Pakar Nilai Watimpres Harus Diperkuat, Diisi Para Mantan Presiden
Watimpres wajib memberikan pertimbangan kepada Presiden
Terdapat 4 alasan penguatan watimpres dan potensi Jokowi jadi pemimpinnya.
Pakar Nilai Watimpres Harus Diperkuat, Diisi Para Mantan Presiden
Direktur Eksekutif Indonesia Law and Democracy Studies (ILDES) Juhaidy Rizaldy menyoroti isu perihal adanya penambahan jumlah Kementerian dan adanya gagasan membentuk President Club oleh Presiden Terpilih Prabowo Subianto.
- Soal Presidential Club Prabowo, Bamsoet Usul Dewan Pertimbangan Agung Dihidupkan Kembali
- Golkar Sambut Baik Wacana Presidential Club Ala Prabowo, Bisa Menyatukan Presiden Terdahulu
- PAN Nilai Rencana Prabowo Bentuk Klub Presiden Sulit Terwujud: Ada Komunikasi yang Terputus
- Penjelasan Istilah Presidential Club yang Bakal Dibikin Prabowo, Diisi Megawati, SBY dan Jokowi
merdeka.com
Menurutnya, wacana penambahan Kementerian Negara sejalan dengan adanya wacana penguatan kelembagaan Dewan Pertimbangan Presiden (Watimpres) yang dulunya (Dewan Pertimbangan Agung) yang dimana lembaga tersebut saat ini telah dihapus didalam UUD NRI 1945, sehingga kedudukan tidak lagi sebagai organ konstitusional.
"Seharusnya jikalau gagasan President club itu ada, bisa dilembagakan lewat Watimpres, masuk Watimpres kembali dalam UUD NRI 1945, sehingga posisinya bisa setara dengan lembaga tinggi negara lainnya, setara dengan Presiden, MPR, DPR, MA, MK," ujar Rizaldy, Jumat (10/5).
Selain itu, terdapat 4 alasan penguatan watimpres dan potensi Jokowi jadi pemimpinnya, yaitu pertama Watimpres ini seharusnya diisi oleh para mantan Presiden. Alasannya karena pihak yang bisa menasehat presiden di antaranya yang layak adalah mantan presiden sendiri dan mungkin beberapa pihak lainnya.
"Apabila posisi sejajar dengan Presiden, kelembagaan kuat dan efektif untuk membantu Presiden dalam menjalankan pemerintahannya, disamping itu adanya para pembantunya yaitu para Menteri-Menteri," jelas Rizaldy.
Kedua, Design kelembagaan yang harys diubah, lembaga yang selama ini yang dikatakan tidak efektif karena pertimbangannya tidak berarti bagi Presiden, Presiden yang enggan mendengarkan nasehat dari Watimpres karena mungkin merasa lebih memahami.
merdeka.com
"Tapi, jikalau Anggota Watimpres ini adalah para mantan Presiden yang ketahui pernah memegang kekuasan 10 tahun lamanya, pasti mempunyai nilai tersendiri, apalagi jikalau satu visi dengan presiden yang baru, makin siingkron lembaga tersebut," kata Rizaldy.
Ketiga, Pertimbangan kepada Presiden harus ada baik diminta atau tidak diminta, Fungsi kepenasehatan dilaksanakan oleh Watimpres yang anggotanya ditetapkan oleh Presiden setelah mendapatkan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat.
"Ketua dan Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Agung dipilih dari dan oleh Anggota Dewan dan ditetapkan oleh Presiden. Anggota Dewan berkewajiban memberikan pertimbangan kepada Presiden, baik diminta
ataupun tidak," katanya.
Jadi ada tiga pengertian bahwa pertimbangan dewan kepada Presiden itu ada tiga macam. Ada pertimbangan yang wajib diberikan oleh Watimpres kepada Presiden karena ditanya oleh Presiden. Yang kedua ada pertimbangan yang wajib diberikan oleh Watimpres karena Watimpres sendiri menganggap hal itu penting bagi negara.
