Seperti Prabowo, Tiga Presiden dari Negara Ini Juga Berasal dari Latar Belakang Militer
Prabowo Subianto dilantik sebagai presiden ke-8 RI pada Minggu (20/10).
Presiden kedelapan Indonesia, Prabowo Subianto, resmi dilantik pada Minggu, 20 Oktober 2024. Sebelum menjabat sebagai presiden, Prabowo memiliki pengalaman sebagai Menteri Pertahanan dan juga memiliki latar belakang yang kuat di dunia militer.
Selama karier militernya, ia mencapai pangkat Jenderal TNI dan menerima beberapa penghargaan, termasuk Bintang Kartika Eka Paksi Naraya dan Bintang Yudha Dharma Naraya. Berdasarkan informasi dari Kepustakaan Presiden Perpustakaan Nasional, perjalanan militer Prabowo dimulai pada tahun 1974, setelah ia memasuki Akademi Militer Nasional (AMN) di Magelang, Jawa Tengah. Dua tahun setelah kelulusannya pada tahun 1976, ia bergabung dengan Komando Pasukan Khusus (Kopassus) Angkatan Darat, di mana ia mulai membangun reputasinya.
Kariernya di militer mengalami lonjakan pesat pada akhir dekade 1990-an, ketika ia menjabat sebagai Komandan Jenderal Kopassus dengan pangkat Mayor Jenderal antara tahun 1996 dan 1998. Pada tahun yang sama, ia juga diangkat sebagai Panglima Kostrad.
Namun, jabatannya sebagai Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Kostrad) tidak bertahan lama akibat situasi politik yang tidak stabil, termasuk demonstrasi besar-besaran dan pengunduran diri Presiden Soeharto. Prabowo juga terlibat dalam berbagai operasi militer.
Mengutip Antara, ia bersama pasukan TNI ikut berperang di Timor Timur, serta terlibat dalam operasi melawan PGRS/Paraku di Kalimantan, memburu pasukan Fretilin, dan menanggulangi Organisasi Papua Merdeka di Irian Jaya. Dengan latar belakang militer yang kuat, Presiden Prabowo menjadi salah satu dari sekian banyak pemimpin dunia yang memiliki pengalaman serupa.
Berikut adalah tiga pemimpin dunia lainnya yang juga memiliki latar belakang militer seperti Presiden Prabowo, berdasarkan berbagai sumber:
Vladimir Putin
Presiden Rusia, Vladimir Putin, telah mengabdikan dirinya selama dua dekade. Menariknya, perjalanan karirnya dimulai di dunia militer. Berdasarkan informasi dari BBC, setelah menyelesaikan pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Negeri Leningrad pada tahun 1975, Putin langsung bergabung dengan badan intelijen Uni Soviet, KGB.
Pada tahun 1985, ia yang fasih berbahasa Jerman ditempatkan di Dresden, Jerman Timur. Di sana, ia menyaksikan langsung peristiwa runtuhnya rezim komunis pada tahun 1989.
Mengutip dari The Guardian, informasi mengenai aktivitas Putin di Dresden cukup terbatas dan tidak banyak yang bisa dipastikan. Salah satu kemungkinan, ia diberi tugas untuk menjebak dan merekrut orang-orang asing yang berada di kota tersebut untuk belajar atau bekerja. Selama bertugas di KGB, Putin dikenal berfokus pada bidang kontra-intelijen.
Beberapa laporan menyebutkan, Putin terlibat dalam pengawasan terhadap para pembangkang politik Uni Soviet, meskipun hal ini belum pernah dikonfirmasi secara resmi. Selama 16 tahun karirnya di KGB, Putin berhasil naik pangkat hingga menjadi letnan kolonel sebelum kejatuhan Uni Soviet pada tahun 1991.
Meskipun demikian, karir militernya di KGB tidak terbilang cemerlang. Salah satu atasannya, Nikolai Leonov, bahkan menilai Putin sebagai "agen yang biasa-biasa saja." Hal ini menunjukkan bahwa meskipun ia kini menjadi pemimpin Rusia, perjalanan awalnya di dunia intelijen tidaklah terlalu mencolok.
