Penantian Empat Tahun Tak Berujung Keluarga Harun Al Rasyid, Korban Tewas Tragedi Pilpres 2019
Nama Harun Al Rasyid belakangan kembali mencuat saat debat perdana Capres yang digelar KPU RI, Selasa (12/12) malam.
Nama Harun Al Rasyid belakangan kembali mencuat saat debat perdana Capres yang digelar KPU RI, Selasa (12/12) malam.
- Pihak Harun Al Rasyid yang Tewas Ditembak saat Tragedi Pemilu 2019 Belum Dapat Hasil Autopsi, Ini Kata Polri
- Menolak Lupa, Begini Rekomendasi Komnas HAM di Kasus Tewasnya Harun Al Rasyid
- Cerita Ayah Harun Al Rasyid Ditelepon Anies, Minta Izin Bantu Suarakan Keadilan dan Diajak Hadir Debat
- CEK FAKTA: Menelusuri Klaim Anies soal Harun Al Rasyid Pendukung Prabowo
Penantian Empat Tahun Tak Berujung Keluarga Harun Al Rasyid, Korban Tewas Tragedi Pilpres 2019
Nama Harun Al Rasyid belakangan kembali mencuat saat debat perdana Capres yang digelar KPU RI, Selasa (12/12) malam.
Nama tersebut dimunculkan capres nomor urut 1, Anies Baswedan saat sesi debat pertama capres.
Harun Al Rasyid merupakan seorang pemuda yang saat itu berusia 15 tahun tewas dalam kerusuhan di kawasan Slipi, Jakarta Barat, 22 Mei 2019.
Harun saat itu ikut dalam massa yang memprotes hasil Pemilu 2019.
Harun ditemukan tewas dengan luka tembak di kawasan Slipi, Jakarta Barat, tepatnya pada 22 Mei 2019 lalu.
Ayah Harun, Didin Wahyudin (50) hanya ingin memperjuangkan keadilan bagi anaknya. Jejak kematian anaknya hingga kini tidak kunjung terungkap oleh kepolisian.
Alih-alih menggelar konferensi pers, menurut Didin, polisi malahan menyebut Harun yang merupakan yang saat itu siswa SMP kelas 1 sebagai salah satu orang melakukan kerusuhan.
"Saya cuma lihat dari konferensi pers polisi Harun Al Rasyid ini perusuh itu yang buat saya sakit hati dan semakin tidak percaya oleh kepolisian," kata Didin saat ditemui merdeka.com, di kediamannya, Kamis (14/12).
Tragedi yang dikenal dengan sebutan '22 Mei 19' tidak disangka Didin menjadi terakhir kalinya bertemu dengan di istana kecilnya pada 21 Mei 2019.
Saat itu, Harun sempat berpamitan dengannya. Dua hari tidak ada kabar, rasa gusar dan gelisah terus menghantui Didin dan istrinya Murniyati.
Bak tersambar petir, Didin malah mendapat kabar seorang bocah sekitar umur 15 tahun dirawat di RS Dharmais dari sebuah grup WhatsApp dengan badan yang berlumuran darah.
Saat itu, Didin berharap potongan video itu bocah terluka yang dimaksud bukan Harun. Didin lantas bergegas mengonfirmasi orang yang mengirim kabar itu.
"Ada kabar anak umur 15 tahun korban tembak polisi dan sekarang ada di RS Dharmais. Ada foto yang ada di RS itu terbujur," cerita Didin.
"Singkat cerita ada relawan datang beberapa orang, lalu memperlihatkan video yang durasi enggak panjang, di video itu ada dalam ruangan ambulans yang sedang jalan dibawa seorang anak yang berlumuran darah sedang dibersihkan, memang masih dalam keadaan bernyawa. Saya lihat dari atas sampai bawah ternyata benar itu anak saya Harun," kata Didin.
Dikarenakan saat itu identitas Harun belum jelas, menurut Didin, almarhum langsung digiring ke RS Polri Kramatjati untuk dilakukan pendataan.
Proses autopsi kemudian dilakukan pihak RS Polri Kramatjati atas persetujuan pihak keluarga. Hanya saja, hasilnya tidak dipegang oleh keluarga dari pihak RS Polri Kramatjati.
Padahal pada saat rilis kepolisian telah mengungkapkan adanya bekas luka tembak yang diduga dari 'anggota'.
"Saya melihat juga di konpers polisi bahwasanya Harun itu ditembak dengan jarak 11 meter, orang tersebut diri di atas trotoar dengan tangan kidal dia memakai senjata laras pendek," beber Didin.
Hal yang membuat Didin lebih miris lagi adalah tidak ada permintaan maaf dari Jokowi dan Prabowo yang dinilainya sebagai pihak bertanggung jawab atas sengketa Pilpres 2019.
Segala upaya dilakukan Didin dengan mencari keadilan mengadu ke Komnas HAM, Komisi III DPR RI, KontraS dan pelbagai lembaga HAM lainnya.
Hanya saja, hingga detik ini tidak ada pengungkapan yang jelas, siapa pelaku penembakan Harun.
Didin berpendapat kepolisian yang pada saat itu dipimpin Kapolri Jendral Tito Karnavian hanya dapat menanggung malu apabila kasus tersebut dibuka terang-terangan ke publik.
"Karena mereka merasa bersalah, karena mereka ini yang melakukan semua itu, mereka enggak mau disalahkan. Karena tuntutan saya itu, Jokowi dan Prabowo dan Tito harus bertanggung jawab atas kejadian almarhum karena dari hasil sengketa Pilpres ini," tegas dia.