Penjelasan Ahli Soal Penyebab Banjir di Kalimantan Selatan
Prakirawan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Kiki juga membenarkan bahwa banjir di Kalimantan Selatan juga disebabkan oleh curah hujan intensitas tinggi.
Akademisi Institut Pertanian Bogor (IPB) dari Departemen Geofisika dan Meteorologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (GFM-FMIPA), Perdinand mengungkapkan bahwa banjir di Kalimantan Selatan disebabkan oleh faktor alam dan non alam. Salah satunya yaitu curah hujan yang tinggi.
Perdinand mengatakan, curah hujan yang normal 50 mm per hari di Indonesia. Maka jika curah hujan mencapai 174 mm per hari, hal itu tentunya akan menyebabkan bencana.
-
Dimana saja lokasi rawan banjir di Kabupaten Banyumas? Wilayah rawan longsor di Kabupaten Banyumas, antara lain Kecamatan Sumpiuh, Kemranjen, Gumelar, Pekuncen, Lumbir, Banyumas, Ajibarang, dan Kedungbanteng. Sementara wilayah rawan banjir di antaranya Tambak, Sumpiuh, Kemranjen, Lumbir, dan Wangon,"
-
Bagaimana banjir terjadi di Kota Padang? Hujan tidak berhenti dari Kamis (13/7) malam hingga Jumat (14/7) dini hari. Saat ini air di dalam rumah sudah setinggi 7 centimeter,” tuturnya.
-
Kapan banjir terjadi di Kota Padang? Hujan deras melanda sebagian besar kawasan Kota Padang, Sumatera Barat (Sumbar) sejak Kamis (13/7) malam hingga Jumat (14/7) dini hari.
-
Di mana banjir terjadi di Jakarta? Data itu dihimpun hingga Jumat 15 Maret 2024 pada pukul 04:00 WIB. "Kenaikan status Bendung Katulampa dan Pos Pantau Depok menjadi Siaga 3 (Waspada) dari sore hingga malam hari serta menyebabkan genangan di wilayah DKI Jakarta," kata Kepala Pelaksana BPBD DKI Jakarta, Isnawa Adji dalam keterangan tertulis, Jumat (15/3).
-
Di mana banjir terjadi di Semarang? Banjir terjadi di daerah Kaligawe dan sebagian Genuk.
-
Siapa yang menangani banjir di Jakarta? Dia menjelaskan, BPBD DKI Jakarta mengerahkan personel untuk memonitor kondisi genangan di setiap wilayah dan mengkoordinasikan unsur Dinas SDA, Dinas Bina Marga, Dinas Gulkarmat untuk melakukan penyedotan genangan dan memastikan tali-tali air berfungsi dengan baik bersama dengan para lurah dan camat setempat. "Genangan ditargetkan untuk surut dalam waktu cepat," ujar dia.
“kalau hujan derasnya sekitar 50 mm, maka jika curah hujannya 3 kalinya atau 150 mm itu disebut ekstrem dan sudah suspected kejadian-kejadian yang berakibat, misalnya banjir, longsor dan lainnya,” kata Perdinand dalam Focus Group Discussion (FGD) Banjir Kalimantan Selatan, Selasa (2/2).
Selain itu, kata Perdinand, bukan hanya bicara curah hujan saja namun juga bicara lokasi, durasi, hingga luasan cakupan hujan. Berdasarkan data yang dihimpun BMKG, hujan dengan intensitas tinggi itu memang merata hampir di seluruh wilayah Kalimantan Selatan.
“Kita ambil data dari Stasiun Meteorologi Syamsudin Noor, di sini tercatat pada 14 Feb bahkan sampai 255,3 mm per hari. Artinya secara akumulatif, ini luas biasa. Banjir kan akumulatif air, sehingga mungkin melebihi kapasitas tampung,” ujarnya.
