Penolakan Bambang diperiksa Bareskrim dianggap wajar
Polisi diminta tunduk terhadap perintah Presiden Jokowi buat menghentikan kriminalisasi.
Wakil Ketua non-aktif Komisi Pemberantasan Korupsi, Bambang Widjojanto, hari ini memang memenuhi panggilan Badan Reserse Kriminal Polri buat diperiksa sebagai saksi dugaan mengarahkan saksi memberikan keterangan palsu dalam sengketa pemilihan kepala daerah Kabupaten Kotawaringin Barat, di Mahkamah Konstitusi, dengan tersangka ZA. Bambang menolak diperiksa lantaran mengaku mempunyai surat sakti yang disepakati oleh pimpinan penegak hukum pada Senin (9/3) kemarin.
Menurut Bambang surat sakti tersebut disepakati oleh pimpinan Polri, KPK, dan Kejaksaan Agung, termasuk Presiden Joko Widodo yang disampaikan melalui Menteri Sekretaris Negara Muhammad Pratikno mengenai penghentian pemeriksaan terhadap pimpinan KPK non-aktif maupun pegawai KPK.
"Senin kemarin Plt pimpinan KPK membuat surat yang isinya 'berkaitan dengan pemanggilan Bambang sebagai saksi dengan ini pimpinan KPK meminta agar pemeriksaan-pemeriksaan terkait dengan pimpinan non-aktif KPK atau pegawai KPK dapat dihentikan sebagaimana pokok pembicaraan pimpinan KPK dengan Polri dan Jaksa Agung serta dilaksanakan berdasarkan komitmen Presiden RI yang disampaikan melalui Mensesneg" kata Bambang di Bareskrim Mabes Polri kemarin.
Bambang juga berdalih dengan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana pasal 189 ayat 3. Yakni seorang yang tengah menyandang status hukum tak bisa memberikan keterangan saksi terhadap sebuah kasus.
Wakil Kepala Polri Komisaris Jenderal Badrodin Haiti bahkan menyangkal telah membuat surat kesepakatan antara pimpinan penegak hukum buat menghentikan pemeriksaan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi non-aktif dan pegawainya terkait kasus ditangani Bareskrim Polri. Dia sekaligus membantah dalih Bambang menolak diperiksa Bareskrim kemarin.
"Enggak ada surat keputusan itu. Hanya secara lisan untuk kasus Abraham Samad dan Bambang Widjojanto akan disidik lanjut. Namun untuk sementara dipending hingga situasi mereda dulu," kata Badrodin saat dikonfirmasi.
Senada dengan Wakapolri, Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus (Dittipideksus) Komisaris Besar Polisi Victor Edi Simanjuntak, menyatakan hingga kini tidak pernah ada surat dimaksud Bambang. Menurut dia, penyidikan kasus itu tetap berjalan.
"Enggak ada. Semuanya tetap berjalan," kata Victor.
Kepala Subdirektorat VI Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri, Kombes Polisi Daniel Bolly Tifaona, mengatakan pengacara Bambang hanya melayangkan surat pemeriksaan sebagai saksi karena tak sesuai dengan alamat kliennya.
"Yang disampaikan hanya protes di surat pemanggilan alamat rumah tak sesuai. Padahal yang kita pakai adalah di SIM, berarti SIM dan KTP palsu," kata Bolly.
Daniel mengimbau Bambang sebagai orang paham hukum selayaknya menjalani pemeriksaan tersebut. Karena dengan sikapnya itu, lanjut Daniel, Bambang bisa dikenakan pasal 216 Kitab Undang Hukum Acara Pidana soal mengganggu proses penyidikan sebuah kasus.
"Pemanggilan selanjutnya, Selasa (17/3), bisa di jemput paksa jika tak ada keterangan jelas," ujar Bolly.
Menurut peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan, Miko Susanto Ginting, apa yang dilakukan Bambang tidak salah. Dia mengatakan penolakan itu masih sesuai dengan aturan.
"Pasti Pak BW punya alasan. Bukan berarti ketika Pak Bambang menolak diperiksa sebagai bentuk pelanggaran. Bentuk kepatuhan BW adalah menaati perintah Presiden Jokowi. Buktinya beliau masih mau hadir di bareskrim dan menempuh jalur formal. Kan dia hanya mempertanyakan materi pemeriksaan dan hal lain. Ini masih dalam koridor," kata Miko kepada merdeka.com, kemarin.
Menurut Miko, pesan Presiden Joko Widodo dalam masalah ini sangat jelas. Yakni hentikan kriminalisasi terhadap pegawai, penyidik, dan pimpinan KPK.
"Kepolisian harus mematuhi apa yang dinyatakan Presiden Jokowi. Kalau tidak dipatuhi kan artinya ada pembangkangan terhadap perintah presiden. Harusnya kepolisian mematuhi. Meskipun dalam level tertentu pernyataan Jokowi harus diterjemahkan dalam level teknis," ujar Miko.
Baca juga:
BW ogah diperiksa Bareskrim dengan dalih KUHAP
Ngaku punya surat sakti, Bambang Widjojanto ogah diperiksa Bareskrim
Kasus Pilkada Kobar, Bambang Widjojanto diperiksa Bareskrim
Polisi tak boleh hambat publik peroleh informasi
Wakapolri ikut sentil Komnas HAM beberkan pelanggaran penangkapan BW
Bareskrim rampungkan berkas BW,tak lama lagi dilimpahkan ke Kejagung
Diperiksa Bareskrim, rekan BW berkukuh mengarahkan saksi tak salah
-
Kapan Kepala BPIP meresmikan Pojok Taman Baca Pancasila di bantaran Kali Code Yogyakarta? Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Prof Yudian Wahyudi, meresmikan Pojok Taman Baca Pancasila sekaligus membagikan Program Basis (Bantuan Atasi Stunting) berupa pemberian makanan sehat serta pemberian paket belajar kepada anak-anak Bantaran Kali Code Yogyakarta, Senin (28/8/23).
-
Apa yang dilakukan oleh Wali Kota Semarang setelah kantornya digeledah KPK? Dalam kesempatan itu, ia menegaskan tidak ke mana-mana usai penggeledahan kantornya oleh KPK. Menanggapi penggeledahan itu, ia mengatakan pihaknya mengikuti prosedur yang sedang ditetapkan. “Saya ada di sini dan tidak ke mana-mana. Alhamdulillah sampai saat ini saya baik-baik dan mengikuti saja prosedur yang sedang dilaksanakan,” ujar Ita dikutip dari ANTARA.
-
Kapan Wibowo Wirjodiprodjo meninggal? Di akhir hidupnya, Ari dan Ira Wibowo menceritakan bahwa sang ayah pergi dengan tenang, tanpa rasa sakit, dan dikelilingi oleh keluarga tercinta.
-
Bagaimana KPK menangkap Bupati Labuhanbatu? Keempatnya ditetapkan tersangka usai terjaring operasi tangkap tangan (OTT) pada Kamis, 11 Januari 2024 kemarin.
-
Kapan KEK Singhasari diresmikan? KEK Singhasari berlokasi di Kabupaten Malang, Jawa Timur, wilayah ini telah ditetapkan sebagai Kawasan Ekonomi Khusus sejak 27 September 2019.
-
Kenapa Kepala BPIP meresmikan Pojok Taman Baca Pancasila di bantaran Kali Code Yogyakarta? Yudian mengatakan, anak-anak merupakan harapan kepemimpinan masa depan bangsa dan Pojok Taman Baca Pancasila sebagai bentuk gotong royong untuk turut mencerdaskan kehidupan bangsa, sebagaimana yang diamanatkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.