Pemerintah Diminta Tak Terburu-buru Mensahkan RUU KUHP
Usulan Menkopolhukam Mahfud MD menunjukkan bahwa pemerintah telah menutup ruang diskusi perubahan RKUHP. Usulan mengajukan judical review RUU KUHP dinilai bentok arogansi negara.
Pemerintah mengusulkan untuk memasukkan Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) ke dalam Prolegnas Prioritas 2021 pada bulan Juli atau Agustus mendatang.
Aliansi Nasional Reformasi KUHP mengatakan bahwa RKUHP tidak dapat disahkan begitu saja karena dinilai masih ada PR pembahasan di DPR. Yang mana pembahasan itu seharusnya juga bisa diakses oleh publik.
-
Apa itu Rekuh? Rekuh dianggap berbeda dari rujak lain karena isiannya yang tak hanya buah segar, melainkan juga ada tambahan potongan kentang dan tahu goreng.
-
Kapan HUT Kopassus diperingati? Kopassus didirikan pada tanggal 16 April 1952. Selamat ulang tahun ke-72, Kopassus!
-
Apa arti KPPS? KPPS adalah singkatan dari Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara. Ini merupakan organisasi yang bertanggung jawab atas pelaksanaan pemungutan suara dalam Pemilu di Indonesia.
-
Kapan HUT RI ke-79 diperingati? Menjelang HUT RI ke-79 pada tahun 2024, logo dan tema yang dipilih memiliki makna mendalam yang menggambarkan esensi perjuangan dan aspirasi bangsa Indonesia di era kontemporer.
-
Kapan KM Rezki tenggelam? Peristiwa tenggelamnya KM Rezki diperkirakan terjadi sekira pukul 13.25 WITA, Sabtu, 2 Desember 2023.
-
Apa yang dimaksud dengan HUT Kopassus? Ucapan selamat Hari Ulang Tahun (HUT) Kopassus memiliki makna yang mendalam karena merayakan sejarah, dedikasi, dan jasa-jasa satuan elit militer tersebut dalam menjaga keamanan dan kedaulatan negara.
"Meskipun berbagai perwakilan pemerintah menyatakan RKUHP disahkan tahun ini, tapi pemerintah tidak boleh yang terburu-buru dan hanya melakukan sosialisasi," kata Perwakilan Aliansi Nasional Reformasi KUHP sekaligus Direktur Eksekutif ICJR, Erasmus Napitupulu, Rabu (10/3).
Dia menilai, usulan Menkopolhukam Mahfud MD menunjukkan bahwa pemerintah telah menutup ruang diskusi perubahan RKUHP. Usulan mengajukan judical review RUU KUHP dinilai bentuk arogansi negara.
"Usulan Pak Mahfud MD yang mempersilakan untuk menempuh legislative review atau judicial review di Mahkamah Konstitusi jika ada perbaikan KUHP menunjukkan arogansi negara," ujar dia.
Erasmus berharap, pemerintah sadar bahwa salah satu penyebab demo mahasiswa dan masyarakat pada September 2019 lalu karena pemerintah tidak memberikan kepada publik perkembangan draft RKUHP.
"Pemerintah harus ingat protes masyarakat pada September 2019 lalu subtansial, bahkan harus ada nyawa yang hilang. Negara jangan mengabaikan hal ini dengan memaksakan pengesahan tanpa ada pembahasan yang bisa diakses dan dipertanggungjawabkan ke publik," ujar dia.
Untuk itu, Aliansi Nasional Reformasi KUHP meminta pemerintah agar melakukan pembahasan ulang dengan tim ahli yang lebih luas, pelibatan stakeholder dan bukan sekedar sosialisasi RKUHP.
Aliansi Nasional juga meminta pemerintah untuk membuka kepada publik terkait perkembangan pembahasan draft RUU RKUHP terbaru dan catatan rapat terkait pembahasan substansi RKUHP sepanjang 2020-2021 yang pernah dilakukan.
