Cara Membayar Hutang Masa lalu Menurut Islam ke Orang yang Sudah Meninggal Dunia
Penjelasan mengenai cara membayar utang ke orang yang sudah meninggal dunia.
Penjelasan mengenai cara membayar utang ke orang yang sudah meninggal dunia.
Cara Membayar Hutang Masa lalu Menurut Islam ke Orang yang Sudah Meninggal Dunia
Cara membayar hutang masa lalu menurut Islam penting diketahui oleh semua orang.
Hutang atau utang hukumnya wajib dibayar dan diselesaikan meski yang bersangkutan telah meninggal dunia.
Ancaman tidak menyelesaikan utang juga sudah jelas dijelaskan dalam berbagai hadist shahih lain.
Simak ulasan selengkapnya dilansir dari NU Online dan berbagai sumber, Rabu (26/6/2024):
-
Bagaimana cara menagih hutang dalam Islam? Cara menagih hutang dalam Islam sebaiknya dilakukan pada saat jatuh tempo atau setelahnya. Ini sesuai dengan ajaran Rasulullah SAW yang mengatakan, 'Selayaknya pemberi pinjaman untuk menepati janjinya' (HR. Al-Mausu'ah Al-Fiqhiyah Al-Kuwaitiyah). Menagih hutang sebelum jatuh tempo tidak dianjurkan karena dapat mengganggu kestabilan keuangan peminjam dan memperburuk hubungan antara pemberi dan penerima pinjaman.
-
Bagaimana cara membayar utang puasa Ramadhan? Niat membayar puasa ramadhan tentu perlu diketahui jika Anda memiliki utang puasa.
-
Apa dzikir pelunas hutang yang diajarkan Nabi Muhammad SAW? 'Hasbunallah wani'mal-wakil, ni'mal-mawla, wani'man-nashir.'Artinya: 'Cukuplah Allah tempat berserah diri bagi kami, sebaik-baik pelindung kami, dan sebaik-baik penolong kami.' Sebagaimana dalam hadis, ada seseorang yang datang menghampiri Nabi SAW lalu berkata, 'Rasulullah, sesungguhnya orang-orang non-Muslim telah mengumpulkan pasukan untuk menyerangmu, maka takutlah kepada mereka. Kemudian, Nabi SAW mengucapkan, 'Hasbunallah wani'mal-wakil.''
-
Apa doa pelunas hutang menurut Rasulullah? Dilansir dari laman NU Online, Rasulullah SAW pernah mengajarkan sebuah doa pelunas hutang sekejap kepada seorang sahabat Anshar, sebagaimana yang diriwayatkan Abu Dawud, nomor hadis 1555. Disebutkan oleh Abu Sa‘id al-Khudri, pada suatu hari, Rasulullah SAW masuk ke masjid. Ternyata di sana sudah ada seorang laki-laki Anshar yang bernama Abu Umamah. Beliau kemudian menyapanya, 'Hai Abu Umamah, ada apa aku melihatmu duduk di masjid di luar waktu shalat?' Abu Umamah menjawab, 'Kebingungan dan utang-utangku yang membuatku (begini), ya Rasul.' Beliau kembali bertanya, 'Maukah kamu jika aku ajarkan suatu bacaan yang jika kamu membacanya, Allah akan menghapuskan kebingunganmu dan memberi kemampuan melunasi utang?' Umamah menjawab, 'Tentu, ya Rasul.' Beliau melanjutkan, 'Jika memasuki waktu pagi dan sore hari, maka bacalah:'اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْهَمِّ وَالْحَزَنِ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنَ الْعَجْزِ وَالْكَسَلِ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنَ الْجُبْنِ وَالْبُخْلِ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ غَلَبَةِ الدَّيْنِ، وَقَهْرِ الرِّجَالِAllâhumma innî a‘ûdzu bika minal hammi wal hazan. Wa a‘ûdzu bika minal ‘ajzi wal kasal. Wa a‘ûdzu bika minal jubni wal bukhl. Wa a‘ûdzu bika min ghalabatid daini wa qahrir rijâl.
-
Apa saja doa pelunas utang yang diajarkan Rasulullah? Rasulullah juga menyarankan, saat seseorang dililit utang, untuk membaca: اللَّهُمَّ اكْفِني بِحَلالِكَ عَنْ حَرَامِكَ وَأغْنِني بِفَضْلِكَ عَمَّنْ سِواكَ [Allâhumma-kfinî bihalâlika ‘an harâmika wa aghninâ bi fadl-lika ‘am man siwâka]
-
Bagaimana cara membayar hutang puasa? Anda bisa mengqadha puasa di hari ini, kemudian dilanjutkan 2 atau 3 hari berikutnya. Dasar diperbolehkannya hal ini adalah firman Allah yang artinya, “Maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain.“ (QS. Al Baqarah: 185).
