Pakai Data Orang Lain, 2 Pelaku Bobol Aplikasi Home Credit Hingga Rp1,5 Miliar
Aparat Polda Metro Jaya membekuk dua dari empat orang pelaku terkait kasus penipuan terhadap aplikasi pembiayaan multiguna Home Credit dengan cara menggunakan data pribadi orang lain dalam melakukan transaksi secara online.
Aparat Polda Metro Jaya membekuk dua dari empat orang pelaku terkait kasus penipuan terhadap aplikasi pembiayaan multiguna Home Credit dengan cara menggunakan data pribadi orang lain dalam melakukan transaksi secara online.
"Bulan Juni 2021 di kantor Home Credit, tersangka yang kita amankan ada dua orang. Dua DPO, ada empat pelakunya," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus, Rabu (13/10).
-
Kenapa daftar pustaka online penting? Media online acap dijadikan referensi karena memang ada banyak informasi dan data valid yang disampaikan ahli dan dibagikan kepada masyarakat secara online. Perkembangan internet mendorong referensi kredibel dari internet semakin banyak.
-
Di mana tempat penipuan online sering terjadi? Penipuan online bisa terjadi kapan saja, yang paling sering adalah saat belanja online.
-
Dimana orang bisa mengajukan pinjaman online? Sementara itu, proses pengajuan pinjaman online bisa dilakukan dengan mudah dan cepat melalui aplikasi mobile atau website.
-
Bagaimana proses pengajuan pinjaman online dilakukan? Sementara itu, proses pengajuan pinjaman online bisa dilakukan dengan mudah dan cepat melalui aplikasi mobile atau website.
-
Siapa saja yang bisa mengajukan pinjaman online? Sementara syarat pengajuan pinjaman di Fintech lending umumnya dokumen yang dibutuhkan yaitu - Foto KTP - Swafoto amda - Mutasi rekening 4 bulan terakhir - Foto NPWP atau laporan penjualan di marketplace atau di sistem kasir digital
-
Apa yang membuat Bedu terjerat hutang pinjaman online? Kabar mengejutkan belakangan ini, Bedu disebut terjerat pinjaman online dan tidak mampu membayarnya.
Komplotan itni membeli data berupa foto selfie orang lain yang sedang memegang KTP dari akun Telegram bernama Raha yang kini masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO).
"Ini yang menjadi DPO akun Telegram Raha, namanya ini yang masih kita profiling yang kemudian akun ini dikenal oleh tersangka UA ini melalui akun Facebook. Jadi dia belum pernah bertemu, tetapi dia berkenalan melalui akun Facebook yang ada. Dia membeli dengan harga Rp7,5 juta," jelasnya.
"Jadi setelah mendapatkan data dan foto yang dia beli dari akun Telegram Raha yang sekarang menjadi DPO ini, dia pakai untuk belanja di Tokped, yang spesialis belanjanya ini adalah membeli ponsel dan koin emas seberat 5 gram," kata Yusri.
Dalam bertransaksi online, kedua pelaku menggunakan aplikasi Home Credit yang menggunakan data orang lain saat melakukan pembayaran.
"Jadi nanti penagihannya kepada data KTP tersebut. Jadi dia yang bermain, dapat data, kemudian pesan barang ponsel dan emas 5 gram bayar pakai Home Credit. Tapi yang bayar KTP yang dia dapat itu," ujarnya.
"Nanti kalau sudah dapat barangnya sesuai pesanan itu, kemudian dia jual kembali melalui aplikasi Facebook dengan harga turun 10 hingga 20 persen dari harga yang dia beli," sambungnya.
Saat pihak Home Credit melakukan penagihan terhadap data pengguna tersebut, ternyata si pemilik data itu mengaku tidak pernah memesan barang-barang itu.
"Setelah dicek oleh Home Credit tidak pernah, mengeluh orang yang ada di KTP tersebut bahwa tidak pernah memesan barang tersebut," ucapnya.
Atas kejadian itulah, akhirnya pihak Home Credit melaporkan hal tersebut. Karena, ada 150 transaksi yang ditemukan oleh Home Credit dengan penggunaan debitur fiktif.
"Ini berdasarkan hasil pengecekan yang dilakukan masing-masing dengan ditemukan debitur fiktif dengan mengatasnamakan KTP orang lain yang didapat ini. Sementara (kerugian) sekitar Rp1,5 miliar, karena memang yang dia kejar ini adalah belanja ponsel dan emas. Karena ini mudah sekali sangat mudah dijual," jelas Yusri.
Terkait dengan pembagian hasil kejahatan itu, UA akan mendapatkan 90 persen dari hasil keuntungan itu dan SM mendapatkan 10 persen.
"Tersangka kita persangkakan di Pasal 30 Juncto Pasal 46 atau Pasal 32 di Undang-Undang ITE ancaman 12 tahun penjara. Juga di Pasal 378 dan 372, kemudian kita lapis di Pasal 3 UU RI tentang TPPO ancaman 20 penjara," tutupnya.
Baca juga:
Polisi Cekal CEO Jouska Tersangka Kasus Kejahatan Pasar Modal ke Luar Negeri
Polisi Bakal Sita Aset CEO Jouska Terkait Kasus Dugaan Penipuan Berkedok Investasi
Polisi Tetapkan CEO Jouska Aakar Abyasa Jadi Tersangka Penipuan Berkedok Investasi
Ngaku Jadi Korban Begal, Ternyata Tak Mampu Bayar Wanita Open BO
Rekayasa Cerita jadi Korban Begal, IRT di Garut Jadi Tersangka