Mulai Dijalankan Juli 2025, Program Sekolah Swasta Gratis di Jakarta Butuh Anggaran Rp2,3 Triliun
Sekolah swasta gratis di Jakarta tak akan menerapkan peraturan zonasi dan batasan usia atau umur seperti di sekolah negeri.
Wakil Ketua DPRD Provinsi DKI Jakarta, Ima Mahdiah mengatakan, total anggaran yang dibutuhkan untuk program sekolah swasta gratis yang rencananya dimulai pada Juli 2025 sebesar Rp2,3 triliun.
"Itu (anggaran sekolah swasta gratis) Rp1,6 (triliun)," kata Ima saat dijumpai di Gedung DPRD DKI Jakarta, Kamis (7/11).
- Sekolah Swasta Gratis di Jakarta Tak akan Terapkan Sistem Zonasi dan Batas Usia
- Program Seklah Swasta Gratis, Ternyata Anggarannya Bersumber dari Sini
- Banyak Ketimpangan Pendidikan, Pemprov Jakarta Didesak Buat Sekolah Swasta Gratis
- Usulkan Sekolah Gratis, DPRD DKI Minta Pemprov Jakarta Revisi Perda soal Pendidikan
Tapi, kata dia, ada tambahan Rp700 miliar untuk bantuan berupa seragam dan buku-buku.
"Tapi harus dipakainya untuk seragam sama alat-alat sekolah. Jadi kita lebih memprioritaskan keperluan sekolah," ucap dia, dikutip dari Antara.
Ima menyebutkan, Kartu Jakarta Pintar (KJP) banyak disalahgunakan oleh pihak orang tua siswa. Misalnya, untuk membayar cicilan motor atau untuk hal lainnya di luar keperluan sekolah siswa.
Karena itu, mekanisme pemberian bantuan untuk siswa tidak mampu akan terus dievaluasi agar hal serupa tidak terus terjadi.
"Langsung dibayar (bantuan kebutuhan siswa). Cuma mekanismenya masih dievaluasi terus. Tapi kalau saran saya, tetap pakai kartu, uangnya dialokasikan," ujarnya.
Ima juga menyarankan agar Dinas Pendidikan dan Bank DKI harus benar-benar kerja sama dengan baik dalam menjalankan program ini.
"Sehingga ketika terjadi penyelewengan, harus segera ditindaklanjuti," katanya.
Tak akan Terapkan Sistem Zonasi dan Batas Usia
Ima Mahdiah mengatakan, sekolah swasta gratis di Jakarta tak akan menerapkan peraturan zonasi dan batasan usia atau umur seperti di sekolah negeri.
"Itu tidak ada (aturan zonasi dan batasan usia di sekolah swasta). Yang penting orang tersebut adalah tidak diterima di negeri dan terdaftar DTKS (Data Terpadu Kesejahteraan Sosial)," kata Ima.
Bahkan, kata dia, kalau tidak terdaftar DTKS pun yang penting ada surat dari kelurahan setempat. Ima mengklarifikasi terkait pemberian kebutuhan siswa seperti tas, seragam, dan sebagainya pada program sekolah swasta gratis. Ima menyebut, siswa yang mendapatkannya hanya dari golongan tak mampu.
Selain itu, siswa yang bisa mendapatkan program sekolah swasta gratis juga hanyalah mereka yang berasal dari keluarga tak mampu.
"Kalau yang mampu pasti bayar. Karena kondisinya yang kita targetkan adalah anak-anak yang memang tidak mampu," katanya.
Karena kalau anak mampu, kata dia, sudah dibiayai oleh orang tuanya. "Anak yang tidak mampu itu yang jadi prioritas kita. Karena kita harus menjalankan keadilan sosial," kata Ima.
Jika program tersebut mulai dijalankan pada Juli 2025, Ima berharap para guru tak membedakan antara siswa yang mendapat program sekolah gratis dengan siswa yang membayar.
Sebab, kata dia, tujuan dari program tersebut adalah agar seluruh anak-anak di Indonesia bisa mendapatkan pendidikan yang layak. Apabila guru diketahui membeda-bedakan dalam memperlakukan siswa, Ima menyarankan agar pihak sekolah dapat menindak tegas hal tersebut.
"Karena sebenarnya sekolah swasta ini banyak yang hidup segan mati tak mau, kondisi menengah bawah. Kalau, misalkan, mereka (guru) membedakan, itu perlu dievaluasi. Harus tindak gurunya secara tegas," kata Ima.
Sebelumnya, Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) DKI Jakarta Purwosusilo menjelaskan bahwa program sekolah swasta gratis tak hanya membiayai Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP) melainkan juga kebutuhan pribadi peserta didik.
“Pembiayaan oleh pemerintah bagi anak-anak yang bersekolah di swasta terdiri dari SPP, uang pangkal atau uang pada saat awal masuk ke jenjang tertentu," katanya.
Kemudian biaya kegiatan pembelajaran sesuai tarif tertentu berdasarkan hasil kajian. "Lalu pemenuhan dasar pendidikan untuk peserta didik berupa seragam, sepatu, tas dan alat tulis yang diperlukan," kata Purwosusilo.