Menyoroti AKBP Raden Brotoseno, Pernah Terjerat Korupsi Kembali jadi Penegak Hukum
Hal yang menjadi pertimbangan, Brotoseno terus menerus mengungkapkan permintaan maaf kepada Kapolri saat proses persidangan.
Pro kontra kembali aktifnya AKBP Raden Brotoseno di Korps Bhayangkara terus bergulir. Bagaimana mungkin, seorang mantan narapidana kasus korupsi kini kembali menjadi aparat penegak hukum.
Polri berdalih, Brotoseno termasuk polisi berprestasi kendati kini mantan koruptor suka tidak suka melekat padanya.
-
Apa yang ditemukan KPK terkait dugaan korupsi Bantuan Presiden? Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan adanya dugaan korupsi dalam bantuan Presiden saat penanganan Pandemi Covid-19 itu. "Kerugian sementara Rp125 miliar," kata Juru Bicara KPK, Tessa Mahardika, Rabu (26/6).
-
Bagaimana Karen Agustiawan melakukan korupsi? Firli menyebut, Karen kemudian mengeluarkan kebijakan untuk menjalin kerjasama dengan beberapa produsen dan supplier LNG yang ada di luar negeri di antaranya perusahaan Corpus Christi Liquefaction (CCL) LLC Amerika Serikat. Selain itu, pelaporan untuk menjadi bahasan di lingkup Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), dalam hal ini Pemerintah tidak dilakukan sama sekali sehingga tindakan Karen tidak mendapatkan restu dan persetujuan dari pemerintah saat itu.
-
Siapa yang ditahan KPK terkait kasus dugaan korupsi? Dalam kesempatan yang sama, Cak Imin juga merespons penahanan politikus PKB Reyna Usman terkait kasus dugaan korupsi pengadaan software pengawas TKI di luar negeri.
-
Apa isi pemberitaan yang menyebutkan Prabowo Subianto terlibat dugaan korupsi? Prabowo terlibat dugaan korupsi dan penyuapan senilai USD 55,4 juta menurut isi pemberitaan tersebut dalam pembelian pesawat jet tempur Mirage bekas dengan pemerintah Qatar. Uang ini disebut yang dijadikan modal Prabowo dalam melenggang ke pilpres 2014.
-
Mengapa kasus korupsi Bantuan Presiden diusut oleh KPK? Jadi waktu OTT Juliari itu kan banyak alat bukti yang tidak terkait dengan perkara yang sedang ditangani, diserahkanlah ke penyelidikan," ujar Tessa Mahardika Sugiarto. Dalam prosesnya, kasus itu pun bercabang hingga akhirnya terungkap ada korupsi bantuan Presiden yang kini telah proses penyidikan oleh KPK.
-
Mengapa kolaborasi KPK dan Polri dalam pemberantasan korupsi dianggap penting? Ini kerja sama dengan timing yang pas sekali, di mana KPK-Polri menunjukkan komitmen bersama mereka dalam agenda pemberantasan korupsi. Walaupun selama ini KPK dan Polri sudah bekerja sama cukup baik, tapi dengan ini, seharusnya pemberantasan korupsi bisa lebih garang dan terkoordinasi dengan lebih baik lagi,” ujar Sahroni dalam keterangan, Selasa (5/12).
Menanggapi itu, Ketua Harian Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Benny Joshua Mamoto menilai seharusnya Polri peka akan keputusan sidang etik.
Sebab, publik begitu menyoroti manakala seorang anggota Polri tersandung kasus. Terlihat, dari putusan pengadilan dengan vonis 5 tahun penjara dan denda Rp300 juta begitu disorot tajam khalayak.
"Jadi memang menurut saya, Polri perlu peka ya. Ini jadi isu yang sensitif, karena ini juga menjadi kejahatan serius yang sangat disorot oleh publik," kata Benny dalam keterangannya, Kamis (2/6).
"Ketika pengadilan mutus ringan saja sudah ribut," sambungnya.
Fakta itulah yang mendesak Korps Bhayangkara agar lebih berhati-hati dalam mengambil keputusan saat sidang kode etik anggota bermasalah.
Alasan Polri
Sementara itu, Benny menjabarkan sederet alasan Polri hingga memutuskan menerima kembali Brotoseno di meja penyidik.
Mantan suami Angelina Sondakh itu dinilai cukup mendapat ganjaran atas perbuatan korupnya.
Yang pertama Brotoseno telah menjalani vonis 5 tahun penjara serta denda Rp300 juta seperti tertuang dalam pasal yang ia langgar dan telah inckrah.
Pun, Brotoseno telah menjalani sidang kode etik di Institusi tempatnya bernaung.
"Perlu saya sampaikan bahwa keputusan sidang kode etik ini tanggal 13 Oktober 2020, jadi itu era sebelum Pak Listyo Sigit," kata Benny.
Hal yang menjadi pertimbangan, Brotoseno terus menerus mengungkapkan permintaan maaf kepada Kapolri saat proses persidangan.
