Meski banyak kejanggalan, KM Wihan tetap kantongi izin berlayar
Saat meninggalkan dermaga, posisi kapal sudah miring.
Tim gabungan masih terus mengkaji penyebab tenggelamnya KM Wihan Sejahtera di Teluk Lamong, Surabaya, 16 November 2015. Humas Pelindo III Tanjung Perak Surabaya Dhany R Agustian menjelaskan, saat meninggalkan dermaga kapal sudah dalam kondisi miring. Namun anehnya nakhoda tetap mengantongi Surat Perintah Berlayar dari Syahbandar Tanjung Perak.
"Data penumpang dalam manifes kapal jauh lebih kecil sekitar 50 orang, berbeda dengan yang ditemukan di lapangan sekitar 200 orang. Sedangkan Aturan tinggi muatan truk sering dilanggar yaitu lebih dari 3,8 meter," tutur Dhany kepada Antara, Kamis (3/12).
Selain itu, nakhoda kapal menolak jasa pandu kemudian terlihat berubah haluan dan oleng di sekitar Pelabuhan Teluk Lamong. Kurang dari 30 menit kemudian, kapal menyebar sinyal darurat. Pelindo saat itu segera mengerahkan armada pandu untuk melakukan evakuasi para penumpang.
Dalam investigasi penyebab tenggelamnya kapal, tim gabungan terdiri dari Indonesian National Shipowners' Association (INSA) Surabaya, Pelindo III Tanjung Perak, Dewan Kelautan Indonesia (DEKIN) Jatim, Dinas Perhubungan dan Lalu Lintas Angkutan Jalan (DLLAJ) dan pakar dari Institut Teknologi Sepuluh November (ITS).
Ketua INSA Surabaya Stenvens H. Lesawengan di ITS Surabaya, mengungkapkan, banyak aturan keselamatan sering dilanggar oleh perusahaan pelayaran untuk bisa mempertahankan bisnis. Terlihat dari masih beroperasinya kapal roro yang melayani rute jarak jauh, padahal kapal roro seperti KM Wihan Sejahtera tidak cocok untuk layanan antar-pulau (Tanjung Perak-Ende).
Sementara itu pakar perkapalan ITS, Indrajaya Gerianto menjelaskan KM Wihan itu dirancang dengan draf kecil dan bangunan atas tinggi serta mengandalkan balesting untuk mengatur vertical centre of gravity.
"Banyak kendaraan di dalam kapal tidak diikat, sehingga mudah berpindah tempat. Di samping itu banyak perlengkapan-perlengkapan keselamatan (life jacket) yang tidak layak tapi bisa dijumpai di pasar," paparnya.
Wakil Rektor IV ITS, Prof I Ketut Budha Artana dalam penelitiannya menuturkan bahwa alur pelayaran barat Surabaya sudah terlalu penuh, sehingga risiko terjadi tabrakan tinggi. Pelebaran dan pendalaman alur akan meningkatkan daya dukung.
"Laboratorium Safety and Reliability Jurusan Teknik Siatem Perkapalan telah mengembangkan kemampuan Real Time Vessels Monitoring berbasis Automatic Identification System (AIS), sayang data AIS itu kurang dimanfaatkan dalam manajemen keselamatan pelayaran," terangnya.
Dalam kajian tersebut terdapat beberapa poin yaitu budaya keselamatan masyarakat pada umumnya rendah, sementara otoritas tidak tegas menegakkan aturan keselamatan pelayaran, sedangkan pengusaha pelayaran terdesak untuk tetap memperoleh laba namun dengan mengorbankan keselamatan.
"Manajemen ABK juga bermasalah, selain banyak yang tidak kompeten, ABK baru seringkali kurang mengenal kapal sehingga lamban merespons keadaan darurat. Komposisi ABK memerlukan manajemen yang pas agar sebagai Tim mereka menguasai kapal," jelas Ketua INSA, Steven.
Nakhoda kapal, lanjutnya, tetap memiliki peran penting karena nakhoda bisa menolak berlayar sekalipun sudah menerima SPB. Nakhoda seharusnya bisa memeriksa stabilitas kapal pada awal keberangkatan dengan melakukan manuver cikar kiri dan cikar kanan. Jika ditengarai stabilitas kapal bermasalah nakhoda bisa membatalkan pelayaran.
"INSA perlu melakukan pembinaan secara terus menerus bagi para anggotanya agar tetap berkomitmen untuk menomorsatukan masyarakat. Jika tidak dilakukan perubahan paradigma yang lebih mengutamakan keselamatan sektor pelayaran akan kehilangan kepercayaan publik," tandasnya.