Pelempar bom molotov rumah wartawan divonis lebih ringan
Frietqy Suryawan alias Demang akhirnya divonis hukuman masing-masing 1 tahun 8 bulan dan 2 tahun 2 bulan.
Tiga terdakwa kasus pelemparan bom molotov di rumah wartawan Harian Radar Jogja -Jawa Pos Grup, Frietqy Suryawan alias Demang akhirnya divonis hukuman masing-masing 1 tahun 8 bulan dan 2 tahun 2 bulan. Keputusan tersebut ditetapkan dalam sidang dengan agenda putusan di Pengadilan Negeri (PN) Kota Magelang, Selasa (28/10).
Vonis yang dijatuhkan oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Kota Magelang itu, lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam persidangan sebelumnya beberapa waktu lalu.
Dalam sidang yang diketuai oleh Ketua Majelis Hakim Irwan Effendi dengan anggota Delta Tamtama dan Enila Widikartikawati, tiga terdakwa masing-masing Choirum Naim (38), Heri Utama (39) dan Yordan Setiawan alias Yoyo (38) tampak tertunduk saat majelis hakim membacakan putusan.
Dalam persidangan, Choirum Naim divonis penjara 2 tahun dua bulan penjara. Naim merupakan otak sekaligus pesuruh dua terdakwa lainnya untuk melempar bom Molotov ke rumah Demang di Gang Jagoan III, Kelurahan Jurangombo Utara, Kota Magelang, pada 24 Februari 2014 lalu.
Dua terdakwa lainya, Heri Utama dan Yordan, dikenakan hukuman penjara selama 1 tahun 8 bulan. Vonis tersebut lebih ringan dibanding tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) yang menuntut terdakwa Choirun Naim dengan hukuman dua tahun lima bulan penjara. Kemudian, dua terdakwa Heri Utama dan Yordan Setiawan dituntut masing-masing dua tahun penjara.
Ketua Majelis Hakim, Irwan Effendi menjelaskan, terdakwa secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 187 KUHP tentang pembakaran yang mengganggu ketertiban umum.
“Tiga terdakwa dikenai Pasal 187 ke-1 Jo Pasal 53 ayat (1) KUHP Pasal 55 ayat (1). Choirun Naim terbukti bersalah turut serta dalam percobaan pembakaran dan Yordan serta Heri bersama-sama melakukan percobaan pembakaran,” ujarnya dalam persidangan.
Irwan menyebutkan, beberapa hal yang memberatkan hukuman terdakwa antara lain karena tindakan mereka termasuk aksi premanisme yang sudah meresahkan masyarakat.
Aksi terdakwa juga berdampak buruk terhadap psikologis korban sekaligus keluarganya yang merasakan trauma. Selain itu, imbuh Irwan, antara korban dan para terdakwa belum menyatakan perdamaian meski korban sudah memaafkan para terdakwa.
Sedangkan hal-hal yang meringankan hukuman terdakwa, antara lain karena para terdakwa dinilai telah perilaku sopan selama persidangan, mengakui perbuatan, menyesal dan berjanji tidak lagi melakukan tindakan yang sama.
Selain itu, ketiga terdakwa juga belum pernah dihukum dan selama ini menjadi sebagai tulang punggung keluarga.
“Putusan ini edukatif, agar terdakwa dapat mengubah sikapnya di kemudian hari. Selama ini ketiga terdakwa telah menjalani pemeriksaan dalam posisi sebagai tahanan. Karenanya, hukuman yang dijatuhkan pun akan dikurangi masa tahanan hingga putusan pengadilan,” jelasnya.
Majelis hakim juga sempat mengajukan kesempatan kepada terdakwa yang tanpa didampingi oleh penasehat hukum itu untuk mengajukan banding atau pikir-pikir terkait vonis ini. Namun, ketiga terdakwa tetap menerima hasil putusan tersebut dan tidak mengajukan banding.
Pada sidang sebelumnya, aksi pelemparan bom molotov ini dilatar belakangi kekesalan terdakwa Choirun Naim dengan pemberitaan yang ditulis Demang di Harian Radar Jogja tentang proyek pembangunan Pasar Rejowinangun. Naim menduga, akibat pemberitaan itu, dirinya diberhentikan dari pekerjaannya sebagai petugas keamanan Pasar tersebut. Terdakwa yang kesal kemudian mengajak teman-temannya untuk memberikan pelajaran pada Demang.
Awalnya, mereka mengaku hanya ingin menganiaya korban di rumahnya. Namun karena khawatir aksinya diketahui orang lain, maka mereka pun membuat dua bom Molotov yang terbuat dari botol bekas minuman keras berisi campuran bensin. Dua bom molotov tersebut kemudian dilempar ke rumah Demang supaya terbakar.