Miris! Kemiskinan di Daerah Tambang dan Kaya Sumber Daya Alam
Guru Besar Hukum Pidana Universitas Pancasila Agus Surono mengatakan, tantangan terbesar dalam pengelolaan SDA adalah masalah deforestasi.
Guru Besar Hukum Pidana Universitas Pancasila Agus Surono mengatakan, tantangan terbesar dalam pengelolaan SDA adalah masalah deforestasi, pasca-tambang, dan kemiskinan di daerah yang kaya SDA.
Deforestasi telah menjadi isu yang terus menerus, sementara lubang-lubang tambang yang terbengkalai menimbulkan persoalan baru. Ia juga menyoroti ketidakadilan distribusi hasil SDA, di mana daerah-daerah kaya SDA, seperti Papua, justru mengalami tingkat kemiskinan yang tinggi.
- Uniknya Desa Cikahuripan Lembang, Warganya Antisipasi Bencana Alam Pakai Seni Tarik Suara
- Kawasan Hutan Jati Terpencil di Semarang Ini Dulunya Tempat Pembantaian Anggota PKI, Cerita Saksi Hidup Bikin Merinding
- Kebakaran Hutan dan Lahan di Sungai Rotan Muara Enim Meluas ke Permukiman Warga
- Digelar di Hutan Pinus Mangunan, Momen Perpisahan SMP Negeri 2 Dlingo Bantul Ini Curi Perhatian
“Kemiskinan di daerah kaya SDA masih menjadi persoalan besar bangsa," katanya.
Hal ini tertungkap dalam diskusi kelompok terpumpun (FGD) bertema Kerapuhan Etika Penyelenggara Negara dalam Berbangsa dan Bernegara : Kedaulatan Sumber Daya Alam yang diselenggarakan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) di Universitas Tanjung Pura, Pontianak, Kalimantan Barat, Rabu (3/9).
Selain itu, Agus juga menyebutkan, regulasi yang ada seperti UU tentang pertambangan dan lingkungan hidup masih kurang relevan dengan tantangan saat ini. Terkait dengan kedaulatan SDA, Agus menyinggung tentang kepemilikan saham pemerintah sebesar 55 persen di Papua.
“Apakah kepemilikan saham kita di Papua benar-benar bermanfaat untuk masyarakat Papua dan Indonesia?" tanyanya.
Ia menyoroti bahwa oligarki dan korupsi masih menjadi hambatan utama dalam upaya mencapai keadilan dalam pengelolaan SDA. Ia juga menekankan pentingnya peran serta masyarakat dalam mengawasi proses ini, serta menyarankan adanya harmonisasi regulasi untuk mempermudah implementasi yang lebih adil.
Senada dengan Agus, Dosen Teknik Lingkungan Universitas Tanjungpura Aji Ali Akbar, menyoroti permasalahan stunting yang terjadi di daerah kaya SDA seperti Papua.
Menurutnya, ironis bahwa daerah dengan kekayaan alam berlimpah justru memiliki angka stunting yang tinggi.
"Stunting terbesar terjadi di Papua, padahal di sana ada minyak, gas, emas, dan segala macam sumber daya alam," ujarnya.
Bencana Alam
Hal ini menunjukkan adanya kesenjangan antara pengelolaan SDA dan kesejahteraan masyarakat setempat. Aji menegaskan, walaupun regulasi di Indonesia sudah cukup baik, implementasinya yang masih jauh dari harapan menyebabkan dampak negatif bagi sebagian masyarakat.
Selain itu, Aji juga menyoroti masalah bencana alam yang sering terjadi di Indonesia, terutama banjir dan tanah longsor. "Bencana alam ini sebagian besar disebabkan oleh alih fungsi lahan yang terjadi puluhan tahun lalu," jelasnya.
Di sisi lain, Bambang Hero Saharjo, Pakar Lingkungan dari IPB, menyoroti korupsi besar-besaran yang terjadi dalam pengelolaan SDA, seperti kasus kerusakan lingkungan akibat pertambangan timah yang menyebabkan kerugian negara hingga triliunan rupiah.
"Kasus timah di Babel menyebabkan kerugian lingkungan sebesar Rp271 triliun. Ini adalah salah satu contoh bagaimana SDA kita dikelola dengan sangat buruk," ujarnya.
Bambang juga mengkritisi lemahnya etika penyelenggara negara dalam menangani SDA, di mana korupsi menjadi kendala utama dalam pelaksanaan amanat Pasal 33 UUD 1945. Menurutnya, regulasi yang ada sering kali bertumpuk dan justru saling beradu, tidak saling mendukung.
Menyikapi permasalahan tersebut, BPIP akan menyusun rekomendasi untuk disampaikan kepada Presiden terpilih agar dapat ditindaklanjuti sebagai upaya mencapai kesejahteraan rakyat yang berkeadilan. Hal tersebut diungkapkan Anggota Dewan Pengarah BPIP, Prof. Dr. M. Amin Abdullah yang memantik jalannya diskusi.
“Kita akan bawa ini untuk disampaikan kepada Presiden terpilih. Pak Prabowo itu bapaknya pahlawan. Saya yakin darah patriotiknya masih terjaga untuk mengurai persoalan ini”, ungkap Prof. Amin.