NU tak terima dicap sebagai pembantai PKI
NU juga merasa tak perlu minta maaf atas konflik horizontal yang terjadi tahun 1948 dan 1965.
Selain sebagai sikap tegas Nahdlatul Ulama (NU) buku putih "Benturan NU-PKI 1948-1965" dianggap sebagai bentuk rekonsiliasi antara korban dari Partai Komunis Indonesia dan NU. Selain itu buku itu juga dianggap untuk klarifikasi dua peristiwa 1948 dan 1965 versi Nahdlatul Ulama.
Hal itu dikatakan Wakil Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) As'ad Said Ali di Gedung PBNU, Kramat Raya, Senin (9/12) dalam peluncuran buku itu. Menurut As'ad telah terjadi rekonsiliasi yang alami antara keturunan korban.
"Buku putih ini juga menunjukkan bahwa proses rekonsiliasi telah terjadi secara alami. Buku ini juga banyak mengungkapkan fakta mengenai kebesaran hati para kiai NU dengan merawat, membesarkan dan mendidik anak-anak korban serangkaian konflik horizontal yang telah terjadi," kata As'ad.
Sedangkan anggota tim riset buku Abdul Mun'im mengatakan munculnya buku itu karena provokasi dari media di Indonesia dan tuduhan terhadap lembaga internasional terhadap NU sebagai pelaku. Dia mengaku sudah ada rekonsiliasi yang alami di antara korban.
"Ketika terjadi provokasi media, termasuk lembaga amnesti internasional, NU disebut sebagai pelaku. Kalau tidak ada desakan hal itu, kita tidak bisa diam. Sebenarnya hal ini sudah ada rekonsiliasi di tingkat bawah," papar Mun'im.
Mun'im mengungkapkan, selama ini banyak yang menulis peristiwa tentang PKI yang ditulis dengan sepenggal-penggal. Bahkan dia menyebut majalah Tempo yang juga menuliskan tentang PKI dianggap sepotong-potong.
"Jangan menulis tentang PKI secara sepenggal-penggal. Jangan seperti Tempo, kami sudah protes hal itu. Tapi mereka keras kepala. Sudut pandang mereka menjadikan PKI sebagai korban," terang Mun'im.
Sanggahan akan wacana PKI selama ini, menurut Mun'im bukan untuk balas dendam. Dia berkeyakinan peristiwa 1948 dan 1965 antar PKI dan NU sebagai bentuk konflik horizontal dan mengklaim proses rekonsiliasi alami antara dua korban sudah berlangsung.
Dengan alasan itu, Mun'im mengungkapkan NU tidak perlu minta maaf. Menurutnya yang ada saat ini saling memaafkan antara dua belah pihak.
"Konflik itu horizontal, jadi tidak perlu minta maaf dan itu sudah rekonsiliasi. Cara satu-satunya adalah dengan rekonsiliasi dan itu sudah terjadi dengan alami. Kita luncurkan buku ini tidak untuk balas dendam, tapi untuk saling memaafkan, itu sudah terjadi dan itu akan kita lanjutkan," papar Mun'im.
Baca juga:
NU klarifikasi permintaan maaf Gus Dur pada PKI
NU: Ada dramatisasi jumlah PKI yang jadi korban 1948 & 1965
'NU dan PKI sama-sama jadi korban, tak ada pembantaian massal'
Komnas HAM minta polisi tangkap pelaku pembubaran diskusi PKI
Mahfud MD sebut cara sosialisasi Ditjen Pajak mirip PKI
-
Siapa yang memimpin sidang PPKI? Sidang bersejarah itu dipimpin oleh Soekarno.
-
Siapa yang menyelamatkan para tawanan dari PKI? Mereka menyelamatkan para tawanan yang hendak dieksekusi para anggota PKI.
-
Apa yang membuat tokoh PKI kebal peluru? Ada sejumlah tokoh PKI ternyata tak mempan ditembak. Mereka punya ilmu kebal peluru.
-
Bagaimana TNI AU mengebom Purwodadi yang dikuasai PKI? TNI AU Mengebom Purwodadi yang dikuasai PKI. Serangan udara itu berhasil membuat pasukan PKI kocar-kacir dan batal melakukan eksekusi pada sejumlah tawanan. Kadet Udara I Aryono menerbangkan pesawat, sementara Kapten Mardanus duduk di belakangnya menjadi observer udara. Mereka terbang rendah kemudian menjatuhkan bom di komplek kantor kabupaten. Misi itu sukses.
-
Bagaimana Suparna Sastra Diredja tergabung dalam PKI? Pergerakannya yang masif bersama rakyat membuatnya banyak terlibat di Partai Komunis Indonesia terutama setelah pemilihan 1955. Di sana ia menjadi anggota dewan yang mengurusi konstitusi baru pengganti undang-undang dasar semetara.
-
Siapa yang memimpin PKI saat peristiwa G30S PKI terjadi? Di mana peristiwa ini dilancarkan oleh PKI yang saat itu dipimpin Dipa Nusantara (DN) Aidit dan Pasukan Cakrabirawa di bawah kendali Letnan Kolonel Untung Syamsuri.