Pakar: Temuan Ombudsman Soal TWK Harus Dihormati Meski KPK Jalankan Putusan MK
"Jadi dua hal yang berbeda putusan MA dan MK tidak akan bertabrakan dengan rekomendasi dari Komnas HAM dan Ombudsman RI," kata Feri
Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas, Feri Amsari menjelaskan bahwa Putusan Mahkamah Agung (MA) dan Mahkamah Konstitusi (MK) adalah suatu hal yang berbeda dengan rekomendasi maladministrasi dari Ombudsman RI. Atau temuan dugaan pelanggaran HAM oleh Komnas HAM.
Pernyataan itu terkait dengan dasar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang tetap ngotot memecat 57 pegawai KPK yang tak lulus Tes Wawasan Kebangsaan/TWK pada 30 September 2021. Salah satunya merujuk pada putusan MA dab MK.
-
Dimana penggeledahan dilakukan oleh KPK? Kepala Bagian (Kabag) Pemberitaan KPK Ali Fikri menyebut penggeledahan kantor PT HK dilakukan di dua lokasi pada Senin 25 Maret 2024 kemarin. "Tim Penyidik, telah selesai melaksanakan penggeledahan di 2 lokasi yakni kantor pusat PT HK Persero dan dan PT HKR (anak usaha PT HK Persero)," kata Ali Fikri kepada wartawan, Rabu (27/3).
-
Siapa yang ditahan oleh KPK? Eks Hakim Agung Gazalba Saleh resmi ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Kamis (30/11/2023).
-
Apa yang tertulis di karangan bunga yang diterima oleh KPK? Dalam karangan bunga tertulis 'selamat atas keberhasilan anda memasuki pekarangan tetangga'. Tertulis pengirimnya adalah Tetangga.
-
Kenapa Kaesang datang ke KPK? "Saya datang ke sini bukan karena undangan, bukan karena panggilan tapi inisiatif saya dan saya tadi juga di dalam mengklarifikasi mengenai perjalanan saya tanggal 18 Agustus ke Amerika Serikat," kata Kaesang kepada wartawan di gedung lama KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (17/9).
-
Kapan KPK menahan Mulsunadi? "Untuk kebutuhan penyidikan tim penyidik melakukan penahanan MG untuk 20 hari pertama terhitung tanggal 31 Juli 2023 sampai dengan 19 Agustus 2023
-
Kenapa Mulsunadi ditahan KPK? Untuk kebutuhan penyidikan tim penyidik melakukan penahanan MG untuk 20 hari pertama terhitung tanggal 31 Juli 2023 sampai dengan 19 Agustus 2023
"Jadi dua hal yang berbeda putusan MA dan MK tidak akan bertabrakan dengan rekomendasi dari Komnas HAM dan Ombudsman RI," kata Feri kepada merdeka.com, Jumat (17/9).
Dia menjelaskan, keputusan MA dan MK terkait keabsahaan penyelengaraan TWK yang telah sesuai kewenangan KPK. Sedangkan rekomendasi dari Ombudsman dan Komnas HAM menduga terkait dugaan penyelewenangan dalam penyelenggaraan TWK.
Sehingga, polemik TWK, dia mempersoalkan prosedur penyelenggaran yang dianggap tidak sesuai dengan Undang-undang No 30 Tahun 2014 yang pada kewenangannya pejabat negara atau badan tata usaha negara tidak boleh melakukan tindakan sewenang-wenang.
"Tidak boleh sewenang-wenang. Nah di titik inilah pelanggaran, karena kesewenang-wenangan proses penyelenggaran bertentangan dengan HAM dan cacat administrasi karena tidak terbuka, segala macem. Sebagaimana ditemukan Ombudsman dan Komnas HAM," katanya
Dia memandang Presiden Joko Widodo selaku kepala negara seharusnya menegakkan HAM dan menertibkan proses penyelenggraan TWK sesuai asas umum penyelenggaraan negara yang baik.
Sebagaimana dimaksud dalam pasal 10 UU 30 Tahun 2014, penyelenggara negara harus meliputi asas; a.kepastian; hukum; b.kemanfaatan; c.ketidakberpihakan; d.kecermatan; e.tidak menyalahgunakan kewenangan; f.keterbukaan; g.kepentingan umum; dan h.pelayanan yang baik.
"Jadi tidak ada masalah menjalani putusan MA ataupun MK, tetapi harus juga menghormati rekomendasi Komnas HAM dan Ombudsman RI yang kemudian mereview proses penyelenggaraan. Sementara MA dan MK mereview ketentuan peraturan perundangan-undangannya," jelasnya.
Feri menambahkan suatu hal yang wajar ketika seluruh pihak menagih sikap presiden terhadap masalah TWK pegawai KPK. Karena PP No 40 Tahun 2020 terkait alih status Pegawai KPK serta PP No 17 Tahun 2020 soal Manajemen Pegawai Negeri Sipil Presiden lah yang berwenang mengangkat PNS.
"Artinya ya, kalau problematika berkaitan status PNS ya memang ujungnya ada di Presiden," ujarnya.
Sebelumnya, 57 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang tak lulus tes wawasan kebangsaan (TWK) akan dipecat pada 30 September 2021. Hal tersebut diungkap Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Rabu (15/9) hari ini.
"Memberhentikan dengan hormat kepada 51 orang pegawai KPK yang dinyatakan tidak memenuhi syarat per tanggal 30 September 2021," ujar Alex saat jumpa pers seperti dikutip dalam chanel youtube KPK.
Alex menyebut jika 51 pegawai itu merupakan pegawai yang mendapat rapor merah dalam TWK. Sementara 6 lainnya adalah mereka yang tak bersedia mengikuti pendidikan dan pelatihan bela negara dan wawasan kebangsaan.
Sementara, Alex mengatakan, terhadap 18 pegawai nonaktif yang telah mengikuti diklat bela negara dan dinyatakan lulus menjadi ASN bakal segera dilantik dan diangkat secara resmi.
"KPK akan mengangkat dan melantik 18 pegawai KPK yang telah mengikuti dan lulus pendidikan dan pelatihan bela negara dan wawasan kebangsaan," kata dia.
Kemudian, untuk tiga orang pegawai yang baru menyelesaikan tugas luar negeri, KPK memberikan kesempatan untuk mengikuti TWK susulan. Ketiga orang tersebut akan mengikuti TWK pada 20 September 2021.
"Memberi kesempatan kepada tiga orang pegawai KPK yang baru menyelesaikan tugas dari luar negeri untuk mengikuti asesmen tes wawasan kebangsaan yang akan dimulai 20 September 2021," kata dia.
Baca juga:
Novel Sebut KPK Dipimpin Orang Berani Langgar dan Tantang Hukum!
Daftar Pegawai KPK Tak Lulus TWK yang akan Dipecat pada 30 September 2021
Komnas HAM Sebut Presiden Masih Punya Kewenangan Selesaikan Polemik TWK KPK
Penyidik Tak Lolos TWK Mulai Berkemas Tinggalkan KPK
VIDEO: Peristiwa G30STWK Dianggap Gerakan Kejam KPK Dahului Presiden Pecat 57 Pegawai
Ombudsman Telah Serahkan Hasil Rekomendasi TWK Pegawai KPK Ke Presiden dan DPR