Penilaian Pakar Hukum Pidana Atas Kasus Pulau Rempang
HAM adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
Singgung Hak Asasi Manusia (HAM).
Penilaian Pakar Hukum Pidana Atas Kasus Pulau Rempang
Pakar Hukum Pidana Universitas Pelita Harapan Agus Surono menilai tak ada unsur pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) Berat dalam konflik agraria di Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau.
"Peristiwa yang terjadi di Pulau Rempang, tidak dapat dikualifikasikan sebagai Pelanggaran Berat HAM, sebagaimana dimaksud pada UU No 26 Tahun 2000," jelas Agus, Kamis (21/9/2023).
- Pertahankan HP, Remaja 16 Tahun di Tangsel Dibacok Kawanan Perampok Bersenjata Tajam
- Panglima TNI Jamin Tak Ada Pengerahan Prajurit ke Pulau Rempang: Enggak Usah Takut
- Bakar Seperempat Hektare Lahan Sendiri untuk Ditanami Pisang, Lansia di OKI Ditangkap
- Korupsi Pemanfaatan Aset Tanah Pemprov NTT, 2 Orang Ditahan Kejaksaan Tinggi
Agus menjelaskan, secara yuridis berdasarkan Pasal 1 angka 1 UU 26 Tahun 2000 menyebut:
"HAM adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia."
Menurut Agus, yang dimaksud dengan pelanggaran HAM berat di Indonesia adalah meliputi, pertama, ada kejahatan genosida. "Yakni setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnis, kelompok agama," jelas dia.
Kejahatan genosida dapat dilakukan dengan cara membunuh anggota kelompok, mengakibatkan penderitaan fisik atau mental yang berat terhadap anggota-anggota kelompok.
"Kemudian menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang akan mengakibatkan kemusnahan secara fisik baik seluruh atau sebagiannya, memaksakan tindakan-tindakan yang bertujuan mencegah kelahiran di dalam kelompok atau memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok tertentu ke kelompok lain," katanya.
Kedua, kejahatan terhadap kemanusiaan yaitu salah satu perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa serangan itu ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil.
Jelasnya, hal itu dapat dilakukan dengan cara pembunuhan, pemusnahan, perbudakan, pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa, perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik lain secara sewenang-wenang yang melanggar (asas-asas) ketentuan pokok hukum internasional.
"Kemudian penyiksaan; lalu perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa, pemaksaan kehamilan, pemandulan atau sterilisasi secara paksa atau bentuk-bentuk kekerasan seksual lain yang setara; penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu atau perkumpulan yang didasari persamaan paham politik, ras, kebangsaan, etnis, budaya, agama, jenis kelamin atau alasan lain yang telah diakui secara universal sebagai hal yang dilarang menurut hukum internasional; penghilangan orang secara paksa; atau kejahatan apartheid," tutur Agus.
Agus menyampaikan pelanggaran HAM adalah tindakan yang bersifat sistematis dan meluas. "Kedua kata tersebut merupakan kata kunci yang bersifat melekat dan mutlak dan harus ada pada setiap tindakan pelanggaran HAM berat, khusus kaitannya dengan kejahatan terhadap kemanusiaan," lanjutnya.
Berdasarkan UU, Agus mengatakan bahwa tidak unsur sistematis dan meluas dalam kejadian di Pulau Rempang. "Sebab ada faktor penting dan signifikan yang membedakan antara pelanggaran HAM berat dengan tindak pidana biasa menurut KUHP atau Perundang-undangan pidana lainnya," ujarnya.