Pelapor Sandiaga di Polda Metro keluhkan kasusnya jalan di tempat
Andreas sendiri telah ditetapkan sebagai tersangka namun belum dijebloskan ke penjara. Polisi juga sebelumnya menyebutkan Andreas tengah sakit prostat dan hal ini menjadi alasan salah satu jadwal pemeriksaan tertunda.
Pelapor dugaan penggelapan tanah di Jalan Raya Curug, Tangerang Selatan, Banten, Fransisca Kumalawati Susilo mempertanyakannya kinerja dari kepolisian. Sebab, kasusnya hingga kini belum jelas ujungnya.
Dalam kasus ini, Fransisca melaporkan kasus tersebut dengan terlapor Andreas Tjahjadi dan Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno.
"Saya dapat informasi jika Andreas sudah bolak-balik diperiksa di Polda Metro Jaya. Tapi belum juga ada hasilnya," ujarnya ketika dikonfirmasi, Jumat (10/11).
Andreas sendiri telah ditetapkan sebagai tersangka namun belum dijebloskan ke penjara. Polisi juga sebelumnya menyebutkan Andreas tengah sakit prostat dan hal ini menjadi alasan salah satu jadwal pemeriksaan tertunda.
"Kalau memang sakit, kan bisa dirawat di rumah sakit polisi tuh. Jadi jangan karena alasan sakit lalu menghambat proses hukum," katanya.
Sementara itu, dari kepolisian membantah kalau lamban tangani kasus ini. Pun membantah tidak memeriksa Sandiaga.
"Sebenarnya ada kelanjutannya. Itu cuma prasangka saja (kasus berhenti di tengah jalan). Kami masih dalam proses. Kan Pak Andreas sudah tersangka, kita bertahap," ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Raden Prabowo Argo Yuwono saat dikonfirmasi.
Kata Argo, untuk jadwal pemeriksaan serta siapa saja yang hendak dimintai keterangan, dirinya menyerahkan kewenangan kepada penyidik.
"Namanya sakit (lalu tidak diperiksa) itu kan wajar. Masa sakit kami paksakan? Kan dalam pemeriksaan ada pertanyaan sakit atau sehat," tegasnya.
Sebelumnya, Sandiaga Uno bersama rekan bisnisnya Andreas Tjahyadi dilaporkan ke Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Metro Jaya. Sandiaga dan Andreas dilaporkan atas tuduhan pemalsuan kuitansi pembayaran atas aset tanah.
Sandiaga dan Andreas dilaporkan oleh Fransiska Kumalawati Susilo dengan nomor LP/1427/III/2017/PMJ/Dit.Reskrimum pada Selasa (21/3/2017), atas kasus pemalsuan. Keduanya disangkakan Pasal 263 KUHP tentang pemalsuan dengan ancaman hukuman 6 tahun penjara.
Fransisca mengatakan, dalam kasus ini ditemukan kuitansi yang menyatakan Djoni Hidayat selaku penerima kuasa atas tanah telah menerima uang dari pihak pembeli lahan. Namun, nyatanya Djoni tidak pernah menandatangani kuitansi apa lagi menerima uang.
"Kita sudah ngecek itu Djoni tidak merasa menerima uang itu, kedua tidak pernah menandatangani kuitansi. Tandatangannya pun berbeda," ujar Fransisca beberapa waktu lalu.
Dijelaskan dia, dari hasil penjualan tanah senilai Rp 12 miliar itu Djoni hanya pernah menerima Rp 1 miliar yang digunakan untuk pemutusan kontrak kerja karyawan PT Japirex. Selebihnya, pihak Djoni merasa tidak pernah menerima hasil penjualan tanah itu.
"Saya tidak tahu uang pemutusan kerja dari PT itu dianggap sebagai uang apa oleh Andreas dan Sandiaga," ujar dia.
Laporan ini masih berkaitan dengan laporan sebelumnya, yakni penjualan aset tanah di Jalan Curug Raya KM 3.5, Tangerang Selatan. Laporan pertama Fransisca tertuang dalam surat laporan polisi bernomor LP/1151/III/2017/PMJ/Dit.Reskrimum.
Dalam laporan itu, Sandiaga dituduh telah melanggar Pasal 372 KUHP tentang penggelapan dengan ancaman hukuman 4 tahun penjara. Kasus ini bermula, ketika Sandiaga dan Andreas Tjahyadi berencana menjual aset tanah PT Japirex seluas sekitar 6 ribu meter persegi yang berlokasi di jalan Curug Raya KM 3.5 Tangerang Selatan.
Di belakang tanah aset PT Japirex itu terdapat tanah seluas 3.000 meter persegi milik Djoni Hidayat. Diketahui Djoni Hidayat juga tercatat sebagai manajemen di PT Japirex.
Tanah 3.000 meter milik Djoni itu adalah tanah titipan dari mendiang Happy Soeryadjaya yang tak lain adalah istri pertama dari konglomerat Edward Soeryadjaya. Sandiaga dan Andreas mengajak Djoni untuk ikut menjual tanahnya dengan iming-iming akan ada keuntungan dengan penjualan itu.
Akhirnya lahan seluas 9.000 meter persegi itu terjual seharga Rp 12 miliar pada tahun 2012 lalu. Tapi, Djoni hanya menerima Rp 1 miliar hingga pihaknya membuat laporan ke Polda Metro Jaya.
Pihak mendiang Happy Soeryadjaya mengaku tak pernah menerima pembagian uang hasil penjualan tanah tersebut. Djoni yang diwakilkan Fransiska Kumalawati Susilo melaporkan Sandiaga dan Andreas Tjahyadi pada 8 Maret 2017.