Pelaku prostitusi gay di Puncak bisa dijerat pasal berlapis
Pelaku bisa dijerat Undang-undang ITE, Pornografi dan tindak pidana perdagangan orang.
Hukuman kebiri memang belum disahkan sebagai undang-undang bagi pelaku kejahatan seksual terhadap anak. Tetapi baru-baru ini kasus mencengangkan ditemukan di kawasan Cipayung, Bogor di mana korbannya mencapai 99 anak di bawah umur.
Modus operandi tersangka AR (41) yakni menjadikan korbannya sebagai budak seks terhadap pasangan sesama jenis alias gay. Pantaskah pelaku dihukum kebiri?
"Dalam konteks konstitusional perpu Nomor 1 tahun 2016 ini harus sudah menjadi UU dalam arti harus setelah ditandatangani presiden. Di sini masih banyak yang menolak (kebiri). Tapi yang jelas kemudian melakukan pemberatan hukuman harus berbagai kajian. Semoga bisa efek jera," kata Ketua Pusat Pelayanan Terpadu Perempuan dan Anak (P2TP2A) Jabar Netty P Heryawan di Salman ITB, Bandung, Rabu (1/9).
Yang pasti dia melihat, tersangka AR yang merupakan residivis ini bisa dijerat tiga pasal sekaligus. Saat ini AR tengah ditangani Bareskrim Mabes Polri.
"Jadi artinya pelakunya pantas dijerat dengan beberapa Undang-undang baik itu ITE, Pornografi dan tindak pidana perdagangan orang," ungkapnya.
Undang-undang ITE nomor 11 tahun 2008 dijerat pada AR lantaran anak asuhannya tersebut ditawarkan di media sosial Facebook, selanjutnya UU nomor 44 tentang pornografi dan UU nomor 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).
"Yang jelas kalau kita lihat dari unsur kasus ini sudah memasuki pelanggaran seperti human trafficking dengan orang. Ada sejumlah anak yang dihubungi, inventarisasi biodatanya, kemudian dihadirkan dan datang kalau tamu yang membutuhkan," ungkapnya.
Dia menambahkan, untuk penanganan terhadap para korban sendiri sudah dilakukan KPAI. Beberapa langkah salah satunya rehabilitasi korban. Adapun untuk tersangka, Mabes Polri masih terus melakukan penyidikan.
"Kalau sudah jadi ranah KPAI saya yakin ini lembaga negara sudah miliki langkah, salah satunya rehabilitasi sosial pada korban. Kalau kasusnya berat harus ada keterlibatan para ahli. Seperti psikolog pendamping spiritual. Ini pasti ada program dilakukan selain penegakan hukum," tandasnya.