang menawarkan kekayaan secara instan tanpa kerja keras itu justru lebih banyak menarik korban dari warga kelas menengah ke atas. Menurutnya, ini fenomena baru karena masyarakat menengah bawah lebih berpikir rasional.
"Saya kan orangnya suka jalan, saya temui warga Program Keluarga Harapan. Mereka memang sangat butuh uang untuk keperluan sehari-hari, tapi saat saya goda tawarkan soal penggandaan uang, mereka bilang tidak mau. Mereka tahu kalau yang cetak uang itu pemerintah, Bank Indonesia," ungkapnya.
Mengenai maraknya fenomena tersebut, Khofifah menjelaskan bahwa hal yang harus dibangun di tengah masyarakat adalah proses rasionalitas.
"Yang dijanjikan sangat menggiurkan. Tanpa kerja keras, cukup bayar mahar, uang akan berlipat. Ini kan tidak rasional. Harus ada revolusi mental dan karakter," jelasnya.
Sebelumnya, kasus penggandaan uang pernah terjadi di Depok. Polresta Depok belum lama ini mengamankan seorang ibu rumah tangga berinisial SS (48).
Dia melalukan penipuan dengan menjanjikan korban dapat melipatkgandakan uang hingga miliaran rupiah. Uang korban ditaruh di dalam ember, namun setelah dibongkar ternyata isinya bukan uang melainkan pakaian bekas.