“Tata guna lahan itu juga berdampak pada kejadian banjir tapi kita juga tidak bisa mengatakan curah hujan tidak berdampak pada banjir,” imbuhnya.
Perdinand kemudian menjelaskan terkait perubahan albedo permukaan. Sebagai informasi, albedo merupakan sebuah besaran yang menggambarkan perbandingan antara sinar Matahari yang tiba di permukaan bumi dan yang dipantulkan kembali ke angkasa dengan terjadi perubahan panjang gelombang. Sehingga, kata dia, perubahan albedo permukaan akan menunjukkan kemampuan daya resap air dan daya pantul dari sinar matahari.
“Ini yang mempengaruhi berapa banyak sebetulnya air yang bisa ditampung di suatu lokasi. Oleh karena itu, kita perlu penelitian bagaimana mengevaluasi kontribusi faktor-faktor iklim dan non iklim,” ujarnya.
Dia juga memaparkan data dari Stasiun Iklim Banjarbaru tahun 1973-2015 yang mana curah hujan rata-ratanya 35 mm per hari. Seperti yang diketahui, BMKG mencatat curah hujan di Kalsel per tanggal 10 Januari mencapai 174 mm per hari.
“Dulu Kalsel pernah dilanda banjir besar, nah padahal di sini tercatat curah hujannya di 35 mm per hari dan sudah ada di persentil 95 persen. Kalau sudah 95 artinya hanya 5 persen peluangnya. Jadi dalam 100 tahun, dia hanya 5 kali kemungkinannya dalam 1 hari. Nah gimana kalau curah hujannya sampai seperti sekarang? Jelas suspected (bencana),” terangnya.
Selain itu, Perdinand juga menjelaskan bahwa secara geologis, wilayah Kalimantan Selatan memang berpotensi memiliki genangan air yang luas karena terdapat banyak rawa, sungai, atau kali.
“Secara teoritical Pulau kalimantan itu memang wilayah yang relatif aman dari bencana geologi, namun dari sisi geologi, Pulau Kalimantan itu sudah tua, jadi ada banyak wilayah dataran rendah seperti rawa, nah ini membuat potensi genangannya luas,” ujarnya.
Dalam kesempatan yang sama, prakirawan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Kiki juga membenarkan bahwa banjir di Kalimantan Selatan juga disebabkan oleh curah hujan intensitas tinggi.
Dia mengatakan bahwa BMKG sebelumnya telah mengeluarkan peringatan dini potensi cuaca ekstrem di Kalimantan secara berkala. Baik di skala Mingguan, 2 Harian, hingga dalam hitungan jam. Berdasarkan data BMKG, intensitas hujan ringan hingga ekstrem tercatat di wilayah Kota Banjarbaru, Kabupaten Tabalong dan Kabupaten Tanah Laut.
“Banjir di Kalsel dipicu oleh hujan intensitas ringan hingga ekstrem yang terjadi sejak 10 Januari. Bahkan mencapai 174 mm per hari. Nah tanggal 8-14 Januari lalu, BMKG sudah mengatakan bahwa ada potensi cuaca ekstrem mingguan di Kalsel. Tanggal 11 dan 12 bahkan telah dikeluarkan 12 peringatan dini hujan lebat,” kata Kiki
Kiki mengatakan, Kelembaban udara Kalsel berada di lapisan 850 mb, 700 mb, dan 500 mb. Hal itu menandakan kandungan uap air yang memadai untuk pertumbuhan awan-awan konvektif yang berpotensi menimbulkan hujan sedang hingga lebat yang dapat disertai angin kencang.
Hingga hari ini dan esok hari, BMKG mencatat bahwa Kalimantan Selatan akan dilanda hujan yang disertai kilat/ petir dan angin kencang. Bukan hanya Kalimantan Selatan saja namun ada beberapa wilayah, yakni Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, DKI Jakarta, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Papua Barat, dan Kepulauan Riau.
(mdk/ray)