MK: Jabatan Wapres Diisi Lewat Pemilu, Tidak Dapat Dikualifikasi Bentuk Nepotisme
MK berpendapat dalil pemohon terkait nepotisme Jokowi tidak beralasan.
Majelis Hakim menyatakan, jabatan wapres diisi melalui pemilu bukan ditunjuk presiden, sehingga hal tersebut bukan suatu bentuk nepotisme seperti didalilkan pemohon.
- Maraknya Korupsi dan Nepotisme di Indonesia Jadi Fenomena Kemunduran Moralitas, Salah Siapa?
- Eks Wakil Ketua KPK Membaca Situasi di Istana Negara, Ada Reinkarnasi Nepotisme dan Dinasti Politik
- Sespri Jokowi dan Iriana Maju Pilkada, Begini Sindiran PDIP
- Bawaslu Sebut Jokowi Tak Langgar Netralitas Saat Bagi Bansos di Banten
MK: Jabatan Wapres Diisi Lewat Pemilu, Tidak Dapat Dikualifikasi Bentuk Nepotisme
Mahkamah Konstitusi (MK) membacakan putusan perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) atau sengketa Pilpres 2024.
Hakim MK Daniel Yusmic Pancastaki Foekh mengatakan, dalil pemohon yang menyebut Presiden Joko Widodo mendukung putranya cawapres Gibran Rakabuming Raka, tidak mampu dibuktikan oleh pemohon.
"Karena pemohon tidak menguraikan lebih lanjut dan tidak membuktikan dalilnya, maka Mahkamah tidak mendapatkan keyakinan akan kebenaran dalil yang dipersoalkan oleh pemohon," beber Daniel membacakan putusan.
"Terlebih, jabatan wakil presiden yang dipersoalkan oleh Pemohon a quo adalah jabatan yang pengisiannya melalui pemilihan (elected position) dan bukan jabatan yang ditunjuk/diangkat secara langsung (directly appointed position)," sambungnya.
Majelis Hakim menyatakan, jabatan wapres diisi melalui pemilu bukan ditunjuk presiden, sehingga hal tersebut bukan suatu bentuk nepotisme seperti didalilkan pemohon.
"Adapun jabatan yang terkait dengan larangan nepotisme adalah jabatan yang pengisianya dilakukan dengan cara ditunjuk/diangkat secara langsung. Artinya, jabatan yang diisi melalui pemilihan umum tidak dapat dikualifikasi sebagai bentuk nepotisme,"
tutur Daniel.
merdeka.com
Oleh karena itu, MK berpendapat dalil pemohon terkait nepotisme Jokowi tidak beralasan.
"Bahwa berdasarkan uraian perimbangan hukum tersebut, Mahkamah berpendapat dalil Pemohon mengenai pelanggaran atas Ketetapan MPR Nomor XI/MPR/1998, UU 28/1999, dan Pasal 282 UU Pemilu adalah tidak beralasan menurut hukum," jelasnya.
Daniel kemudian menyinggung dalil agar anak pejabat tidak ikut dalam kontestasi demokrasi.
"Larangan ini tidak boleh dimaknai anak pejabat tidak boleh berkarir," pungkas Daniel.
Sebelumnya, Hakim MK Arief Hidayat membacakan putusan yang menyebutkan bahwa tak terbukti adanya intervensi presiden terkait penetapan capres-cawapres 2024.
"Secara substansi perubahan syarat pasangan calon yang diterapkan termohon dalam Keputusan KPU 1368/2023 dan PKPU 23/2023 adalah sesuai dengan apa yang telah diperintahkan amar putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023," kata Arief.
Oleh karena itu, dalil pemohon yang menyebut terjadi intervensi Jokowi tidak terbukti dan MK tidak beralasan mendiskualifikasi paslon 02.
“Dalil pemohon yang menyatakan terjadi intervensi presiden dalam perubahan syarat pasangan calon dan dalil pemohon mengenai dugaan adanya ketidaknetralan termohon dalam verifikasi dan penetapan pasangan calon yang menguntungkan pasangan calon nomor urut 2," sehingga dijadikan dasar bagi pemohon untuk memohon Mahkamah membatalkan (mendiskualifiakasi) pihak terkait sebagai peserta Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2024, adalah tidak beralasan menurut hukum,"
beber Arief.
merdeka.com