Politisi Gerindra usul sidang isbat penentuan puasa dihapus
Politisi Gerindra usul sidang isbat penentuan puasa dihapus. Sodik Mudjahid mengusulkan sidang isbat sebagai tradisi dari Pemerintah Indonesia bersama dengan ulama dan ormas Islam dalam menetapkan tanggal bagi umat Islam untuk menjalankan ibadah puasa untuk dihapuskan.
Wakil Ketua Komisi VIII Fraksi Partai Gerindra Sodik Mudjahid mengusulkan sidang isbat sebagai tradisi dari Pemerintah Indonesia bersama dengan ulama dan ormas Islam dalam menetapkan tanggal bagi umat Islam untuk menjalankan ibadah puasa untuk dihapuskan. Menurutnya tradisi sidang tersebut layak untuk dikaji kembali sesuai dengan perkembangan zaman.
"Sidang isbat sudah berlangsung puluhan tahun dan layak dikaji keberadaannya sesuai dengan perkembangan zaman termasuk perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya dalam bidang astronomi dan ilmu Falaq," kata Sodik di Jakarta, Selasa (23/5).
Sodik melanjutkan, dengan kemajuan Iptek maka sesungguhnya penetapan kalender Hijriyah termasuk di dalamnya penetapan 1 Ramadan dan 1 Syawal sudah bisa dilaksanakan dengan akurat puluhan tahun sebelumnya dalam sebuah kalender Hijriyah permanen. Dia mencontohkan seperti halnya kalender masehi yang sudah ada.
Lebih jauh Sodik menjelaskan, perdebatan yang sering terjadi di kalangan ulama saat sidang isbat dapat menjadi tontonan yang buruk bagi seluruh umat dan dapat menimbulkan kesan perpecahan di antara masyarakat khususnya pemeluk agama Islam.
"Sidang isbat sering mempertontonkan perbedaan pendapat di kalangan ulama dan pemimpin ummat saat menghadapi bulan suci Ramadan. Perbedaan pendapat ini oleh awam, sering diartikan sebagai tidak adanya kekompakan bahkan kesan perpecahan ulama dan ormas jelang bulan suci Ramadan," katanya.
Selain kesan perpecahan, lanjut dia, perbedaan dalam penetapan dengan sidang isbat beberapa hari sebelum tiba bulan puasa sering memperkuat dan mempertegas kebingungan di kalangan umat.
"Dengan adanya pelaksanaan sidang Istbat tersebut, memerlukan biaya yang cukup besar yang ditanggung oleh negara dan membuat umat harus terpaksa mengikuti aturan Pemerintah mengenai penetapan bulan suci Ramadan," katanya.
"Proses sidang isbat dari mulai kegiatan pengamatan di lapangan di beberapa titik jauh sebelum sidang isbat, sampai kegiatan sidangnya, memerlukan biaya yang cukup besar, lebih baik jika dana itu diserahkan kepada MUI dan ormas Islam untuk pembinaan ummat selama Ramadan," tambahnya.
Menurutnya, ormas mempunyai otonomi untuk melakukan Isbat sendiri tanpa harus merasa 'terpaksa' atau sungkan bila berbeda versi pemerintah.