Muncikari di Jepara Dibekuk Usai Tawarkan Bocah Kembar
Polisi membongkar praktik prostitusi online terhadap dua remaja di bawah umur.
Polisi membongkar praktik prostitusi online terhadap dua remaja di bawah umur. Modus pelaku MDH (24) mempromosikan dua anak kembar itu melalui media sosial (Medsos).
"Kebetulan saat kami gerebek 23 Oktober 2024 pukul 21.45 WIB, ketika itu pelaku sedang berada di kamar hotel di Kecamatan Jepara Kota," kata Kasat Reskrim Porles Jepara AKP Yorisa Prabowo, Senin (28/10).
Dari hasil pendalaman bila korbanlah yang mendatangi MDH dan meminta dicarikan pelanggan. Penyebabnya, tidak lain karena korban mengalami masalah ekonomi di keluarga.
"Jadi pelaku mem-posting korban melalui media sosial Whatsapps dan Facebook, menawarkan open BO untuk mendapatkan keuntungan," ungkapnya.
Terkait pengungkapan kasus berawal saat polisi menerima informasi adanya dua remaja yang dieksploitasi secara seksual di sebuah hotel di Kabupaten Jepara. Berbekal informasi ini, polisi kemudian melakukan penyelidikan dengan menyamar dan berpura-pura menjadi pelanggan.
"Sudah kesepakatan pelaku berikan nomor kamar 39 di satu hotel. Sampai di lokasi, anggota Satreskrim Polres Jepara langsung mengamankan korban dan pelaku," terangnya.
Sedangkan pelaku mematok harga Rp300-500 ribu sekali kencan. Pelaku mengaku baru dua pekan menawarkan dua kembar tersebut sebagai wanita penghibur.
"Selama dua pekan, sudah ada puluhan pembeli. Dan kalau dalam sehari, keuntungan Rp1 juta-Rp2 juta," aku MDH.
Menurut MDH, hasil bisnis lendir ini dibagi dengan korban. Keuntungan dibagi 40 persen ke pelaku dan 60 persen untuk perempuan. Dari tangan pelaku, polisi menyita barang bukti di antaranya beberapa pakaian milik korban, uang Rp550 ribu, dan handphone milik korban.
Atas perbuatan ini, MDH dijerat Pasal 88 JO Pasal 761 dan/atau Pasal 81 JO Pasal 76D dan/atau Pasal 82 JO Pasal 76E Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas UU RI No 23 Tahun 2002 tentang Perlindung Anak. Pria tersebut terancam hukuman penjara paling lama 10 tahun dengan denda paling banyak Rp 200 juta.