Kemudian ada yang ketiga, yaitu Watimpres wajib memberikan pertimbangan kepada Presiden karena Presiden diwajibkan oleh undang-undang, terlebih dahulu minta pertimbangan DPA, sebelum memutuskan sesuatu kebijakan.
"Pendapat ini hampir serupa dengan pendapat Prof Jimly ketika membahas dalam Sidang PAH Perubahan UUD NRI 1945," ujar Rizaldy
Juhaidy melanjutkan, perlu ada usulan supaya dirumuskan dalam undang-undang tentang Watimpres dan mungkin bisa ditambahkan dalam Konstitusi.
Tetapi ada hal-hal yang memang Presiden wajib memintakan pertimbangan dahulu kepada Watimpres sebelum memutuskan sesuatu.
Alasan keempat adalah Jadi, Fungsi Optimal Watimpres, Presiden harus mempertimbangkan setiap pertimbangan dari Watimpres, seperti nantinya akan memebantu fungsi legislasi yang dimiliki oleh Presiden untuk rancangan dan mengajukan inisiatif, mengajukan RUU, itu dimintakan dulu pertimbangannya kepada Watimpres dalam keadaan tertntu misalnya. Itu kalau dalam hubungannya dengan kegiatan legislatif.
"Yang lain, misalnya soal grasi, amnesti dan abolisi. Ada yang minta pertimbangan Mahkamah Agung yaitu Grasi dan Rehabilitasi dan ada juga yang dimintakan kepada Dewan Perwakilan Rakyat lebih dulu yaitu Amnesti dan abolisi," tegas Rizaldy.
Presiden sejatinya harus mendengarkan pertimbangan dari Presiden, dalam konteks dahulu DPA menjadi lolucun 'Dewan Pensiunan Agung' jadi hanya sebatas tepat berkumpul para senior negarawan.
"Salah satu masalah yang menyebabkan Dewan Pertimbangan Agung itu yang Nampak tidak begitu penting adalah karena memang nasihat-nasihat atau pertimbangan Watimpres itu tidak punya daya ikat kepada Presiden, itu salah satunya.
"Oleh karena itu, perlu dipertegas bahwa Presiden berkewajiban mempertimbangkan, meskipun tentu saja kewajiban mempertimbangkan bukan tidak harus berarti mengikuti nasihat. Subtansi ini tidak harus diikuti secara apa adanya tapi mempertimbangkan nasihat itu wajib dengan konsekuensi tentu saja," kata Rizaldy.
Dalam konteks ini, Watimpres hanya diatur lewat UU saja saat ini, seharusnya mesti kuat dan dikembalikan dalam Konstitusi agar sejajar dengan lembaga tinggi negara lainnya, fungsinya sangat sentral sehingga harus adanya penguatan.
"Secara politik, Presiden Club yang digagaskan bisa digagaskan lewat kelembagaan yang kuat 'Watimpres', sebaiknya para mantan presiden yang masih hidup harus ada di situ, dan Presiden yang terakhirlah yang harus menjadi Ketuanya karena relevan dengan kondisi terkini dalam konteks Pemerintahan," kata Rizaldy.
Di sisi lain, dalam hal ini posisi Jokowi yang sangat kuat dan sangat dekat dengan Presiden Terpilih Prabowo, hal ini bisa menjadi jalan yang terbaik. Apalagi Wakil Presidennya adalah Anak Presiden Sebelumnya ketika Prabowo Subianti menjabat. Hal ini bukan untuk mengakomodir kepentingan politik, tetapi untuk membenahan dan penyempurnaan sistem ketatanegaraan dan pemerintahan Indonesia.
"Pak Jokowi menjadi Ketua Watimpres, anggotanya Pak SBY dan Bu Megawati dan mungkin beberapa tokoh penting lainnya, untuk bisa menasehat Presiden, bukan kepada Pemerintahannya, tetapi subjeknya dan nasehatnya hanya kepada Presiden saja untuk menjalankan pemerintahannya."