Pakar Hukum Desak Kejagung Bongkar Kasus Jual Beli Perkara di MA
Dia juga mendorong lembaga pengawas Hakim seperti Majelis Kehormatan Hakim (MKH) untuk turun tangan memeriksa hakim-hakim MA.
Pakar hukum pidana Universitas Bung Karno (UBK), Hudi Yusuf mendesak Kejaksaan Agung (Kejagung) segera mengembangkan kasus dugaan praktik jual-beli perkara di Mahkamah Agung (MA).
- Pecah Tangis Serda Adan Saat Minta Keringanan Hukuman Depan Hakim Usai Dituntut Penjara Seumur Hidup
- Tiga Hakim MA Dilaporkan ke KY Terkait Putusan Batas Usia Calon Kepala Daerah
- Terbukti Selingkuh, Hakim Pengadilan Agama Dipecat Komisi Yudisial
- Hakim MK Sentil Pengacara KPU karena Tak Pernah Bertanya: Enak Sekali Jadi Kuasa Hukum, Diam
"Kejagung harus dalami, semua dipanggil yang terlibat terkait gratifikasi suap terhadap hakim dan jajarannya begitu di Mahkamah Agung" ujar Hudi, Senin, (28/10).
Selain itu, dia juga mendorong lembaga pengawas Hakim seperti Majelis Kehormatan Hakim (MKH) untuk turun tangan memeriksa hakim-hakim MA. Menurutnya, sudah jadi rahasia umum dalam pengondisian perkara, terjadi praktik bongkar pasang jajaran tim majelis, demi memuluskan titipan.
"Kalau terindikasi dan diduga menerima suap ya bisa ditetapkan sebagai tersangka. Banyak kok hakim sudah masuk penjara. Ini preseden buruk kalau hakim MA terlibat suap," katanya.
Dia lalu menyinggung perkara Peninjauan Kembali (PK) eks Bupati Tanah Bumbu, Mardani H Maming, terpidana kasus suap dalam kasus Izin Usaha Pertambangan (IUP). Dia menduga, bekas Kapusdiklat Mahkamah Agung (MA) Zarof Ricar bersama Katua MA Sunato turut bermain dalam perkara itu.
Zarof Zikar sudah ditangkap Kejagung terkait pengaturan perkara Ronald Tannur. Dia ditangkap bersama barang bukti uang tunai Rp1 triliun dan 51 kg emas batangan, hasil dari makelar kasus di MA selama 10 tahun, hingga 2022 saat dia pensiun.
Hudi menyebut, dugaan kedekatan Sunarto dengan Zarof bukan tanpa dasar. Sebab, Zarof yang sudah pensiun sejak 2022 masih bisa ikut perjalanan dinas bersama Sunarto dan beberapa hakim lainnya ke Sumenep, Madura, pada September lalu.
Beredar surat mencantumkan perjalanan Sunarto dengan Zarof Ricar, beserta para pimpinan dan pejabat di Mahkamah Agung (MA) lainya ke Sumenep. Pada surat bernomor 14/WKMA.Y/SB/HM2.1.1/IX/2024, terdapat logo garuda dan tulisan ‘Wakil Ketua Mahkamah Agung Bidang Yudisial’.
Diduga Zarof Ricar adalah tim sukses Sunarto saat pemilihan Ketua MA, Rabu (16/10) lalu. Pada hasil hitung suara, Sunarto menang telak dengan mengantongi 30 suara.
Dia mengungguli tiga hakim agung lainnya yang mencalonkan diri, yakni Haswandi (4 suara), Soesilo (1 suara), dan Yulius (7 suara). Diketahui, Haswandi merupakan Hakim Agung Kamar Perdata, Soesilo Hakim Agung Kamar Pidana, dan Yulius menjabat Ketua Kamar Tata Usaha Negara.
Sidang paripurna itu dihadiri 45 dari 46 hakim agung. Adapun jumlah suara masuk adalah 44 suara yang terdiri dari 42 suara sah dan dua suara tidak sah, sementara satu suara lainnya abstain.
Ketika dikonfirmasi, Juru Bicara (Jubir) MA, Hakim Yanto membantah semua tudingan terhadap Sunarto. Dia berdalih itu bukan surat resmi.
"Kalau surat dinas pasti ada kop suratnya, ada ini, terus ada surat tugas gitu. Judulnya kan hanya daftar orang yang mau berkunjung ke keraton itu (Sumenep)," ujar Hakim Yanto, Senin, (28/10).
Dia juga menepis soal kabar Sunarto akan merombak komposisi majelis hakim PK Maming, berusaha mendepak Hakim Anshori dan Prim Haryadi.
"Saya malah baru dengar, besok saya tanyakan terkait ini ya," katanya seraya menekankan hubungan Sunarto dan Zarof hanya kedekatan antara atasan dan bawahan, tidak ada yang spesial.
Sekedar informasi, Mardani H Maming mengajukan PK ke MA pada 6 Juni 2024, No: 784/PAN.PN/W15-U1/HK2.2/IV/2004. Ditunjuklah tiga hakim agung yang menangani PK ini, yakni Sunarto sebagai ketua majelis, didampingi Ansori dan Prim Haryadi sebagai anggota majelis 1 dan 2.