"Pembahasan selanjutnya harus membuka ruang untuk perubahan substansial RKUHP. Tidak hanya melibatkan ahli hukum pidana, namun juga melibatkan multistakeholder yang sektornya terdampak seperti ahli ekonomi/bisnis, kesejahteraan sosial, kesehatan masyarakat, kriminologi dan lainnya," ujarnya.
"Serta masyarakat sipil untuk menjamin adanya evaluasi komprehensif berbasis data dan dan tidak hanya melakukan sosialisasi RKUHP yang tidak demokrati," tambahnya.
Berdasarkan pemantauan dan catatan kritis Aliansi Nasional, draft RKUHP 2015 sampai dengan draft RKUHP 2019, masalah RKUHP menyisakan 24 permasalahan, bukan 14.
"Pada 4 Maret 2021, Kepala BPHN Kemenkumham RI mengatakan pemerintah saat ini tengah menyisir ulang 14 isu krusial dalam RKUHP padahal kami mencatat ada 24 isu krusial bukan 14," kata dia.
Erasmus menyebutkan 10 isu krusial lainnya yang tidak masuk ke dalam masalah krusial versi pemerintah, antara lain masalah hukum yang hidup dalam masyarakat: penyimpangan asas legalitas/ kriminalisasi yang tidak jelas yang terdapat dalam Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 597 RKUHP.
Kemudian masalah pidana mati bertentangan dengan tujuan pemidanan yang terdapat dalam Pasal 52, Pasal 67, Pasal 99, Pasal 100, Pasal 101 RKUHP.
"Pengaturan “makar” dalam Pasal 167 RKUHP yang tidak tepat dan pengaturan tindak pidana penghinaan Pasal 439-448 RKUHP yang masih memuat pidana penjara sebagai hukuman dan berbagai jenis permasalahan lain yang luput dari bahasan pemerintah," tutupnya.
Pengesahan RUU KUHP Dinilai Mendesak
Menko Polhukam Mahfud MD menyatakan pentingnya resultante baru pada Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang telah digunakan sejak zaman Kolonial Belanda. Mantan Ketua Mahkamah Kontitusi ini menegaskan bahwa hukum berubah sesuai dengan perubahan masyarakat (ubi societas ibi ius). Oleh sebab itu, sudah saatnya UU hukum pidana yang sudah berumur lebih dari 100 tahun ini diubah.
"Ketika terjadi proklamasi berarti terjadi perubahan masyarakat kolonial menjadi masyarakat merdeka. masyarakat jajahan menjadi masyarakat yang tidak terjajah lagi. Nah makanya hukumnya harus berubah seharusnya," katanya saat berbicara sebagai Keynote Speaker pada Diskusi Publik RUU KUHP dan UU ITE, secara daring, Kamis (4/3).
Dia menuturkan dalam catatannya, upaya dalam melakukan perubahan terhadap RUU KUHP telah berlangsung selama 60 tahun. Namun belum juga berhasil.
"Pertama memang membuat sebuah hukum, yang sifatnya kondifikasi dan unifikatif itu tidak mudah di dalam masyarakat Indonesia yang begitu plural. Jadi kita harus melakukan agregasi untuk mencapai kesepakatan-kesepakatan atau resultante," ungkapnya.
Dia pun memiliki keyakinan RUU KUHP bisa segara disahkan. "Mari kita buat resultante baru. Kesepakatan baru. Ini sudah tinggal sedikit lagi," katanya
"Agar misalnya tahun ini, KUHP kita yang baru sudah disahkan. Saya, pada waktu itu menjelang pembentukan kabinet baru yang ramai penolakan terhadap beberapa UU itu. Saya termasuk yang mendukung agar itu segera disahkan," lanjutnya.
Dia menambahkan, jika terdapat hal–hal yang masih perlu diperbaiki dalam RUU KUHP, bisa ditempuh melalui legislative review atau Judicial review.
"Soal salah, nanti bisa diperbaiki lagi melalui legislative review maupun judicial review. Yang penting ini formatnya yang sekarang sudah bagus, soal beberapa materinya tidak cocok bisa diperbaiki sambil berjalan. Maka menurut saya kita harus mempercepat ini sehingga melangkah lebih maju lagi untuk memperbaiki," katanya.
(mdk/gil)