Poligami, alasan anggota DPRD Sumut gagalkan interpelasi Gatot
Poligami, alasan anggota DPRD Sumut gagalkan interpelasi Gatot. Perkara suap Gatot ini berawal pada Maret 2015. Ketika itu, 57 anggota DPRD Sumut mengajukan hak interpelasi atau hak meminta keterangan kepada eksekutif. Alasannya ada dugaan pelanggaran terhadap Peraturan Menteri Dalam Negeri No 900-3673 Tahun 2014
Ada fakta baru yang terungkap dalam persidangan perkara dugaan suap mantan Gubernur Sumut, Gatot Pujo Nugroho, kepada pimpinan dan anggota DPRD Sumut. Anggota Dewan yang telah menerima suap dinyatakan sepakat menolak menggunakan hak interpelasi dengan alasan materinya masih seputar poligami.
Fakta itu tertuang dalam dakwaan yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Irene Putrie, Wawan Yunarwanto, Ariawan Agustiartono, dan Taufiq Ibnu Groho, secara bergantian. Sesuai yang dibacakan, pembatalan pengajuan hak interpelasi merupakan salah satu tujuan pemberian suap dari Gatot kepada pimpinan dan anggota DPRD Sumut.
Bagian perkara suap Gatot ini berawal pada Maret 2015. Ketika itu, 57 anggota DPRD Sumut mengajukan hak interpelasi atau hak meminta keterangan kepada eksekutif. Alasannya ada dugaan pelanggaran terhadap Peraturan Menteri Dalam Negeri No 900-3673 Tahun 2014 tentang Evaluasi Ranperda Provinsi Sumut tentang APBD TA 2014 tanggal 16 September 2014.
Atas pengajuan hak interpelasi itu, Gatot meminta bantuan Ajib Shah (ketika itu Ketua DPRD Sumut) untuk menggagalkannya. Ajib pun menindaklanjuti dengan memerintahkan anggota DPRD Sumut, Indra Alamsyah, untuk menyiapkan Hotel Saudara Syariah untuk menggelar pertemuan anggota DPRD Sumut. Pertemuan dihadiri Gatot dan perwakilan fraksi-fraksi. Total 16 anggota DPRD Sumut yang hadir ketika itu.
Dalam pertemuan itu, Ajib meminta agar semua fraksi menolak mengajukan hak interpelasi. Gatot pun menyanggupi memberikan Rp 15 juta kepada anggota DPRD Sumut. "Dengan alasan bahwa materi interpelasi merupakan materi yang sama dengan tahun-tahun sebelumnya, yaitu terkait poligami dari terdakwa," sebut JPU.
Gatot disebutkan memberikan Rp 1.000.000.000 kepada anggota DPRD Sumut melalui Kepala Biro Keuangan Setdaprov Sumut Ahmad Fuad Lubis. Uang itu diserahkan kepada anggota DPRD Sumut, Basyir. Lalu, Basyir memberikan Rp 800 juta kepada Indra Alamsyah. Sisanya dikuasai Basyir.
Indra Alamsyah kemudian membagikan Rp 800 juta itu kepada anggota DPRD Sumut melalui fraksi-fraksi. Fraksi PDIP diberi Rp 240 juta, Fraksi Golkar Rp 175 juta, Fraksi Gerindra Rp 195 juta, Fraksi PAN Rp 90 juta, Fraksi Kebangkitan Bangsa Rp 90 juta, dan Fraksi Persatuan Pembangunan Rp 60 juta.
"Setelah pemberian uang oleh terdakwa kepada anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara, kemudian dalam rapat Badan Musyawarah, sebanyak 53 anggota DPRD Sumut menolak mengajukan hak interpelasi, sedangkan 35 orang menyatakan setuju untuk mengajukan hak interpelasi," kata JPU.
Sebelum terbelit kasus korupsi, kisah poligami Gatot memang kerap menjadi isu di Sumut. Sejumlah demo digelar, namun fakta mengenai poligami itu baru jelas setelah kasus suap hakim PTUN Medan.
Seperti diberitakan, Gatot kembali menjalani sidang pembacaan dakwaan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Medan, Senin (31/10). Dia didakwa telah menyuap pimpinan dan anggota DPRD Sumut periode 2009-2014 dan periode 2014-2019 dengan nilai total Rp 61 miliar. Rp 1 miliar di antaranya untuk menggagalkan penggunaan hak interpelasi.