Penjelasan Detail MA soal Pemotongan Vonis Edhy Prabowo dari 9 Tahun jadi 5 Tahun Bui
Hasilnya, kata Andi, majelis hakim kasasi memandang hal itu sebagai perbuatan yang meringankan terdakwa sehingga majelis hakim kasasi menjatuhkan putusan dalam perkara ini.
Vonis mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo dari 9 tahun menjadi 5 tahun penjara, menjadi polemik di masyarakat. Pasalnya, Mahkamah Agung (MA)'memotong' masa tahanan Edhy mencapai hampir setengah dari total pidana pokoknya.
Juru Bicara Mahkamah Agung (MA) Andi Samsan Nganro menjelaskan proses persidangan hingga vonis Edhy Prabowo tersebut. Andi menyampaikan terdakwa Edhy Prabowo mengajukan permohonan kasasi dalam perkara ini.
-
Apa isi pemberitaan yang menyebutkan Prabowo Subianto terlibat dugaan korupsi? Prabowo terlibat dugaan korupsi dan penyuapan senilai USD 55,4 juta menurut isi pemberitaan tersebut dalam pembelian pesawat jet tempur Mirage bekas dengan pemerintah Qatar. Uang ini disebut yang dijadikan modal Prabowo dalam melenggang ke pilpres 2014.
-
Siapa Eko Prawoto? Dilansir dari Wikipedia, Eko Prawoto merupakan seorang arsitek legendaris dari Indonesia. Pria kelahiran Purworejo, Agustus 1958 itu menerjuni dunia arsitektur sejak menjadi mahasiswa Universitas Gadjah Mada pada tahun 1977.
-
Kapan Prabowo bertemu Jokowi? Presiden terpilih Prabowo Subianto bertemu dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana kepresidenan, Jakarta, Senin (8/7) siang.
-
Apa yang diklaim oleh Prabowo? Menteri Pertahanan (Menhan) sekaligus calon presiden (capres) nomor urut 2, Prabowo Subianto mengatakan dirinya sudah menyatu dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Sebab, Jokowi mampu menyatukan lawan menjadi kawan.
-
Siapa yang membantah berita tentang dugaan korupsi Prabowo Subianto? Yusril Ihza Mahendra yang membantah seluruh isi terkait laporan tersebut.
-
Kenapa elektabilitas Prabowo meningkat? Tingginya elektabilitas Prabowo itu terbantu dengan tingkat kepuasan kinerja terhadap Jokowi. Apalagi saat ini Gerindra dan Prabowo bagian dari pemerintahan.
"Menurut majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara pada tingkat kasasi bahwa alasan-alasan kasasi yang diajukan oleh pemohon kasasi, dalam hal ini edhy prabowo tidak berdasar menurut hukum. Oleh karena itu permohonan kasasi ditolak," ujar dia dalam konferensi pers di Mahkamah Agung, Kamis (10/3).
Namun majelis hakim kasasi melihat, lanjut dia, di dalam putusan ini ada judex facti pengadilan tipikor tingkat pertama kemudian pengadilan tipikor tingkat banding sebagaimana di dalam putusannya bahwa ada kekurangan, yaitu kurang mempertimbangkan keadaan yang meringankan terdakwa.
"Apa itu keadaan yang meringankan? faktanya terdakwa sebagai menteri kelautan dan perikanan RI sudah bekerja dengan baik dan telah memberi harapan yang besar kepada masyarakat khususnya bagi nelayan. Dalam hal ini terdakwa mencabut peraturan menteri kelautan dan perikanan nomor 56/permen-KP/2016 tanggal 23 Desember 2016 dan menggantinya dengan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 12/Permen-KP/2020," jelas Andi.
"Dengan tujuan yaitu adanya semangat untuk memanfaatkan benih lobster untuk kesejahteraan masyarakat yaitu ingin memberdayakan nelayan dan juga untuk dibudidayakan karena lobster Indonesia sangat besar. Lebih lanjut lagi dalam peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan nomor 12/Permen-KP/2020 eksportir disyaratkan untuk memperoleh benih-benih lobster dari nelayan kecil sehingga jelas perbuatan terdakwa tersebut untuk mensejahterakan masyarakat, khusus nelayan kecil," tutur dia.
Hasilnya, kata Andi, majelis hakim kasasi memandang hal itu sebagai perbuatan yang meringankan terdakwa sehingga majelis hakim kasasi menjatuhkan putusan dalam perkara ini. Menolak permohonan kasasi terdakwa, dengan memperbaikinya.
"Memperbaiki putusan Pengadilan tingkat banding dalam hal mengenai pidana pokoknya. Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Edhy Prabowo dengan pidana penjara 5 tahun dan pidana denda sebesar 400 juta dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan," beber dia.
"Kemudian menjatuhkan pidana tambahan berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 2 tahun dihitung setelah terdakwa selesai menjalani pidana pokok. Nah itu lah yang diperbaiki. Sedangkan amar selebihnya itu tetap berlaku seperti uang pengganti itu tidak diperbaiki. Jadi yang diperbaiki hanya pertimbangan pokoknya dari 9 tahun menjadi 5 tahun kemudian pidana tambahan berupa pencabutan hak dipilih dalam jabatan publik menjadi 2 tahun menurut majelis hakim kasasi," jelas dia.
(mdk/ded)