Raja Charles III
Meskipun Raja Charles III lahir dalam keluarga kerajaan Britania Raya, ia tidak hanya menunggu waktunya untuk dilantik di Istana Buckingham. Sebagai seorang panglima tertinggi militer Inggris, ia memiliki pengalaman militer yang signifikan, termasuk pengabdiannya di Angkatan Laut dan Angkatan Udara Britania Raya pada tahun 1970-an. Setelah menyelesaikan dinas aktifnya, ia tetap menjaga hubungan erat dengan Angkatan Bersenjata negara tersebut.
Menurut laporan Forces News, saat masih menempuh pendidikan di Universitas Cambridge, Charles dilatih untuk menerbangkan pesawat oleh Komandan Skuadron Philip Penney dari Angkatan Udara Britania Raya. Pada 8 Maret 1971, saat masih dikenal sebagai Pangeran Charles, ia terbang sendiri menuju RAF Cranwell di Lincolnshire untuk menjalani pelatihan sebagai pilot jet.
Marsekal Madya Udara (Purn.) Sir Richard Johns, pelatihnya, menyatakan Charles III memiliki kemampuan belajar yang cepat dan bakat yang menonjol. Setelah menyelesaikan pelatihannya di RAF Cranwell, Charles melanjutkan kariernya di Angkatan Laut, mengikuti jejak ayah, kakek, dan kedua kakek buyutnya. Di usia 22 tahun, ia memulai sebagai sub-letnan pelaksana setelah bergabung dengan kursus "lulusan akselerasi" di Britannia Royal Naval College di Dartmouth pada 15 September 1971.
Dua bulan setelahnya, ia ditempatkan di kapal HMS Norfolk, kemudian berlanjut ke fregat HMS Minerva dan HMS Jupiter. Selama tahun 1972, Charles menjalani pelatihan yang intensif dan merasakan kehidupan di laut di tengah ketegangan Perang Dingin. Pengalamannya mencakup berbagai aktivitas seperti latihan penyelamatan diri dari kapal selam di HMS Dolphin, berlayar dengan HMS Churchill, belajar navigasi di HMS Mercury, dan menguji pengetahuannya di atas kapal pemburu ranjau HMS Glasserton. Ia juga memanfaatkan keterampilan terbangnya dengan berlatih menggunakan helikopter Junglie Wessex selama bertugas di Angkatan Laut.
Pada Februari 1976, Charles III menjabat sebagai Perwira Komandan kapal penyapu ranjau HMS Bronington. Selama sepuluh bulan berikutnya, ia memimpin kapal kecil tersebut dalam berbagai latihan dan operasi, termasuk menangani persenjataan dari Perang Dunia Kedua dan mengawasi kapal selam Soviet. Karier aktifnya di Angkatan Laut berakhir pada Desember 1976 dengan pangkat komandan, setelah menjalani pengalaman militer yang berharga dari tahun 1971 hingga 1976.
Petr Pavel
Petr Pavel adalah Presiden Ceko sejak tahun 2023. Ia memiliki rekam jejak yang cemerlang dalam dunia militer. Sebagai mantan jenderal militer, Pavel membawa banyak pengalaman berharga dalam bidang internasional.
Menurut informasi dari Kedutaan Besar Ceko di Yerevan, ia telah menduduki berbagai posisi penting dalam militer Ceko serta di Organisasi Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO). Mengutip dari Prague Castle, Pavel memiliki pengalaman militer yang luas selama periode 1983 hingga 2018.
Ia mulai kariernya sebagai Pemimpin Peleton Pengintaian Udara Bertujuan Khusus dan kemudian menjabat sebagai Kepala Staf Umum Angkatan Bersenjata Ceko. Pada periode 2015 hingga 2018, ia menjabat sebagai Ketua Komite Militer NATO, yang semakin memperkuat reputasinya dalam komunitas pertahanan internasional. Selama kepemimpinannya di NATO, Pavel berkontribusi signifikan dalam merumuskan kerangka kerja strategis aliansi, memastikan bahwa NATO tetap menjadi kekuatan yang solid di tengah perubahan global yang cepat.
Pavel juga aktif mempromosikan kerjasama yang lebih erat antara NATO dan negara-negara mitra, termasuk Ukraina dan Georgia. Dalam perjalanan kariernya, Pavel telah memimpin berbagai posisi, seperti Komandan Brigade Pasukan Khusus dan Wakil Perwakilan Militer Republik Ceko untuk Uni Eropa.