Perlakukan buruh tak manusiawi, industri di Tangerang digerebek
Dari penggerebekan tersebut,polisi menemukan 25 pekerja dalam keadaan tidak terawat dan mengalami penyakit kulit.
Sebuah Industri kecil ilegal di RT 3/4, Kampung Bayur Ropak, Desa Lebak Wangin, Kecamatan Sepatan, Kabupaten Tangerang digerebek Satuan Reskrim Polresta Tangerang. Selain tidak memiliki izin usaha, industri yang memproduksi wajan alumunium tersebut mempekerjakan karyawan dengan tidak manusiawi.
Kasat Reskrim Polresta Tangerang Kompol Shinto Silitonga mengatakan, penggerebekan ini berawal dari kaburnya salah satu karyawan bernama Andi Gunawan. Korban pulang ke kampung halamannya di Lampung, lalu melaporkan perlakuan sewenang-sewenang pemilik usaha bernama Yuki Irawan ke Polres Lampung Utara dan Komnas HAM.
"Korban mengaku kalau dia bekerja di bawah tekanan dan dianiaya, itu terlihat dari bekas luka di tubuhnya. Atas laporan itu, Polres Lampung Utara dan Komnas HAM bekerjasama dengan Polresta Tangerang melakukan penggerebekan," ujarnya ketika di lokasi, Jumat (3/5).
Dari penggerebekan tersebut, pihaknya menemukan sebanyak 25 pekerja dalam keadaan tidak terawat dan mengalami penyakit kulit. Empat pekerja di antaranya masih di bawah umur. Mereka berasal dari Lampung dan Cianjur.
"Ketika bekerja di sini, HP mereka disita dengan alasan agar tidak hilang. Mereka juga tidur di sebuah bilik yang gelap dan pengap sehingga kondisi mereka kotor dengan pakaian koyak-koyak dan kena penyakit kulit. Bahkan 17 pekerja belum mendapatkan 2 bulan gaji. Ini menguatkan indikasi perlakukan tidak manusiawi yang dilakukan pemilik usaha," papar Shinto.
Selain itu, industri yang telah berdiri selama satu tahun ini tidak memiliki izin usaha, hanya surat keterangan usaha dari Kecamatan Cikupa. Hal itu, menurut Shinto, menyalahi aturan karena karena surat tersebut jauh dari lokasi industri yang berada di Sepatan.
"Untuk penyelidikan kita bawa 25 buruh, mandor serta pemilik usaha ini ke Polresta Tangerang. Kita juga amankan barang bukti berupa komponen alat, bahan baku dan produk jadi," paparnya.
Shinto menegaskan, pemilik usaha terancam pasal 333 KUHP tentang penyekapan orang dan pengekangan kemerdekaan orang dan 351 KUHP tentang penganiayaan terhadap korban Andi Gunawan.
Sementara salah satu pekerja yang belum diketahui identitasnya mengakui bahwa dirinya bekerja di bawah tekanan dan paksaan.
"Saya bekerja sudah enam bulan, kerjanya dari jam 6 sampai 8 malam dengan gaji Rp 600 ribu per bulan. Saya sering dipaksa dan dianiaya kalau kerja salah. Makan juga cuma seadanya, pakai nasi sama tempe dua buah. Karena itu banyak yang kabur dari sini," tukasnya.