Cara Membayar Hutang di Masa Lalu
Hutang merupakan perkara dunia yang harus diselesaikan meski salah satu pihak yang terlibat telah meninggal dunia.
Dalam hadist, disebutkan jika amal kebaikan seseorang akan digunakan untuk membayar hutang jika ururan tersebut tak diselesaikan hingga meninggal.
مَنْ مَاتَ وَعَلَيْهِ دِينَارٌ أَوْ دِرْهَمٌ قُضِىَ مِنْ حَسَنَاتِهِ لَيْسَ ثَمَّ دِينَارٌ وَلاَ دِرْهَمٌ
Maka utang tersebut akan dilunasi dengan kebaikannya (di hari kiamat nanti) karena di sana (di akhirat) tidak ada lagi dinar dan dirham." (HR Ibnu Majah).
Utang tergolong sebagai haqqul adami (tanggung jawab kepada sesama manusia).
Sehingga sampai kapan pun tanggungan utangnya tidak dapat gugur kecuali dengan cara membayarnya atau meminta kerelaannya.
Lalu, bagaimana cara membayar hutang jika pihak yang berhak sudah meninggal dunia?
Seperti hal-nya dengan warisan, hal tersebut juga diterapkan dalam hal piutang. Waris tidak hanya berlaku atas harta benda namun juga utang dan piutang.
Kelompok pertama yang berhak menerima warisan adalah yang berhubungan langsung dengan yang sudah meninggal.
Mereka adalah suami, istri, anak laki-laki, anak perempuan, ayah, ibu, kakek, nenek, saudara laki-laki, dan saudara perempuan.
Setelah hak tersebut selesai, maka waris diberikan pada kelompok selanjutnya. Meliputi bibi, paman, serta saudara jauh lainnya jika tidak ada keluarga dekat yang tersisa.
Mereka yang meninggal juga bisa meninggalkan wasiat untuk menunjuk pihak tertentu sebagai pewaris.
Jumlah maksimal yang dibolehkan hanya 1/3 dari total warisan kecuali atas kesepakatan semua ahli waris.
Di dalam Al-Qur'an surat An-Naml ayat 16 bisa memberi gambaran besarnya hak ahli waris.
وَوَرِثَ سُلَيْمَانُ دَاوُودَ ۖ وَقَالَ يَا أَيُّهَا النَّاسُ عُلِّمْنَا مَنْطِقَ الطَّيْرِ وَأُوتِينَا مِنْ كُلِّ شَيْءٍ ۖ إِنَّ هَٰذَا لَهُوَ الْفَضْلُ الْمُبِينُ
Wa warisa sulaimānu dāwuda wa qāla yā ayyuhan-nāsu 'ullimnā mantiqat-tairi wa ụtīnā ming kulli syaī`, inna hāżā lahuwal-fadlul-mubīn
Tentang suara burung dan kami diberi segala sesuatu. Sesungguhnya (semua) ini benar-benar suatu kurnia yang nyata',"
Dengan semua aturan tersebut, maka sudah jelas Islam mengutamakan pembayaran hutang secepatnya.
Kewajiban tersebut akan diserahkan pada keluarga dekat jika tak juga selesai hingga wafat.
Bagaimana jika Kita Kesulitan Mencari Orang yang Memberikan Utang?
Dilansir dari laman NU Online, Al-Ghazali berpandangan bahwa wajib bagi seseorang yang berutang untuk mencari orang yang memberinya utang.
Tujuannya tentu agar bisa membayar utang yang menjadi tanggungannya.
Hal ini harus ia lakukan semampu upaya, misalnya dengan mencari nomor kontaknya atau cara lain yang dipandang bisa menemukan keberadaannya.
Namun jika ternyata tidak ditemukan, orang yang berhutang dianjurkan bersedekah sebagai ganti dari utang itu.
Dalam artian sedekah yang ia lakukan diniati sebagai ganti dari tanggungan utang miliknya dan pahala sedekah diperuntukkan kepada orang yang memberinya utang.
Jumlah uang yang disedekahkan juga harus sesuai dengan jumlah utang yang dipinjam. Kemudian diberikan kepada fakir miskin atau mereka yang kurang mampu.
Jika ia tidak punya kemampuan untuk bersedekah, maka dianjurkan baginya untuk melakukan kebaikan sebanyak-banyaknya.
Namun, selama seseorang masih dapat menemukan keberadaan orang yang memberi utang, maka ia tidak dianjurkan melakukan sedekah terlebih dahulu.
Jika tidak mampu membayarnya, orang yang berhutang harus tetap menemui pihak yang memberi dan meminta kehalalan atau kerelaan atas utang yang tidak dapat dilunasinya.
Jika pihak pemberi utang sudah merelakan, maka baru lah pihak terhutang sah lepas dari tanggung jawab.