"Kemudian juga dialih tugaskan tidak dapat itu, nah ini sudah dilaksanakan oleh yang bersangkutan," tuturnya.
Rekomendasi atasan agar tidak dipecat dalam sidang kode etik pun, menjadi bahan pertimbangan penyidik.
"Karena masih dibutuhkan dan dinilai berprestasi. Nah disitulah diputuskan untuk tidak memberhentikan yang bersangkutan," katanya.
Hasil putusan sidang kode etik Brotoseno telah diteruskan ke Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. "Kapolri selaku atasannya langsung menyetujui atau tidak dan ternyata putusan ini sudah inkrah hingga sudah dilaksanakan oleh yang bersangkutan ya," sebutnya.
Korupsi Brotoseno
Sebelumnya, AKBP Raden Brotoseno, mantan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kini menjadi perbincangan sejumlah publik. Pasalnya, Brotoseno kini kembali aktif menjadi penyidik Polri usai menjalani hukuman terkait kasus suap menunda perkara korupsi cetak sawah pada 2012-2014 dan divonis 5 tahun penjara serta denda Rp300 juta.
Sorotan ICW
Sebelumnya, Kurnia Ramadhan yang merupakan peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) yang melayangkan surat klarifikasi terkait status anggota Polri terhadap Brotoseno sangat disayangkan olehnya.
"Di sana kami berpikir, tidak mungkin Brotoseno justru dipekerjakan kembali oleh Polri. Maka dari itu kami kirimkan surat tersebut, namun sampai tanggal 30 Mei kemarin ICW tak kunjung dibalas oleh Polri," ujar Kurnia.
"Maka dari itu, kami sampaikan secara terbuka kepada masyarakat dan akhirnya terbukti kepolisian memperkerjakan mantan terpidana kasus korupsi dan itu sangat melunturkan baik lembaga Polri maupun komitmen anti korupsi yang selalu digadang-gadang oleh Kapolrii Jenderal Listyo Sigit Prabowo," sambungnya.
Selain itu, pihaknya akan mencermati terkait dengan salah satu alasan Brotoseno tidak diberhentikan karena berdasarkan rekomendasi dari atasannya. Ia juga mempertanyakan siapa atasan yang dimaksudnya itu.
"Tadi yang disampaikan oleh Pak Benny ada rekomendasi dari atasan Brotoseno, itu alasan yang kami cermati. Siapa sebenarnya atasan Brotoseno yang berpikiran seorang terpidana layak diberikan tempat di institusi penegak hukum," ujarnya.
Padahal, kata Kurnia, pemerintah sudah mengeluarkan sejumlah aturan terhadap Aparatur Sipil Negara (ASN) yang terlibat praktik korupsi langsung dilakukan pemecatan.
"Pemerintah sudah mengeluarkan sejumlah peraturan perundang-undangan, ASN yang terlibat praktik korupsi langsung divonis dipecat, anggota KPK pun seperti itu, di Kejaksaan seperti itu. Kenapa justru Polri, justru permisi (permitif) terhadap kejahatan-kejahatan korupsi seperti sekarang ini," katanya.
"Saya ingin mengutip pernyataan dari Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo pada November 2021 yang secara menggebu-gebu menyampaikan, kalau ada oknum polisi yang nakal, kami akan tindak secara serius, kami akan pecat. Faktanya apa, kami menganggap pernyataan itu tidak berdasar dan terbantahkan dengan memperkerjakan mantan warga binaan kemasyarakatan duduk sebagai anggota resmi Kepolisian Republik Indonesia (Polri)," tambahnya.
Oleh karena itu, pihaknya meminta kepada Jenderal Listyo Sigit Prabowo sebagai orang nomor satu di Korps Bhayangkara saat ini untuk dapat meninjau kembali putusan kode etik terhadap Brotoseno.
"Iya Kapolri selaku atasan tertinggi di lembaga kepolisian rasanya penting untuk melihat regulasi lebih lanjut dan membuka celah untuk meninjau kembali putusan kode etik terhadap Brotoseno tersebut. Sebab kalau tidak, selama kepemimpinan Pak Listyo Sigit Prabowo, lembaga Polri akan dianggap lembaga yang anti terhadap pemberantasan korupsi, tidak mendukung upaya pemerintah dalam memberikan efek jera terhadap pelaku korupsi, seorang terpidana kasus korupsi," ungkapnya.
"Rasa-rasanya tidak layak menduduki posisi sebagai aparat penegak hukum yang notabane nantinya akan fungsinya sebagai kepolisian adalah melayani masyarakat dan menjadi preseden buruk dan menjadi catatan penting bagi kepolisian agar tidak lagi melakukan tindakan yang masyarakat menganggap ini hanya dagelan saja, tidak meruntuhkan apa yang kerap disampaikan oleh Pak Listyo Sigit Prabowo, komitmen antikorupsi Polri ini layak dipertanyakan," katanya.
(mdk/rhm)